Sitijenarnews.com Jakarta Selasa 31 Mei 2022; Seperti Diketahui saat ini Polri Dikritik Keras dari berbagai arah Soal kasus AKBP Brotoseno, kali Ini datang dari Komisi III DPR: Memang Brotoseno itu Berkelakuan Baik untuk Polisi, Tapi dia itu Bajingan dan Sampah Peradaban Untuk Bangsa Serta Negara Kita.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa mengkritik alasan Polri yang tetap mempertahankan R Brotoseno di tubuh kepolisian dengan alasan berprestasi dan berkelakuan baik.
Desmond mempertanyakan parameter prestasi dan berkelakuan baik Brotoseno. Apakah buat bangsa secara menyeluruh atau khusus hanya untuk Polri?
“Parameter berkelakuan baik ini terhadap institusi atau bangsa ini. Kalau dia berkelakuan baik untuk kepolisian, tapi untuk bangsa ini bajingan, itu berkelakuan baik apa? Jadi parameternya, jadi ricuh saja menurut saya,” kata Desmond di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Perilaku baik dan prestasi Brotoseno yang diklaim Polri tentu menjadi tanda tanya besar bagi publik. Mengingat rekam jejak Brotoseno yang merupakan eks napi korupsi.
“Jadi parameter kepolisian itu berkelakuan baik, tapi merugikan bangsa ini karena dia korup. Berarti kepolisian menilainya agak susah kita. Berarti lembaga kepolisian sebagai lembaga negara ya harus kita evaluasi,” kata Desmond.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa pun mempertanyakan klaim Polri yang menyebut Brotoseno berkelakuan baik dan berprestasi. Menurut Desmond, klaim tersebut keliru sebab yang bersangkutan telah divonis bersalah.
“Tindakan yang tidak tegas atas putusan pidana, tapi dianggap seolah-olah berprestasi, prestasi apa? Seharusnya seseorang yang karena peradilan pidana, prestasinya itu enggak ada. Pencuri, kok. Maling, kok,” kata Desmond kepada wartawan di kompleks parlemen, Selasa (31/5).
Desmond menilai keputusan Polri untuk mempertahankan Brotoseno justru merusak citra korps Bhayangkara. Menurut dia, seseorang apalagi anggota kepolisian yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana mestinya tak pantas dipertahankan.
Politikus Gerindra itu karenanya heran terkait keputusan Polri mempertahankan yang bersangkutan.
“Nah, terlalu membela anggotanya inilah menurut saya yang akan merusak citra lembaga kepolisian itu sendiri,” kata Desmond.
Politikus Gerindra itu mempertanyakan parameter yang digunakan Polri untuk mempertahankan Brotoseno. Jika dianggap berkelakuan baik, toh faktanya Brotoseno telah merugikan negara dengan menerima suap.
Komisi III DPR, kata Desmond, akan mempertanyakan hal itu secara langsung kepada Polri dalam rapat dengar pendapat yang bakal digelar dalam waktu dekat. Dia bahkan akan mengevaluasi pimpinan Polri dalam kasus itu.
“Kalau dia berkelakuan baik untuk kepolisian, tapi untuk bangsa ini bajingan, itu berkelakuan baik apa,” katanya.
“Pimpinan kepolisiannya harus kita evaluasi. Atau UU kepolisiannya harus kita evaluasi. Karena tidak seiring dengan keinginan masyarakat. Tidak seiring dengan moral masyarakat,” tambah Desmond.
Senada juga Disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto. Dia menyampaikan bahwa Komisi III DPR memastikan bakal mencecar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait polemik Raden Brotoseno, polisi eks napi korupsi yang kini masih aktif di tubuh Polri.
Kepastian tersebut disampaikan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto yang menyatakan, pihaknya sedang mempersiapkan sejumlah pertanyaan kepada orang nomor satu Polri tersebut.
“Sebentar lagi, rapat nanti Minggu depan. Nanti boleh kita sisipkan dalam pertanyaan,” kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Bambang mengungkapkan, pertanyaan demi pertanyaan berkaitan Brotoseno bakal diajukan Komisi III kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit pada rapat kerja tersebut. Pertanyaan tersebut mulai dari apa yang menjadi alasan kepolisian mempertahankan Brotoseno hingga klaim Polri yang menyebut Brotoseno berkelakuan baik.
“Prestasinya kayak apa kok bisa dimaafkan? Perilakunya baiknya kaya apa kok masih bisa dimaafkan? Aturan mainmu seperti apa? Nanti kita boleh bacakan bersama-sama,” kata Bambang.
Seperti Diketahui, dan Diberitakan Sebelumnya Oleh Media Online dan Cetak Sitijenarnews.com Bahwa.Brotoseno merupakan eks napi korupsi cetak sawah pada tahun 2016 di Kalimantan. Dia diduga menerima suap senilai Rp1,9 miliar dari total yang dijanjikan senilai Rp3 miliar.
Ketika itu, Brotoseno berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) dan menjabat sebagai Kanit di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. Suap yang diberikan kepada Brotoseno dimaksudkan untuk memperlambat proses penyidikan.
Singkat cerita, pada tahun 2017 Brotoseno akhirnya divonis lima tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Tiga tahun kemudian dia dinyatakan bebas bersyarat yakni pada 15 Februari 2020.
Sosok Brotoseno ini sendiri sempat ramai diperbincangkan lantaran dikabarkan berpacaran dengan Angelina Sondakh yang ketika itu tersangkut kasus korupsi proyek Wisma Atlet. Sampai pada akhirnya Brotoseno yang ketika itu menjabat sebagai penyidik KPK dikembalikan oleh Ketua KPK ke Mabes Polri.
Belakangan, Polri mengakui jika pihaknya tidak memecat Brotoseno. Salah satu pertimbangannya karena yang bersangkutan diklaim berprestasi.
Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Pol Ferdy Sambo membeberkan tiga poin pertimbangan dalam putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri atau KKEP.
Pertama, rangkaian kejadian penyuapan terhadap Brotoseno dari terpidana Haris Artur Haidir selaku penyuap dalam sidang Kasasi dinyatakan bebas (2018); Nomor Putusan: 1643-K/pidsus/2018. Tanggal 14-11-2018.
Kedua, Brotoseno dianggap telah menjalani masa hukuman tiga tahun tiga bulan penjara dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lima tahun karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan atau Lapas.
“Ketiga, adanya pernyataan atasan AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian,” kata Sambo dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (30/5/2022).
Sambo menyebut, keputusan Sidang KKEP itu tertuang dalam Surat Putusan Nomor: PUT/72/X/2020, tanggal 13 Oktober 2020. Dalam persidangan, Brotoseno terbukti secara sah melanggar Pasal 7 Ayat (1) huruf b, Pasal 7 Ayat (1) huruf c, Pasal 13 Wyat (1) huruf a, Pasal 13 Ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri Nomor 14 tentang KEPP.
“Dan dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi,” katanya.
Memang Benar adanya Polemik AKBP Brotoseno yang Tak Dipecat Meski Jadi Koruptor hal ini Mirip Kasus Jaksa Pinangki.
Sontak, hal itu langsung menjadi sorotan tajam sejumlah tokoh dan masyarakat. Fenomena koruptor yang tidak dipecat itu juga membuat ICW langsung menyurati Polri.
Tentu saja, kasus Brotoseno menjadi polemik di tengah masyarakat, khususnya mengapa kejahatan luar biasa seperti korupsi dianggap sebelah mata, serta malah menguntungkan bagi pihak koruptor.
Kasus koruptor yang tidak dipecat nyatanya tidak pertama kali terjadi di Indonesia. Sebelumnya, hal serupa juga sempat dialami oleh tersangka kasus korupsi pengurusan fatwa di Mahkamah Agung, yakni Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Pinangki terbukti melakukan tindak korupsi sebanyak 3 kali. Pertama adalah menerima suap. Lalu kedua ia juga terlibat kasus pencucian uang.
Ketiga, Pinangki terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan tersangka Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya, demi mendapatkan fatwa Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2020 lalu.
Pinangki yang diketahui masih menjabat sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung terbukti bersalah. Ia divonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 600 juta.
Namun usut punya usut, ternyata Pinangki masih menerima gaji bersih dari jabatan dan instansinya, meski sudah dinyatakan sebagai tersangka korupsi. Hal ini tentu menimbulkan kontroversi dan gelombang kritik dari masyarakat.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, saat itu menegaskan pihaknya akan terus mendorong KPK untuk bisa menelusuri status kerja Pinangki, yang sampai saat itu masih menerima gaji dari negara.
Pinangki sendiri masih berstatus sebagai PNS hingga Agustus 2021. Ia akhirnya baru resmi dipecat oleh Jaksa Agung dari jabatan serta status PNS-nya pada 6 Agustus 2021.
Permasalahan soal pecat memecat jabatan akibat korupsi ini tentu perlu dikaji ulang, mengingat kerugian yang dihasilkan berdampak pada keuangan negara dan hak rakyat yang ada didalamnya.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)