Sitijenarnews.com Jakarta, Senin 16 Juni 2025: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) resmi menjatuhkan sanksi berupa peringatan kepada Ketua dan seluruh Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Situbondo. Sanksi dijatuhkan setelah DKPP membuktikan adanya pelanggaran kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Situbondo tahun 2024.
Sidang pembacaan putusan perkara dengan nomor registrasi 40-PKE-DKPP/I/2025 digelar secara terbuka di Jakarta, Senin (16/6/2025). Sidang ini dipimpin langsung oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito yang juga merangkap sebagai anggota majelis. Pembacaan putusan dilakukan secara bergantian oleh anggota majelis lainnya, yaitu J. Kristiadi, Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H., dan Muhammad Tio Aliansyah, S.H., M.H.

Pengadu dalam perkara ini adalah Abdul Rahman Saleh, seorang akademisi dan tim hukum dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Situbondo nomor urut 1, Yusuf Rio Wahyu Prayogo dan Ulfiyah. Ia melaporkan lima anggota KPU Situbondo yang bertindak sebagai teradu, yakni:
1. Hadi Prayitno (Ketua merangkap anggota)
2. Agita Primasanti (anggota)
3. Andi Wahyu Pratama (anggota)
4. Khairul Anam (anggota)
5. Bustanul Arifin (anggota)
Dua Pokok Pelanggaran Etik:
Majelis DKPP menemukan dua pelanggaran utama yang dilakukan oleh para komisioner KPU Situbondo. Pertama, terkait dengan distribusi Alat Peraga Kampanye (APK) dan Bahan Kampanye (BK), dan kedua, mengenai penghentian sepihak debat publik ketiga antar calon bupati.
Pada pelanggaran pertama, DKPP menyatakan bahwa para teradu tidak profesional dan tidak akuntabel dalam mendistribusikan APK dan BK kepada pasangan calon nomor urut 1. Berdasarkan Berita Acara Nomor 183 tertanggal 25 September 2024, seluruh paslon seharusnya menyerahkan desain APK dan BK paling lambat pada 26 September, dengan toleransi perbaikan hingga 28 September 2024.
Namun dalam fakta persidangan terungkap bahwa desain dari paslon nomor urut 1 sebenarnya telah dikirim oleh LO mereka, Firdausi, melalui email pada 29 September. KPU Situbondo tetap tidak memproses permintaan tersebut dan baru menyerahkan APK dan BK kepada paslon nomor 1 pada 29 Oktober 2024, dengan kekurangannya menyusul pada 4 November 2024. Alasan keterlambatan yang dikemukakan oleh para teradu, yakni desain baru dikirim tanggal 1 Oktober, dinilai tidak berdasar dan bertentangan dengan bukti yang ada.
Dalam pertimbangan hukumnya, DKPP menyatakan para teradu telah melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf d, Pasal 6 ayat (3) huruf c dan f, Pasal 15 huruf e dan g, serta Pasal 16 huruf e dari Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.
Sementara pada pelanggaran kedua, DKPP menilai para komisioner tidak cermat dan telah melanggar etika saat memutuskan penghentian debat publik ketiga yang digelar pada 22 November 2024 di Studio JTV Surabaya. Debat itu semestinya menjadi ruang publik yang krusial untuk penyampaian visi dan misi pasangan calon, namun dihentikan hanya setelah segmen pertama berlangsung.
Paslon nomor urut 1 yang sudah hadir sesuai jadwal dengan jumlah pendukung sesuai ketentuan, justru dirugikan akibat insiden yang dipicu oleh keberatan paslon nomor urut 2 terhadap atribut pakaian warna jingga bertuliskan “Patenang” yang dikenakan pendukung paslon 1. DKPP menilai keputusan penghentian debat dilakukan sepihak oleh KPU tanpa dasar hukum dan pertimbangan etik yang kuat.
Bahkan dalam persidangan terungkap bahwa pihak Polres Situbondo dan Bawaslu menyatakan siap mengamankan jalannya debat. Mereka justru menyarankan agar kegiatan debat tetap dilanjutkan, namun rekomendasi itu diabaikan oleh para komisioner KPU.
“Para teradu tidak melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang dipermasalahkan, termasuk pihak yang disebut bernama Sulam dari Partai Golkar Kecamatan Bungatan. Ini mencerminkan pengambilan keputusan yang gegabah dan tidak profesional,” tegas DKPP.
Peristiwa ini juga telah didokumentasikan sebagai temuan oleh Bawaslu Situbondo dan diregistrasi sebagai dugaan pelanggaran dengan nomor 01 dan seterusnya.
Putusan DKPP dan Perintah Lanjutan:
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan bukti yang dikumpulkan, DKPP menyatakan bahwa para teradu terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu serta pedoman perilaku penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.
Majelis DKPP kemudian memutuskan untuk menjatuhkan sanksi peringatan kepada kelima komisioner KPU Situbondo: Hadi Prayitno, Agita Primasanti, Andi Wahyu Pratama, Khairul Anam, dan Bustanul Arifin.
Dalam amar putusannya, DKPP juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan sanksi ini paling lambat dalam waktu tujuh hari sejak dibacakan, serta meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaannya.
Putusan ini diambil secara kolektif oleh tujuh anggota DKPP yang hadir dalam rapat pleno, yaitu:
Heddy Lugito (Ketua merangkap anggota)
J. Kristiadi
Dr. Ratna Dewi Pettalolo
Dr. I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi
Muhammad Tio Aliansyah
Yulianto Sudrajat
Totok Hariyono.
Pembacaan putusan dilakukan secara terbuka kepada publik untuk menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas penyelenggara pemilu.

Dengan demikian, perkara ini menegaskan bahwa pelaksanaan Pemilu haruslah dijalankan secara adil, profesional, serta berlandaskan hukum dan etika demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi.
(Redaksi | Tim Biro Sitijenarnews Group)