Sitijenarnews.com Surabaya Jatim Sabtu 27 Mei 2023: Sidang lanjutan dugaan kasus jual beli jabatan dan fee proyek dengan terdakwa Bupati nonaktif Abdul Latif Amin Imron menguak fakta baru. Terutama, mengenai aliran fee proyek di lingkungan Pemkab Bangkalan.
Terungkap dalam fakta persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya Jumat (26/5) bahwa fee proyek mengalir ke mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal dan Tyas Pambudi selaku anak buah La Nyalla Mattalitti.
Dalam sidang tersebut delapan saksi dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Di antaranya, M. Sodiq sebagai komisioner Komisi Informasi (KI) Bangkalan. Kemudian, Subhan Evendy dan Januar Perdana. Keduanya merupakan kontraktor.
Berikutnya, JPU juga menghadirkan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bangkalan Moh. Ridwan, Tyas Pambudi, Sigit Kurniawan (karyawan Tyas), Abdul Hafid (pengusaha besi tua), dan Ayu Khoirunita (istri kedua bupati nonaktif Ra Latif ).
Ketika sidang baru dimulai Jumat (26/5), Ayu Khoirunita mendadak pamit untuk tidak ikut sidang. Permintaan itu dikabulkan oleh majelis hakim.
JPU mencecar kesaksian M. Sodiq. Dia menyatakan bahwa pada 2017 Ra Latif memutuskan maju sebagai calon bupati. Saat itu dia diajak Muhammad Fahad (ketua DPRD) untuk jadi tim pemenangan.
Lalu, pada 2018, Ra Latif terpilih menjadi bupati. Kemudian, satu tahun berikutnya Fahad terpilih menjadi anggota DPRD Bangkalan. Fahad ditunjuk Ra Latif menjadi Ketua Forum Asosiasi Pengusaha Konstruksi Kabupaten Bangkalan. Anggotanya terdiri atas Gapensi, Askonas, Gapeksindo, Gapeknas, Aspeksin do, dan Hipsindo.
Di depan majelis hakim, Sodiq menyampaikan bahwa pada 2019 pihaknya diminta Fahad untuk membantu Fuad Amin (almarhum) mengatur proyek. Ketika itu, dia ditugaskan mengatur proyek penunjukan langsung (PL) sebanyak 250 titik. Anggarannya sekitar Rp 200 juta per paket dengan total Rp 50 miliar.
Ratusan PL itu diberikan kepada kepala desa secara cuma-cuma sebagai hadiah lantaran Ra Latif terpilih menjadi bupati. ”Saya tidak komunikasi dengan terdakwa (Ra Latif ). Waktu 2019 saya hanya komunikasi dengan Fuad Amin dengan Fahad untuk mengatur proyek itu,” terang dia.
Adapun, lanjut Sodiq, untuk proyek tender pada 2019 dikoordinasi Ardiansyah. Fee proyek itu 5–10 persen dengan nilai mencapai Rp 1,8 miliar. ”Uang fee diantar ke Fahad,” urainya.
Sodiq kembali menyampaikan, saat Fuad Amin meninggal dunia, pihaknya berkomunikasi dengan Ra Latif dan sering ke pendopo. Ketika itu pihaknya sudah mau berhenti, tapi Fahad meminta tolong untuk terus membantu.
Di depan majelis hakim, Hafid juga menyampaikan bahwa dirinya berprofesi sebagai pengusaha besi tua di Jakarta. Dia mengenal Ra Latif ketika mondok di Ponpes Syaikhona Moh. Kholil.
Pada 2021, Hafid diminta tolong bupati untuk menyicil rumah di Surabaya. Harga rumahnya Rp 8 miliar. Setiap bulan Rp 134 juta dan uang dari Ra Latif Rp 3,4 miliar. ”Kalau ada perintah kiai, saya iyaiya saja. Saya mengharap barokahnya,” tuturnya.
Risang Bima Wijaya selaku kuasa hukum Ra Latif mengatakan, uang fee proyek yang terkumpul dari Sodiq sebesar Rp 4,1 miliar. Uang itu tidak diserahkan kepada bupati langsung. Dalam fakta persidangan, uang itu mengalir kepada mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal.
Uang tersebut, lanjut Risang, untuk menutup kasus korupsi kambing etawa yang menyeret mantan bupati RK Makmun Ibnu Fuad. Lalu, hasil fee proyek itu juga untuk disetor ke Tyas dalam rangka mengunduh proyek dari pemerintah pusat.
JPU KPK Ricky BM mengatakan, mengenai fee proyek yang mengalir ke mantan Kasipidsus Bangkalan M. Iqbal dan Tyas, nantinya akan dilaporkan kepada penyidik KPK. Sebab, hal itu menjadi ranah penyidik untuk melakukan pengembangan atau tidak.
”JPU fokus ke sidang. Setiap sidang pasti kami laporkan kepada penyidik,” tandasnya
(Red/Tim-Biro Sitijenarnews Group Surabaya Jatim)