Sitijenarnews.com Situbondo Jatim Sabtu 30 Juli 2022; Terjadinya Penangkapan 6 Tersangka kasus UKL – UPL atau Dokumen Pendukung pinjaman Dana PEN dengan kerugian keuangan negara Ratusan juta Rupiah di Situbondo sampai saat ini terus menjadi perbincangan hangat publik Jawa Timur utamanya masyarakat Situbondo.
Terkait meledaknya beberapa kasus kasus korupsi di Kabupaten Situbondo belakangan ini menimbulkan rasa penasaran publik yang cukup luar biasa baik di tataran ruang elite dan di akar rumput. Pertanyaan Terkait korupsi ini banyak masuk ke Email dan Web. Media kami tentang apa itu korupsi, gratifikasi. Bahkan tentang pengembalian keuangan negara atas kasus korupsi. Ini menjadi ramai masuk ke Redaksi kami.
Nah diwaktu Senggang ini kami menarik untuk menjawab pertanyaan yang paling banyak masuk di Redaksi yaitu juga Terkait pengembalian yang telah dilakukan oleh para tersangka Korupsi UKL – UPL di Situbondo yang mana publik banyak merasa penasaran. Dengan contoh pertanyaan yang masuk seperti; loh informasi yang beredar di kalangan masyarakat luas katanya udah dikembalikan kok masih ditahan dan ditetapkan sebagai Tersangka.?
Jawabannya;
Oke Mau benar atau tidaknya Atau dikembalikan atau tidak saya kira dan menurut hemat saya itu tidak akan mengubah alur cerita endingnya nanti di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Memang saya juga sepakat bahwa salah satu tujuan pemberantasan korupsi di Indonesia ini adalah salah satunya mengembalikan kerugian negara, tapi hal itu tidak bisa ujuk – ujuk kita tafsirkan cukup dengan melakukan restorasi tetapi juga ada restributive justice. Yang menekankan pada hukuman, yang mana para tersangka itu harus dihukum setimpal dengan perbuatannya yang menjadi efek jera dan Pembelajaran bagi calon-calon koruptor lainnya
Nah kali ini saya akan coba menjawab pertanyaan Anda dimulai dari dasar,Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, kedudukan sanksi pidana bagi koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsinya dapat diuraikan sebagai berikut:
Relevansi antara pengembalian uang hasil korupsi terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan (terhadap pelaku) dijelaskan dalam pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta penjelasannya. Dalam pasal 4 UU 31/1999 dinyatakan antara lain bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 UU tersebut.Kemudian, di dalam penjelasan pasal 4 UU 31/1999 dijelaskan sebagai berikut:
“Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
“Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan.”
Kemudian, merujuk pada pasal 2 UU 31/1999 serta penjelasannya, antara lain diketahui bahwa unsur dapat merugikan negara dalam tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Dengan demikian, suatu perbuatan yang berpotensi merugikan keuangan negara sudah dapat dikategorikan sebagai korupsi.
Memang, kerugian negara itu ditanggung sendiri oleh terpidana korupsi yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi melalui sanksi pidana yang dijatuhkan kepadanya. Sebagamana dijelaskan dalam paparan saya diatas, hakimlah yang menentukan berapa jumlah uang pengganti yang harus terpidana korupsi bayar dan hukuman lainnya untuk mengembalikan kekayaan negara yang dirugikan akibat tindak pidana korupsi melalui putusannya. Artinya, pengembalian kekayaan negara atas tindak pidana korupsi itu dilakukan setelah ada proses pidana dan putusan pengadilan.
Lalu bagaimana jika seorang koruptor atas inisiatifnya sendiri mengembalikan uang yang telah dia korupsi sebelum putusan pengadilan? Apakah kasus koruptor tersebut masih terus dilakukan proses hukumnya sampai putusan pengadilan atau justru dibebaskan?
Pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi akan dijadikan salah satu alat bukti dalam persidangan. Dengan begitu, pembuktian adanya suap maupun korupsi yang dilakukan seseorang akan lebih memudahkan tim penuntut umum nantinya.
Nah apabila si tersangka Kooperatif boleh jadi Pengembalian uang oleh tersangka maupun terdakwa akan dijadikan bahan meringankan dalam tuntutan oleh penuntut umum.
Sebelumnya menjawab lebih Detail nya, mari kita simak terlebih dahulu pasal-pasal yang menjerat pelaku kejahatan korupsi dalam UU no 31 tahun 1999 (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh (“UU 20/2001”) sebagai berikut:
Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Nah untuk Menjawab pertanyaan Anda tadi diatas, kami coba mengacu pada Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor:
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan.
Karena Pengembalian uang atau kerugian negara oleh terdakwa dapat menjadi alasan bagi hakim untuk mengurangi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa yang bersangkutan.
Pengembalian tersebut, dengan berarti ada iktikad baik untuk memperbaiki kesalahan. Ia menegaskan pengembalian uang itu hanya mengurangi pidana, tetapi bukan mengurangi sifat melawan hukum.
Dalam praktek, pengembalian hasil tindak pidana sering dikaitkan dengan waktunya. Bila pengembalian dilakukan sebelum penyidikan dimulai, seringkali diartikan menghapus tindak pidana yang dilakukan seseorang. Namun, bila dilakukan setelah penyidikan dimulai, pengembalian itu tidak menghapus tindak pidana. Menurut saya sih, dikembalikan sebelum atau sesudah penyidikan itu tetap melawan hukum. Misalnya seseorang mencuri, lalu mengembalikan barang curian sebelum orang lain tahu, itu tetap tindak pidana.
Jadi, meskipun pelaku tindak pidana korupsi (koruptor) itu telah mengembalikan keuangan negara yang telah ia korupsi sebelum putusan pengadilan dijatuhkan, proses hukumnya tetap berjalan karena tindak pidananya telah terjadi. Akan tetapi, pengembalian uang yang telah dikorupsi dapat menjadi faktor yang meringankan bagi terdakwa saat hakim menjatuhkan putusan.
Walau benar memanglah terdapat relevansi antara pengembalian hasil korupsi dengan sanksi pidana yang dijatuhkan kepada si pelaku. Di satu sisi, pengembalian uang hasil korupsi dapat menjadi alasan bagi hakim untuk mengurangi pidana bagi si pelaku, tapi tidak menghapuskan pidananya. Demikian menurut peraturan perundang-undangan dan praktek atau kebiasaan yang berlaku.
Nah menjadi beda kalau kita berbicara kasus gratifikasi yang mana penerapannya pun sedikit beda misalnya. jikalau terkait mekanisme pengambalian gratifikasi dapat dilaporkan sejak awal yaitu dalam waktu maksimal 30 hari kerja sejak gratifikasi tersebut dia terima. Sehingga jika hal tersebuf baru dilaporkan dan saat proses hukum sudah terlanjur berjalan atau dilakukan maka tetap tidak menghapus jeratan pidana juga.
Karena apapun bentuk korupsi itu saya kira adalah kejahatan extraordinay yang tidak bisa hanya dengan metode perbaikan dan pengembalian dana penyelewengan saja akan tetapi lebih efektif dengan sangsi hukuman sebagai sebuah Shock terapi dan sebagai punishment
Sekian Terimakasih dan Selamat Siang. Semoga paparan saya diatas bisa menambah wawasan dan menjawab semua pertanyaan yang banyak masuk ke Redaksi tentang pengembalian oleh para pelaku korupsi. Semoga pula tulisan diatas menjadi ilmu yang bermanfaat dan barokah. Aamiin..
Dokumentasi video penangkapan 6 Pelaku Korupsi UKL UPL di Situbondo beberapa saat lalu;
Penulis By; Eko Febrianto Ketua Umum LSM SITI JENAR yang Juga Pimpinan Perusahaan dan Redaksi Media Online dan Cetak Sitijenarnews.com dan Headline.news.info
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews.com dan Headline.news.info)