Sitijenarnews.Com Jakarta Minggu 15 Mei 2022; FIX SUDAH ANGGARAN untuk pemilihan umum (pemilu) disepakati sebesar Rp76 triliun. Kesepakatan itu merupakan hasil dari rapat konsinyering antara Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Kementerian Dalam Negeri yang digelar Kamis (12/5) hingga Sabtu (14/5).
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Rifki Karsayuda menjelaskan anggaran itu akan dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai tahun 2022, 2023, hingga 2024. Hal lain yang disepakati dalam rapat itu, ujar dia, mengenai durasi masa kampanye.
KPU RI, terang Rifki, mengusulkan durasi kampanye pemilu 2024 selama 90 hari. Namun, seluruh fraksi di Komisi II DPR RI meminta untuk disederhanakan menjadi 75 hari. Penyederhanaan durasi kampanye, terang Rifki, dapat dilakukan dengan dua catatan. Pertama, terang dia, ada perubahan mekanisme pengaturan tentang pengadaan barang dan jasa atau logistik pemilu yang lebih simpel, efisien, transparan dan akuntabel.
“Dengan menggunakan elektronik katalog dan penyebaran pencetakan di beberapa tempat di Indonesia. Sehingga penyebaran distribusinya bisa sebangun dengan masa kampanye yang tidak terlalu lama,” tuturnya.Kepada tim awak media Sitijenarnews.
Kedua, DPR RI meminta pada pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk segera menyusun kodifikasi hukum acara pemilu. Kodifikasi ini, menurutnya tidak hanya melibatkan pemerintah dan penyelenggara pemilu. Tetapi juga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
“Karena itu, seluruh pihak termasuk DPR akan bekerja maksimal mewujudkan kodifikasi hukum acara pemilu. Memastikan waktu penyelesaian sengketa dan mekanisme hukum bisa tepat waktu,” tuturnya.
Melalui kodifikasi tersebut, menurut Rifki DPR menyakini proses pelantikan dan periodisasi jabatan politik tidak terganggu. Adapun hal terakhir yang disepakti dalam rapat yakni mengenai digitalisasi. Seluruh pihak, ujar dia, sepakat tidak akan menggunakan sistem elektronik voting (E-voting) pada pemilu 2024.
“Sistem informasi yang digunakan sekarang oleh KPU dan Bawaslu akan dipertahankan dan wacana untuk menerapkan E-votting tidak akan digunakan pada 2024,” ucapnya.
Adapun pertimbangan tidak digunakan E-voting pada pemilu mendatang menurut Rifki, karena infrastruktur jaringan internet dan teknologi informasi di Indonesia belum merata. Ia menegaskan bahwa kesepakatan yang dibahas dalam rapat konsinyering belum menjadi keputusan resmi.
“Konsiyering untuk menyamakan persepsi dan ini bukan agenda keputusan resmi bersama. Keputusan resminya akan diambil melalui rapat dengar pendapat di DPR,” pungkasnya.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)