Siang ini Tim Awak Media Sitijenarnews Kembali Beberkan Modus Korupsi Paling Digemari Koruptor di daerah yaitu modus Suap Menyuap di Sektor Pengadaan Barang dan Jasa

Sitijenarnews.com Selasa 31 Mei 2022; Seperti Kita Ketahui Bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Siang ini Kembali mengungkapkan tindakan suap dan gratifikasi menjadi modus korupsi paling banyak dilakukan utamanya yang melibatkan Kepala daerah (BUPATI & WALIKOTA)

Dok Fhoto, Salah Satu Oknum BUPATI Rampok yang saat ini masih Ditahan Di Rutan Guntur KPK karena Modus Fee Proyek di Dinas PUPR

“Modus yang paling banyak dilakukan adalah terkait suap-menyuap dan pemberian gratifikasi Di Satu Tahun Terakhir, yaitu mencapai 802 kasus,” ujar Plt Juru Bicara bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati dalam keterangan Resmi Tertulisnya kepada Tim awak Media Sitijenarnews Selasa (31/5).

 

Tak hanya itu, pengadaan barang dan jasa juga menjadi modus korupsi yang kerap dilakukan. Ipi mencatat modus seperti itu terjadi sebanyak 263 kasus, disusul modus korupsi terkait perizinan dengan 25 kasus.

Mengenai pelaku korupsi, Ipi mencatat 345 pelaku korupsi berasal dari kalangan swasta atau dunia usaha. Angka ini bersumbangsih sekitar 25 persen dari total pelaku korupsi yang mencapai 1.360 orang. Adapun data itu diperoleh Ipi dari catatan penindakan KPK sejak 2004 hingga Desember 2021.

 

Tahun 2022 memang masih  berjalan 5 bulan, tetapi kasus korupsi sudah kembali bermunculan. Pada bulan Januari saja, selama tiga pekan berturut-turut masyarakat sudah disuguhi kabar penangkapan kepala daerah yang terjerat korupsi. Tak kurang dari tiga kepala daerah telah ditetapkan sebagai tersangka rasuah. Penangkapan ketiganya membuka lembaran hitam di awal tahun dan menambah daftar panjang kasus korupsi kepala daerah.

 

kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan KPK. Di awal tahun kemarin saja Mereka adalah Rahmat Effendi Wali Kota Bekasi, Jawa Barat yang terseret dugaan suap dalam pengadaan barang, jasa dan lelang jabatan (5/1), Abdul Gafur Mas’ud, Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang disangka korupsi suap pengadaan barang, jasa dan perizinan (13/1), dan Terbit Rencana Perangin-angin Bupati Langkat, Sumatera Utara yang diduga korupsi penerimaan hadiah atau janji proyek. Belum lagi di bulan ini ada Bupati Bogor yang Juga melakukan hal yang sama.

Baca juga:  Kaperwil MTI SUMUT Alami Penganiayaan Yang Dilakukan Seorang Wanita Yang Mengaku Sebagai ADVOKAT

Sektor infrastruktur adalah lahan basah (korupsi), sehingga banyak orang yang menjadikan infrastruktur sebagai objek korupsi, termasuk kepala daerah,

Anggaran pembangunan di daerah yang terbilang besar, membuat sektor infrastruktur menggiurkan untuk para maling uang rakyat ini. oknum kepala daerah dapat memanfaatkan dana infrastruktur sebagai penebus uang yang hilang tatkala pemilihan. Menurutnya, tak jarang kepala daerah diberikan modal politik oleh para pengusaha berupa uang untuk kampanye.

“Ketika dia terpilih dan duduk di posisi kepala daerah, butuh (dana) untuk mengembalikan modal politik awal atau untuk pemilu selanjutnya. Jadi tidak heran lagi kalau si kepala daerah memberikan proyek infrastruktur kepada pengusaha yang membantunya.

 

Ironinya sistem pengadaan yang ada, yakni electronic procurement (eprocurement) belum mampu menangkal maksud jahat para maling uang rakyat ini.Salah satu celah yang tak bisa ditangkal dari sistem itu, menurutnya, ada praktik “arisan” proyek yang diatur para kontraktor. Praktik ini merupakan permainan perusahaan yang ikut tender, dapat menggarap proyek secara rata.Misalnya ada tiga kontraktor rebut tiga proyek, nanti mereka bagi saja satu-satu.

Modus lainnya, biasanya berupa intervensi yang menentukan pemenang tender proyek dari pihak luar. Entah itu kepala daerah, legislator daerah, atau partai politik.

Nah oleh sebab itulah, sistem yang ada di lapangan yang namanya e-procurement itulah yang tidak bisa menangkal praktik yang dilakukan para kontraktor atau kepala daerah Korup di lapangan.

Jika sudah demikian, maka masyarakat di daerah yang paling berpotensi merasakan dampaknya. Terutama perkara-perkara korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa ataupun perizinan, akan memengaruhi kualitas pembangunan daerah tersebut.

 

Sehingga tidak heran lagi jika terdapat pembangunan di suatu daerah yang terdapat tindakan koruptif, maka kualitas pembangunannya tidak optimal dan pasti asal asalan.

Bagaimana pembangunan itu, mau bagus. Karena pengusaha saja untuk mengerjakan proyek sudah bayar. Itu akan dijadikan bagian dari pengeluaran mereka untuk Membayar jatah FEE Akhirnya mungkin mengorbankan spesifikasi dan Kwalitas garapannya.

Baca juga:  Siap Sukseskan pemilu 2024 jajaran Rutan Situbondo hadir dalam kegiatan Sispamkota Polres Situbondo

Mencuatnya fakta korupsi kepala daerah ini memang bukanlah hal baru. Dikutip Berdasarkan data di situs kpk.go.id, sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 tak kurang dari 22 Gubernur dan 148 bupati/wali kota telah ditindak oleh KPK. Jumlah itu tentu bisa lebih besar jika digabungkan dengan data dari Kejaksaan dan Kepolisian. Tim Investigasi Awak Media Sitijenarnews.com juga mencatat, sepanjang tahun 2010 – Juni 2018 tak kurang dari 253 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum.

Praktik rasuah yang mengemuka di awal tahun, sekali lagi ibarat fenomena gunung es. Sudah menjadi rahasia umum bahwa akar masalah dari maraknya korupsi kepala daerah salah satunya karena tingginya biaya politik.

 

Tim Investigasi Awak Media Sitijenarnews.com dan Headline.news.info juga pernah mencatat (2021) tahun lalu, mahalnya biaya politik setidaknya disebabkan dua hal yakni, politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying). Dikutip dari sebuah kajian Litbang Kemendagri tahun 2015 lalu, untuk mencalonkan diri sebagai bupati/wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp 20 – 100 miliar. Sementara, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar selama satu periode.

 

Dari beberapa kasus di atas modus yang digunakan sangat umum, mulai dari korupsi proyek pengadaan barang dan jasa, suap untuk menerbitkan izin dan juga jual beli jabatan. Sebagian besar tertangkap karena korupsi dalam proses pengadaan. Wajar saja, sektor pengadaan memang lahan basah korupsi karena anggaran yang dikucurkan sangat besar.

Kasus korupsi kepala daerah dapat dilihat dari tiga aspek. Pertama, tata kelola partai politik dan kebutuhan modalitas kontestasi elektoral. Kedua, lemahnya fungsi pengawasan, baik dalam praktik pengadaan barang, proses perizinan dan pengisian jabatan. Ketiga, rendahnya hukuman bagi pelaku korupsi sehingga tidak menimbulkan efek jera.

Baca juga:  Peringati HUT RI Ke-78, Persit Kodim 0822 Bondowoso Gelar Lomba Rias Wajah

Bagaimana Mengurangi Potensi Korupsi Di Daerah Utamanya yang Dilakukan Oleh Bupati / Kepala Daerah? 

 

Untuk mengatasinya, setidaknya dua upaya bisa diambil. Pertama, perbaikan tata kelola partai mulai dari kaderisasi hingga pendanaan partai politik. Sumber utama merebaknya korupsi tak berkesudahan oleh kepala daerah ada pada partai politik. Partai tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Mencuatnya politik berbiaya tinggi acap kali terjadi karena partai tak ubahnya sebagai mesin pengumpul dana jelang pemilu. Alhasil, partai dikelola tidak demokratis, kader instan bermunculan dengan modalitas besar bisa menyingkirkan kader potensial dari internal partai.

Kandidat yang berani memberikan mahar politik besar akan diajak bergabung dan diutamakan dalam kontestasi elektoral. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas masih menjadi catatan utama bagi tata kelola keuangan partai politik yang harus dibenahi.

Kedua, penguatan sistem pengawasan dalam proses pengadaan barang dan jasa melalui keterbukaan informasi dan data yang mudah diakses oleh masyarakat. Meski saat ini penerapan sistem pengadaan elektronik sudah dilakukan, namun masih terdapat sejumlah informasi dan data yang sulit diakses oleh masyarakat. Dengan penguatan transparansi dan akuntabilitas memberikan ruang bagi semua pihak untuk mengawasi pengadaan. Terakhir, yang tidak kalah penting dalam upaya mengatasi korupsi kepala daerah dengan mendorong aparat penegak hukum berani menjerat partai politik apabila terbukti melakukan korupsi seperti halnya pemidanaan korupsi yang melibatkan korporasi.

Harapannya kami sebagai Masyarakat kecil Semoga Kedepannya Hal ini Bisa Berkurang mengingat kami telah bosan dan jenuh melihat dan mendengar tingkah laku mereka para begal dan garong Uang Rakyat yang bersembunyi dibalik Seragam dan topeng Kebijakan ini. Sekian wassalam.

 

Penulis By; Eko Febrianto Ketua Umum LSM SITI JENAR yang Juga Pimpinan perusahaan Media Online dan Cetak Sitijenarnews. Com dan Headline. News. Info

 

(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews. Com dan Headline. News. Info)

error: