Sitijenarnews.com Jakarta Jum’at 24 Juni 2022; Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengatakan masih ada kasus penyiksaan perempuan yang berhadapan dengan hukum di Indonesia.

Peran aparat penegak hukum, dalam hal ini polisi, kata dia jadi penting untuk mengakhiri penyiksaan seksual pada perempuan yang berhadapan dengan hukum, atau memberikan kondisi layak bagi tahanan perempuan.
Dia berharap akan adanya pedoman yang dikeluarkan Kapolri, terkait wacana pembentukan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak bisa disegerakan.
“Karena ini bisa jadi salah satu kunci untuk pencegahan penyiksaan seksual perempuan khususnya,” katanya dalam Media Briefing Peringatan Hari Anti Penyiksaan Internasional di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/6/2022).
2. Persoalan struktural sebabkan perempuan berhadapan dengan hukum sulit dapatkan haknya.
Komnas Perempuan mencatat, isu-isu penyiksaan bagi perempuan dalam tahanan atau penangkapan terkait dengan konflik-konflik sumber daya alam atau agraria, hingga infrastruktur yang berkaitan dengan komunitas.
“Perempuan yang berhadapan dengan hukum kadang belum bisa mendapatkan hak-haknya karena berbagai persoalan struktural, termasuk penyikapan dari aparat penegak hukum yang dirasakan pernyataannya itu merendahkan, melecehkan,” kata dia.
3. KuPPP mendesak adanya ratifikasi OpCAT
Dalam rangka memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional yang akan jatuh pada 26 Juni 2022, Tim Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari Komnas Perempuan, Komnas HAM, Ombudsman RI, LPSK, dan KPAI bersama dengan Komisi Nasional Disabilitas (KND), mendesak pentingnya ratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OpCAT), sebagai upaya membebaskan Indonesia dari penyiksaan.
Hingga hari ini Indonesia belum meratifikasi protokol opsional dari konvensi internasional yang menentang penyiksaan dan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)