Sitjenarnews.com Jakarta Jum’at 23 Desember 2022: Saut Situmorang, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menanggapi pernyataan Menko Marvest Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta KPK agar tidak sering melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Saut menegaskan, KPK tidak bisa dilarang-larang untuk melakukan OTT karena lembaga antirasuah itu memiliki kewenangan untuk menangani korupsi.
“Kalau Anda bicara korupsi, ya, KPK yang mengerjakan. Harus OTT, jangan dilarang-larang. Memang Anda siapa melarang-larang orang melakukan OTT?” tutur Saut, Rabu (21/12)lusa kemarin.
Bagi Saut, memang sulit untuk memastikan ada atau tidaknya kepentingan pribadi dari seorang pejabat yang berbicara mengenai suatu tindak pidana.
“Sulit kita memastikan seorang kepala negara atau katakanlah menteri kalau dia bicara bebas dari kepentingan pribadinya. Saya tidak menuduh siapa pun punya kepentingan pribadi, tapi belajar dari kasus-kasus yang ada, konflik-konflik peristiwa yang menyangkut pidana, kita cenderung tidak mau menegakkan aturan, mengembalikan pada prosesnya,” katanya lagi.
Saut menegaskan, operasi senyap yang dilakukan oleh KPK merupakan bentuk penindakan yang sudah melalui proses yang sangat matang. Sebelum melakukan OTT, KPK sudah mengantongi alat bukti yang cukup.
“Pertama, yang harus dipahami, bagaimana KPK melaksanakan OTT. Itu kan bukan proses yang gampang untuk melakukan OTT,” tuturnya berapi-api. “Itu bukan mencari-cari orang yang salah untuk kemudian ditargetkan. Tidak begitu.”
Operasi tangkap tangan, menurut Saut, dimulai dari sebuah proses yang sangat sarat dengan pengumpulan dua alat bukti. Biasanya, itu bukanlah proses yang pertama seseorang itu melakukan korupsi.
Lebih jauh Saut menguraikan, pihak yang terjaring OTT biasanya sudah “karatan” dalam melakukan aksi rasuah. Bisa jadi lebih dari satu kali, sebelum akhirnya tertangkap.
Ia lantas menjadikan penangkapan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur sebagai contoh kasus. Perkaranya, dugaan suap pengelolaan dana hibah di Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Kata Saut, “Kalau kemudian ada bukti-bukti yang kuat bahwa ada orang nakal, ada orang jahat yang bikin negeri ini rugi, yang bikin negeri ini terpuruk, kalau kita kembali ke kasus yang Surabaya saja.”
Ia menambahkan, “Dana itu sebenarnya milik masyarakat. Dipotong sekian persen. Lantas mau dibela-bela? Kejam namanya itu kalau membela-bela mereka [koruptor] .”
Ia juga mengungkapkan bahwa pelaksanaan OTT memang memiliki dampak yang cukup luas, sebab melalui operasi senyap itu tidak jarang banyak pihak lain yang terseret.
“Itu yang sebenarnya ditakutkan dari sebuah OTT,” ujarnya tegas.
Meski begitu, hal seperti itu tidak boleh menjadi alasan untuk meminta KPK berhenti melaksanakan OTT. “Karena itu adalah bagian dari tugas-tugas kita sebagai manusia,” ujarnya lagi.
Ketika Saut masih duduk di jajaran pimpinan KPK, ada pernyataan serupa dari seorang menteri yang menilai bahwa OTT menghambat investasi di Indonesia. Pernyataan ini harus dilawan karena menyalahkan hal yang sejatinya benar.
“Seorang menteri tingkat tinggi pernah bicara seperti itu. Itu konyol namanya. Bagaimana kita di suatu negara memerangi kejahatan, kok, dianggapnya justru menghambat investasi,” tukas Saut.
Lebih jauh, Saut menilai, usulan digitalisasi di berbagai sektor untuk menutup celah terjadinya korupsi masih sulit dilakukan. Dalam kenyataannya, imbuh Saut, tindakan di lapangan justru masih pada tahap analog.
“Jadi, kita itu hanya teknologinya digital,” ujarnya, “tetapi dalam berpikir, dalam melaksanakan, kita selalu sangat analog.”
Saut menuturkan, digitalisasi sistem di berbagai sektor harus dibarengi dengan mengedepankan kepentingan masyarakat. Teknologi secanggih apa pun tidak bisa mencegah terjadinya korupsi, jika masih ada kepentingan pribadi di dalamnya.
“Kalau Anda bicara era digital, karena kemarin kan disinggung-singgung soal digital tuh, itu pintunya sangat sempit sehingga kemudian Anda sulit untuk melakukan kecurangan-kecurangan,” tuturnya.
Tetapi di negeri ini, kata Saut, pintunya lebar dan pintu yang lebar itu adalah akibat konflik kepentingan pribadinya lebih nonjol daripada kepentingan masyarakat.
Saut berkata, “Anda mempunyai teknologi kayak apa pun, Anda akan tetap rugi.”
(Red/Tim-Biro Pusat Sitjenarnews)