Apakah benar adanya tentang Rumor Ramai yang beredar. bahwa saat ini PBNU Sedang Diobrak-abrik

Sitijenarnews.com Jakarta Senin 20 Juni 2022; BERAGAM intrik politik hingga saling jegal lawan terus mewarnai dinamika perpolitikan tanah air menjelang Pemilu 2024.

Dok Fhoto, Logo PBNU

Terbaru, bendahara umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Mardani H. Mamin turut jadi terget.

 

Iya, Mardani kini disebut-sebut terlibat dalam dugaan kasus korupsi terkait perpanjangan dan penerbitan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).

 

Lantas, siapakah sosok Mardani Mamin, seberapa genting kasus yang menimpa dirinya dan bagaimana dampaknya terhadap peta perpolitikan ke depan?

 

Mardani Mamin di Balik Kasus Suap IUP

 

Di kalangan masyarakat awam, Mardani mungkin kurang begitu populer. Namun, dirinya cukup terkenal di kalangan pebisnis dan elite politik.

 

Sebelum didapuk menjadi bendum PBNU periode 2022-2027, pria berusia 40 tahun itu sempat jadi bupati Tanah Bumbu dua periode (20-15/2016-2018).

 

Selama menjabat bupati Tanah Bumbu, Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia(HIPMI) periode 2019-2022 itu memang jauh dari sorotan berita miring.

 

Kabar miring mengenai dirinya baru mulai mencuat usai ditunjuk sebagai bendum PBNU. Tepatnya, ketika eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo didakwa bersalah atas kasus gratifikasidari mantan direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).

 

Bermula dari perkara hukum yang menyeret Dwidjono, Lembaga antirasuah, KPK, lalu mengejar saksi lainnya, termasuk Mardani untuk dimintai keterangan seputar kasus suap tersebut.

 

Alhasil, dari penelurusan kasus itu, Mardani pun akhirnya disebut turut menerima uang suap berdasarkan keterangan yang disampaika Dwidjono dalam sidang pembacaan nota pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin pada Senin, 13 Juni 2022.

 

Menurut pengakuan terdakwa Dwidjono, Mardani sempat terlibat dalam penerimaan sejumlah aliran dana, mulai dari uang senilai Rp1 miliar dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL)hingga uang senilai Rp51,3 miliar dari PT Borneo Mandiri Prima Energy (PT BMPE).

Baca juga:  Bergaya mirip Koboi di Texas, Oknum Polisi Polairud Maluku Todong Masyarakat kecil pakai Senpi Laras Panjang

 

Sementara, Mardani juga diduga menerima uang senilai Rp 89 miliar dari PT PCN. Hal tersebut diungkap Direktur PT PCN, Christian Soetio yang dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap tersebut.

 

Menurut Christian, pihaknya mengetahui adanya aliran dana kepada Mardani melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

 

Mardani disebut pemilik saham PAR dan TSP. Kedua perusahaan bekerja sama dengan PT PCN dalam mengelola Pelabuhan batu bara dengan PT Angsa Terminal Utama (ATU).

 

Dikatakan Christian, Mardani menerima uang ratusan miliar yang ditransfer ke PT PAR dan TSP setelah membaca pesan Whatsapp dari Henry Soetio (kakak kandung Christian) yang meninggal pada Juni 2021.

High Level Game

Di balik kabar tak sedap yang menimpa dirinya, muncul pendapat pro-kontra di kalangan pengamat. Ada yang menduga pelibatan Mardani dalam kasus tersebut tak lain karena motif bisnis.

Hal tersebut dilontarkan pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana saat mengomentari berita miring yang menerpa Mardani.

Menurut Denny, perkara yang menyeret Mardani merupakan hal yang lumrah terjadi di Kalsel. Iya pun meyakini bahwa kasus yang dialami bendum PBNU itu murni kriminalisasi.

Adapun, ia berujar para kompetitor bisnis biasanya bermain dalam kasus tersebut dengan tujuan mengambil bisnis dari korban kriminalisasi.

Pendapat Denny ini tentu memantik pertanyaan lebih lanjut. Dengan kata lain, jika bendum PBNU itu benar dikriminalisasi, apa saja modus operandi untuk menjegal Mardani?

Apakah hanya sebatas ingin men-takeoverbisnis korban, atau adasetting agendalain yang perlu dikuak lebih dalam?

Tentu dalam melihat kasus ini publik perlu bijaksana. Artinya, kasus tersebut harus dilihat dalam dua sisi, yakni sisi hukum dan sisi politik.

Baca juga:  BNN dan Polri Telah Resmi Teken MoU Rehabilitasi Pecandu Narkoba

Dari sisi hukum, dugaan kasus korupsi yang menyeret Mardani berdasarkan sejumlah keterangan yang disampaikan para saksi, biarkan itu diproses secara hukum.

Namun, di balik itu semua ada persoalan politik yang juga perlu diinterpretasikan lebih jauh. Menimbang, kasus Mardani berkorelasi dengan posisi PBNU pada hajatan elektoral 2024.

Sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar yang punya pengaruh signifikan terhadap Pemilu mendatang, PBNU besar kemungkinan ikut tertelungkup imbas dari kasus tersebut.

Sandera PBNU untuk Pemilu 2024?

Hal yang dapat dibaca dari perersoalan ini tak lain dan tak bukan adalah bentuk tak kasat mata dari operasiinvisible handyang ikut masuk dalam agenda kontestasi elektoral 2024.

Dugaan kuat ini merupakan implikasi riil dari permainan dihigh level eliteyang terus berusaha menggembosi kekuatan PBNU sebagai salah satu kekuatan hijau yang menjadi penentu suksesi elektoral.

Artinya, banyak kelompok di luar kekuatan ini, atau bahkan dari dalam yang berharap hijau Islam dapat dibonsai atau minimal dibelah sehingga memberi ruang manuver bagi kekuatan lain mereorganisasi diri.

Intrik semacam ini cukup lazim dalam rumus taktikal politik: menusuklah ke dalam kekuatan besar dan obrak-abrik dari dalam, atau belahlah menjadi dua, tiga atau sebanyak mungkin, ketika kekuatan yang besar itu sulit untuk dilawan.

Sinyal pembonsaian PBNU atau Islam pada umumnya memang terbilang selalu jadi target serius, terutama dari kalangan negara berkepentingan bahkan aktor-aktor nonnegara.

Kelompok yang disebutkan terakhir ini memang bekerja di balik layer yang sukar terdeteksi. Mereka umumnya bergerak melalui apa yang kita sebut sebagaithe power of invisible hand.

Cara kerja kekuatan ini meski sulit terungkap, pengaruh dan dampaknya cukup signifikan terhadap apa yang menjadi target mereka.

Baca juga:  Aksi Nekat Kawanan Pencuri Lempar Bom Ikan (Bondet) Usai Kepercok Curi Motor di RSU Tongas Probolinggo Jatim

Dalam praktiknya, mereka selalu mengincar sesuatu yang dalam rumusan

taktikal menjadi barometer penting penghambat atau penentuending goals.

Kini mereka pun melihat Indonesia tengah menghadapi satu momentum krusial yang kelak menentukan kelangsungan agenda strategis mereka di Indonesia: bisnis dan kekuasaan.

Dua kata kunci itulah yang sulit dilepaskan dari sistem kerjainvisible handyang tiada hentinya memainkan pengaruh di setiap lini dan momentum.

Apalagi, PBNU belakangan terbaca (akan?) condong ke Amerika Serikat (AS) yang notabene merupakan salah satu kekuataninvisible handyang paling berkepentingan di balik kontestasi elektoral 2024.

Rumor kecondongan PBNU ke Paman Sam ini tidak terlepas dari sosok Ketum PBNU, K.H. Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya yang dinilai memiliki hubungan dekat dengan AS.

Kecurigaan ini semakin menguat ketika baru beberapa saat Gus Yahya dilantik, kantor ormas Islam tersebut langsung dikunjungi Dubes AS untuk Indonesia, Sung Y Kim pada Senin, 1 Maret 2022.

Sementara, sebelum-sebelumnya PBNU kerap diisukan memiliki hubungan mesra dengan China.

Kemesraan itu nampak terlihat kala PBNU sebelumnya menggelar buka puasa bersama dengan Dubes China untuk Indonesia Xiao Qian pada 4 Mei 2020.

Timbulnya perubahan ‘rasa’ dari China ke AS ini tentu menimbulkan rasa cemburu dari sang mantan. Apalagi jika hal ini dihubungkan dengan persaingan di antara kedua negara rivalitas dalam memperebutkan pesona Indonesia.

Karenanya, intrik politik yang coba dimainkan dengan harapan dapat melumpuhkan kekuatan hijau Islam (PBNU) menjadimake sense.

Dengan pembacaan itu pula menjadi masuk akal bahwa untuk dapat menguasai Indonesia ke depan, kekuataninvisible handperlu terlebih dahulu melumpuhkan salah satu kekuatan hijau melalui sanderaan politik?

 

(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)

error: