Sitijenarnews.com Situbondo Jatim Sabtu 2 Juli 2022; Biografi Benny Moerdani menunjukkan dirinya sebagai tokoh militer Indonesia yang paling berpengaruh di masa Orde Baru sekaligus sosok misterius yang sering berkecimpung di dunia intelijen.
Banyak kontroversi di balik sosok Moerdani, dirinya dikatakan sebagai perwira yang terjun langsung dalam operasi militer penanganan peristiwa pembajakan pesawat pertama dalam sejarah maskapai penerbangan Republik Indonesia dan terorisme bermotif jihad pertama di Indonesia yaitu saat pesawat Garuda Indonesia penerbangan 206 dibajak di Bandara Don Mueang, Bangkok tanggal 28 Maret 1981. Namun dirinya juga dianggap bertanggung jawab atas peristiwa Tanjung Priok dan penembakan misterius di tahun 1980.
Biografi Benny Moerdani
Biografi Benny Moerdani dimulai saat dirinya terlahir ke dunia pada tanggal 2 Oktober 1932 di Cepu, Blora yang terletak di Jawa Tengah. Bernama lengkap Leonardus Benyamin Moerdani, dirinya merupakan anak ke-3 dari 11 bersaudara pasangan R. G. Moerdani Sosrodirjo yang bekerja di kereta api dan Jeanne Roech, wanita Indo Eurasia yang berdarah setengah Jerman. Jeanne beserta anak-anaknya memeluk iman Katolik sementara sang ayah seorang Muslim.
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.
Moerdani sudah berkecimpung di dunia militer sejak dirinya masih kecil, yaitu diawali saat dirinya yang masih berumur 13 tahun memutuskan ambil bagian dalam serangan ke markas Kempetai di Solo setelah penolakan Kempetai untuk menyerah kepada pasukan Indonesia.
Dilanjutkan saat cikal bakal ABRI, Tentara Keamanan Rakyat atau TKR dibentuk dan Moerdani memutuskan untuk bergabung di bawah otoritas dari Brigade ABRI. Moerdani pun ikut ambil bagian dalam Revolusi Nasional Indonesia melawan Belanda di brigade tersebut dan berpartisipasi dalam serangan umum yang berbuah kesuksesan di Solo.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Moerdani memutuskan melanjutkan pendidikan dan berhasil tamat dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas sembari mengambil pekerjaan paruh-waktu dengan membantu pamannya menjual barang.
Saat pemerintah Indonesia melakukan demobilisasi di tahun 1951, brigade Moerdani yang dianggap berhasil melakukan tugas bersama ABRI dengan baik didaftarkan ke Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat atau P3AD dan memulai pelatihan mereka di bulan Januari 1951. Moerdani di saat bersamaan juga mengambil bagian dalam Sekolah Pelatihan Infanteri atau SPI.
Setelah menyelesaikan pendidikan militernya di bulan April 1952 di P3AD dan Mei 1952 di SPI, Moerdani diberi pangkat Pembantu Letnan Satu. Pangkatnya meningkat menjadi Letnan Dua di tahun 1954 dan ditugaskan di TT/III Siliwangi yang memiliki tujuan memelihara keamanan Jawa Barat.
Keberhasilan Kesatuan Komando Tentara Teritorium III/Siliwangi dalam menangani ancaman Darul Islam mendorong Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta untuk membentuk Satuan Pasukan Khusus yang dinamakan Kesatuan Komando Angkatan Darat atau KKAD di tahun 1954.
Saat itu Moerdani diangkat sebagai Kepala Biro Pengajaran dengan tugas menjadi pelatih bagi para prajurit yang mau bergabung KKAD. KKAD pada tahun 1956 diubah nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD dan diikuti dengan pengangkatan Moerdani menjadi Komandan Kompi tidak lama kemudian.
Moerdani sebagai anggota RPKAD turut terlibat dalam berbagai operasi militer penanganan perlawanan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI di Sumatera serta operasi militer penanganan Piagam Perjuangan Semesta atau Permesta di Sulawesi. Moerdani kemudian ditempatkan di Aceh setelah penyerahan diri PRRI dan Permesta, dan di awal tahun 1960 dirinya terpikir untuk mendaftar menjadi pilot pesawat Angkatan Darat.
Namun Ahmad Yani membujuknya dan mengirim Moerdani ke Amerika Serikat demi bergabung dengan Sekolah Infanteri Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning. Moerdani pun kemudian mendaftar ke Kursus Lanjutan Perwira Infanteri dan berlatih dengan 101st Airborne Division.
Saat Moerdani kembali ke Indonesia di tahun 1961, ABRI sedang mempersiapkan diri untuk mengambil alih Irian Barat. Moerdani pun mendapat tugas pertamanya dengan melatih pasukan terjun payung yang semestinya mendarat di belakang garis musuh dan menyusup. Setelah berbulan-bulan pasukan infanteri tidak membawa hasil nyata, maka Moerdani di bulan Mei 1962 ditugaskan memimpin penurunan pasukan terjun payung yang terdiri dari Kostrad dan tentara RPKAD.
Moerdani pun memimpin pasukannya dalam berbagai pertempuran melawan pasukan Angkatan Laut Belanda setelah mendarat di Irian Barat akhir Juni 1962. Upaya Moerdani tersebut membuahkan hasil saat PBB turut campur di bulan Agustus 1962 dan memutuskan Irian Barat diberikan ke Indonesia. Moerdani pun diberi tanggung jawab atas semua pasukan gerilya di Irian Barat setelah adanya gencatan senjata.
Moerdani kembali ke Jakarta tahun 1964 dan atas prestasinya dalam pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno bermaksud merekrutnya menjadi Ajudan Presiden serta menikahkan dirinya dengan salah satu putri Soekarno. Akan tetapi Moerdani menolak kedua penawaran Presiden Soekarno tersebut.
Di tahun yang sama, Moerdani beserta Batalyon RPKAD ditugaskan ke Kalimantan untuk bertempur melawan tentara Malaysia dan Inggris dalam perang gerilya menangani konfrontasi Indonesia-Malaysia. Namun Moerdani tidak mau menghabiskan waktu terlalu lama di Kalimantan dan memutuskan balik ke Jakarta bulan September.
Moerdani kembali bimbang dalam memutuskan arah karirnya di militer, antara menjabat menjadi komandan teritorial di Kalimantan atau menjadi atase militer. Moerdani pun memutuskan menjalani karir militernya sebagai atase militer di Beijing. Kemudian di akhir tahun 1964 Moerdani diundang ke pertemuan perwira RPKAD yang bertujuan membahas penghapusan tentara cacat dari RPKAD yang ditentang Moerdani.
Keberatan Moerdani didengar Ahmad Yani yang menjabat Panglima Angkatan Darat yang kemudian memanggil Moerdani dan menuduhnya melakukan pembangkangan. Hasil pertemuan tersebut
adalah perintah Yani agar Moerdani pindah dari RPKAD ke Kostrad. Tanggal 6 Januari 1965 Moerdani pun mematuhi perintah tersebut dan menyerahkan komando batalyon RPKAD.
Posisi pertamanya di Kostrad adalah sebagai perwira Operasi dan Biro Pelatihan. Namun peruntungannya berubah saat Letnan Kolonel Ali Moertopo selaku Asisten Intelijen Komando Tempur 1 yang mengakui potensi Moerdani saat operasi pembebasan Irian Barat. Ali kemudian merekrut Moerdani menjadi Wakil Asisten Intelijen yang merupakan pengalaman pertama kerja intelijen baginya. Moerdani juga sekaligus menjadi bagian dari tim intelijen Operasi Khusus atau Opsus yang bertugas mengumpulkan berbagai informasi intelijen di Malaysia dari Bangkok dimana dirinya menyamar menjadi penjual tiket Garuda Indonesia.
Tujuan Intelijen Komando Tempur 1 adalah menginvasi Malaysia dan upaya mereka memuncak tanggal 11 Agustus 1966 saat penandatanganan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk menormalkan hubungan kedua negara tersebut.
Moerdani tetap tinggal di Malaysia sebagai charge d’affaires dengan tugas pertama menjamin pembebasan tentara Indonesia serta para pejuang gerilya yang ditangkap selama konfrontasi. Saat penugasannya di Malaysia di Maret 1968, Moerdani menjabat kepala Konsulat Indonesia di Malaysia Barat sekaligus menjadi bagian dari Opsus yang bertugas mengawasi kejadian dalam Perang Vietnam. Menjelang akhir tahun 1969, Moerdani dipindahkan menjadi Konsul Jenderal Indonesia di Korea Selatan dimana statusnya kemudian ditingkatkan pada tahun 1973 menjadi charge d’affaires.
Karir diplomatik Moerdani berakhir saat terjadi Peristiwa Malari di Jakarta bulan Januari 1974 dimana Moerdani dipulangkan kembali ke Jakarta seminggu setelah peristiwa itu terjadi. Saat itu Presiden Soeharto mengangkat dirinya menjabat sebagai Asisten Intelijen Menteri Pertahanan dan Keamanan, Asisten Intelijen Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib, Kepala Pusat Intelijen Strategis atau Pusintelstrat serta Wakil Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara atau Bakin yang merupakan posisi-posisi dengan banyak kekuasaan.
Saat terjadi dekolonisasi Timor Timur di tahun 1975, Moerdani sangat terlibat dengan mengirimkan tentara Indonesia berkedok relawan menyusup ke Timor Timur pada bulan Agustus 1975. Namun semua operasi intelijen dihentikan saat Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur tanggal 28 November 1975 dan digantikan dengan operasi militer bernama Operasi Seroja dimana Moerdani terus terlibat sebagai perencana invasi.
Namun kemudian Moerdani kembali diakui dalam militer dengan penanganannya membebaskan para sandera dalam pembajakan pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206 di Bandara Don Mueang, Bangkok tanggal 28 Maret 1981. Dengan dasar pemikiran para pembajak tidak diperbolehkan mengintimidasi pilot pesawat untuk terbang ke negara lain, Moerdani didampingi pasukan dari Kopassandha yang sebelumnya bernama RPKAD berangkat ke Thailand. Walau rencananya sempat dihambat Pemerintah Thailand namun akhirnya mereka sepakat mengambil tindakan militer. Moerdani pun kemudian memimpin secara pribadi pasukan Kopassandha dari Bangkok dan memmenyerbu pesawat guna mengambil kendali pesawat sembari menyelamatkan para sandera.
Benny juga terkenal karena berhasil memodernisasi kekuatan ABRI dengan persenjataan yang didatangkan dari mana mana di awal 80-an. Diplomasinya membuahkan hasil datangnya berbagai tank dari Belanda, pesawat tempur dari Amerika dan Israel serta kapal kapal perang dari Korea, Belanda dan Inggris.
Puncak karir militernya terjadi saat Presiden Soeharto menunjuk dirinya menjadi Panglima ABRI dan mempromosikannya menjadi Jenderal di bulan Maret 1983 walau dirinya tidak pernah menjabat Panglima Daerah Militer atau Kodam dan Kepala Staf Angkatan Darat. Moerdani juga ditunjuk menjadi Pangkopkamtib serta mempertahankan posisi di Pusintelstrat yang berganti nama menjadi Badan Intelijen Strategis atau BAIS. Namun berbeda dengan Panglima ABRI Orde Baru sebelumnya, Moerdani tidak memegang Departemen Pertahanan Keamanan.
Berbagai langkah segera diambil Moerdani guna membenahi ABRI, dengan tujuan langsung seperti pemotongan anggaran, peningkatan efisiensi serta peningkatan profesionalisme. Langkah pembenahan tersebut antara lain terkait dengan struktur komando yaitu dengan menghapus Komando Wilayah Pertahanan atau Kowilhan dan mengubah sistem komando daerah untuk Angkatan Darat, Angkatan Laut serta Angkatan Udara.
Langkah lain Moerdani adalah dengan mengurangi porsi kurikulum non-militer Akabri guna meningkatkan kualitas input Akademi sekaligus memperkuat basis nasionalis. Selain itu Moerdani juga mengonsep sekolah menengah atas yang bertugas melatih pemuda Indonesia menjadi anggota kelompok elit nasional, yaitu SMA Taruna Nusantara yang kini ada di Magelang bersama Akademi ABRI. Moerdani juga meningkatkan kerjasama dengan Angkatan Bersenjata berbagai negara ASEAN lainnya.
Salah satu konfrontasi Moerdani dalam biografi Benny Moerdani adalah keterlibatannya dalam menangani demonstran Islam dengan cara kekerasan di Tanjung Priok pada tahun 1984 bersama Panglima Kodam V/Jayakarta. Penanganan demonstrasi tersebut berakhir dengan banyak korban jiwa namun Moerdani mengklaim para demonstran tersebut terprovokasi dan tidak bisa dikendalikan secara damai. Sebagai orang paling kuat kedua secara de facto dalam aspek sosial dan politik di Indonesia saat itu setelah Soeharto, Moerdani pun meningkatkan citranya di kalangan masyarakat Muslim dengan melakukan berbagai kunjungan ke sekolah Muslim seluruh Jawa.
Walaupun dirinya setia pada Soeharto, namun di tahun 1988 hubungannya memburuk, terutama karena Moerdani tegas mengkritik soal korupsi dan nepotisme dalam rezim Soeharto hingga menjadikannya musuh dari Prabowo Subianto yang saat itu adalah menantu Soeharto. Tahun 1988 ini juga merupakan tahun penting baginya karena saat itu digelar Sidang Umum MPR dimana Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Bukan cuma Soeharto tidak menginginkan Moerdani menjadi Wakil Presiden, namun Soeharto juga memberhentikan Moerdani dari posisi Panglima ABRI bulan Februari 1988.
Namun Soeharto kemudian mengangkat Moerdani menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan meskipun Moerdani kehilangan sebagian kekuasaannya bulan September 1988 saat Kopkamtib dibubarkan. Hubungan Soeharto dengan Moerdani kembali memburuk dengan munculnya tuduhan Moerdani merencanakan kudeta yang mendorong Soeharto menjanjikan tindakan keras bagi siapa saja yang berani menggantikannya secara inkonstitusional.
Moerdani meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada pukul 01.00 WIB hari Minggu, 29 Agustus 2004 di usia 71 tahun akibat stroke dan infeksi paru dan meninggalkan seorang istri, satu putri serta lima cucu. Jenazahnya kemudian disemayamkan di rumah duka dan Markas Besar TNI Angkatan Darat dimana dilakukan upacara penghormatan yang dipimpin Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu. Moerdani pun dimakamkan di hari yang sama di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan Panglima TNI, Jenderal TNI Endriartono Sutarto selaku inspektur upacara.
Demikian informasi singkat terkait biografi Benny Moerdani, semoga jasa dan pengorbanannya terus diingat serta dihormati masyarakat Indonesia.
Penulis By; Eko Febrianto Ketua Umum Lsm Siti Jenar Yang Juga Pimpinan Perusahaan Serta Redaksi Media Online dan Cetak sitijenarnews.com dan Headline.news.info
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews.com Dan Headline.news.info)