Apasih Sejarahnya kok tiap tahun Tradisi halal bihalal sangat akrab dengan momen Hari Raya Idul Fitri. Mari Kita Simak penjelasan Lengkapnya dibawah ini

Sitijenarnews.Com Senin 2 Mei 2022; Setiap Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, tidak lengkap rasanya bila tak melakukan halal bihalal. Biasanya, dalam halal bihalal dilakukan oleh sekelompok orang untuk bermaaf-maafan setelah sebulan berpuasa Ramadhan.

Meski setiap tahunnya dilakukan, tak banyak yang mengetahui sejarah asal mula halal bihalal di Indonesia. Mengutip dari Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag), tradisi dicetuskan oleh KH Abdul Wahab Hasbullah.

Tujuan dari halal bihalal, dijelaskan oleh Kiai Wahab, tak lain adalah untuk mengeratkan hubungan, mencairkan suasana, hingga menyelesaikan konflik. Selain itu, inti dari kegiatan yang sudah membudaya tersebut adalah silaturahmi dan menjaga keharmonisan sosial.

Memang sampai saat ini Tradisi halal bihalal sangat akrab dengan momen Hari Raya Idul Fitri.

 

Sementara Prof M Quraish Shihab dalam bukunya “Lentera Al Quran” halaman 334 menyebutkan, halal bihalal adalah dua kata yang sering diucapkan dalam suasana Idul Fitri dan hanya dikenal di Indonesia.

 

Kata ‘halal’ biasanya dihadapkan dengan kata ‘haram’ atau sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa.

 

Sehingga, halal bihalal adalah menjadikan sikap satu pihak terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan memohon maaf.

 

Kata halal bihalal sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI) dan memiliki dua arti.

 

Arti pertama adalah perihal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.

 

Kedua, juga diartikan sebagai bentuk silaturahmi, biasanya oleh sekelompok orang dengan cara berkumpul di suatu tempat yang luas, bersalam-salaman dan makan bersama.

 

Lantas, bagaimana asal usul Halal bihalal?

 

Berikut dibawah ini adalah Asal Usul Tradisi Halal bihalal;

 

Baca juga:  Kapolri Pastikan Hasil Seluruh Autopsi Ulang Brigadir J Akan Disampaikan ke Publik

Yang mana“Acara Halal Bihalal itu bukannya acara wajib melainkan tradisi belaka, namun manfaat bersilaturahmi itu amatlah besar.”

Halal Bihalal sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I yang bernama kecil Raden Mas Said atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

Namun, istilah Halal Bihalal saat itu dikenal dengan istilah sungkeman.

Para prajurit sekaligus masyarakat melakukan sungkem dengan keluarga Mangkunegara sekaligus bermaafan satu sama lain.

Hal ini menegaskan, tradisi silaturahmi pasca Idul Fitri (Halal Bihahal) itu sudah dimulai jauh sebelum tercetusnya istilah Halal Bihalal sendiri.

Tercetusnya Halal Bihalal tidak lepas dari situasi politik yang berkecamuk pada masa Ir Sukarno memimpin, tepatnya pada 1948 ketika Indonesia mengalami disintegrasi bangsa.

Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum.

Sementara pemberontakan terjadi di mana-mana, di antaranya adalah DI/TII dan PKI Madiun.

Bertepatan dengan bulan Ramadan, Bung Karno memanggil KH Wahab Hasbullah ke Istana Negara untuk dimintai saran terkait situasi dan kondisi politik yang berkecamuk.

KH Wahab pun memenuhi panggilan Bung Karno untuk membahas kondisi republik yang baru berumur 3 tahun.

Kemudian kedua tokoh tersebut mengeksekusi pemikiran itu di ranah masing-masing.

Ir Sukarno berpikir di jajaran masyarakat atas dalam hal ini para elite politik.

Sedangkan KH Wahab Hasbullah pada masyarakat bawah dan kalangan pesantren yang memang menjadi basis para Kyai NU.

Maka kemudian KH Wahab Hasbullah, kiai yang juga pencipta Mars Syubbanul Wathan ini menuturkan, “Sebentar lagi kan Idul Fitri, adakan pertemuan saja acara silaturahmi.”

Menanggapi ide tersebut, Bung Karno pun langsung menjawab saran Kiai Wahab, “Silaturahmi itu kan biasa. Saya pengen istilah lain.”

Tanpa basa-basi Kiai Wahab dengan entengnya menjawab.

Baca juga:  Polsek Besuki Ungkap Pencurian Handphone di Masjid Baiturrahman Besuki. Berikut tampang pelakunya

 

“Itu masalah gampang. Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah halal bihalal,” tegas Kiai Wahab.

Atas saran Kiai Wahab, Bung Karno mengundang para elit politik ke Istana Negara untuk halal Bihalal.

Sejak itu pula para elit politik bisa duduk bersama saling memaafkan dan membahas bangsa ini secara bersama-sama.

Tradisi Sungkeman

Seperti yang telah disebutkan di atas, tradisi Sungkeman dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I yang bernama kecil Raden Mas Said atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

Kegiatan sungkeman kemudian berkembang.

Sungkeman biasanya dilakukan saat lebaran dan dimulai dari orang yang lebih muda untuk meminta restu dan maaf pada orang yang lebih tua.

Secara teknis, cara sungkem lebaran dapat digambarkan dengan duduk bersimpuh atau berjongkok sambil mencium tangan orang yang lebih tua, dikutip dari laman Desa Rejuno Kabupaten Ngawi.

Istilah sungkem berasal dari bahasa Jawa yang berarti sujud atau tanda bakti.

Sungkeman adalah prosesi adat yang dilakukan oleh seseorang yang biasanya lebih muda kepada orang yang lebih tua dengan tujuan sebagai bentuk penghormatan ataupun sebagai bentuk permintaan maaf.

Selain sungkeman, juga ada istilah yang disebut dengan lahir batin.

Hal ini juga sering dilakukan oleh anak-anak hingga dewasa.

Lahir batin dilakukan dengan cara bersama sama menuju kepada rumah tetangga atau kepada sesepuh desa.

Intinya sama yakni sebagai bentuk penghormatan, silaturahmi serta sebagai wujud untuk saling memaafkan antar sesama warga.

Baca juga:  Paham Akan Maksud SBY soal Proporsional Tertutup, Kubu PKB Akui Terkait hal ini mereka Harap-harap Cemas

Tujuan sungkeman saat Idul Fitri selain untuk menghormati, juga sebagai permohonan maaf, atau “nyuwun ngapura”.

Istilah “ngapura” bisa berasal dari bahasa Arab “ghafura” yang berarti tempat pengampunan.

Makna dari tradisi sungkem lebaran yakni wujud penyesalan dan permintaan maaf dari segala perbuatan buruk yang pernah dilakukan kepada orang tua.

Sebuah hubungan antara orang yang lebih tua dengan yang lebih muda akan dapat diperbaiki dengan tradisi sungkeman.

 

Sekian Wassalam. dan Semoga paparan serta penjelasan singkat di atas itu bisa Bermanfaat untuk Seluruh pembaca di manapun anda berada.

 

Penulis By; Eko Febrianto Ketua Umum LSM Siti Jenar yang Juga Pimpinan Perusahaan Media Sitijenarnews dan Headline.News.Info

 

(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)

error: