Sitijenarnews.com Situbondo Jatim Rabu 15 Juni 2022; Seperti kita ketahui Baru-baru ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menerapkan sistem restorative justice atau keadilan restoratif terhadap kasus pencurian sapi yang dilakukan seorang anak terhadap ibunya di wilayah Asembagus, Situbondo, Jawa Timur.Penerapan restorative justice dalam penyelesaian sebuah perkara tidak hanya sekali dilakukan loh di Republik ini. Tapi ntahlah ada apa lagi – lagi SITUBONDO ini ya.?
Padahal jelas sekali Sejak tahun 2020 hingga awal Maret 2022, sudah lebih dari 823 kasus diselesaikan pihak Kejaksaan secara restorative justice.
“Semenjak diundangkannya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, lebih dari 823 tindak pidana umum telah diselesaikan oleh kejaksaan melalui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Fadil Zumhana dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (23/3/2022) lalu.
Bahkan, Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin kalau sangatlah berharap kejaksaan ini bisa lebih dikenal publik sebagai institusi yang mengedepankan hati nurani dan keadilan restoratif.
Arti restorative justice
Adapun secara prinsip restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana, yang dalam mekanisme (tata cara peradilan pidana) fokus pidana diubah menjadi proses dialog dan mediasi.
Dalam restorative justice, dialog dan mediasi melibatkan beberapa pihak, yang secara umum bertujuan untuk menciptakan kesepatakan atas penyelesaian perkara pidana.
Sejumlah instansi penegak hukum di Indonesia baik Itu KEPOLISIAN dan KEJAKSAAN juga memiliki aturan terkait restorative justice ini.
Yang mana jelas adanya bahwa Restorative justice adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Dalam prinsip restorative justice adalah tata cara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi. Hal ini untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi para pihak korban dan pelaku.
restorative justice itu sendiri memiliki makna keadilan yang merestorasi. Namun, apa yang sebenarnya direstorasi? Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Proses penegakan hukum dalam penyelesaian perkara tindak pidana melalui pendekatan restorative justice di Indonesia dilakukan Kejaksaan mengacu pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restoratif atau restorative justice adalah berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Dikutip dari laman resmi Kejaksaan Republik Indonesia, Perja ini juga mencoba untuk meminimalisir over capacity Lapas yang menjadi momok bagi Lapas di Indonesia. Selain itu, muatan Perja ini juga terkandung untuk meminimalisir penyimpangan kekuasaan penuntutan serta memulihkan kondisi sosial secara langsung di masyarakat. Ini juga menjadi salah satu kebijakan dalam menjawab keresahan publik tentang hukum tajam ke bawah, namun tumpul ke atas yang selama ini seolah menjadi kelaziman.
Yang mana Berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020, syarat restorative justice adalah : Tindak Pidana yang baru pertama kali dilakukan Kerugian di bawah Rp 2,5 juta Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban Tersangka mengganti kerugian korban Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana Restorative justice dikecualikan untuk tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan. Kemudian tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, lingkungan hidup, dan yang dilakukan korporasi.
Kejaksaan Agung memanglah tetap merujuk pada Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selanjutnya, landasan penerapan restorative justice oleh Mahkamah Agung juga diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum yang terbit pada 22 Desember 2020 lalu.
Kemudian Senada dengan Jaksa Agung Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo juga menerbitkan surat edaran pada 19 Februari 2021 yang salah satu isinya meminta penyidik mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
Sementara Saat dikonfirmasi Melalui Sambungan Telfonnya oleh Tim Awak Media Sitijenarnews,com.Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak berharap prinsip penyelesaian hukum secara restorative justice atau keadilan restoratif oleh Kejaksaan dapat ditingkatkan.
“Tentu saja ke depan penyelesaian perkara lewat restorative justice ini perlu ditingkatkan lagi sebagai upaya mengembangkan alternatif pemidanaan modern dan juga untuk menyelesaikan over capacity Lembaga Pemasyarakatan yang sudah darurat,” ujar Barita kepada Tim Awak Media Sitijenarnews.com, Rabu Siang (15/6/2022).
Ia pun menjelaskan bahwa langkah restorative justice merupakan tindakan diskresi aparat penegak hukum dalam menyelesaikan suatu perkara.
Dalam konteks ini, apabila Jaksa menilai bahwa suatu perkara tidak layak untuk naik ke pengadilan maka dapat diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
“Hal ini sejalan dengan asas dominus litis yang hanya dimiliki oleh Kejaksaan sebagai pelaksana kekuasaan negara di bidang penuntutan,” ucap dia.
Selain itu, ia mengatakan, penyelesaian atau penghentian penuntutan dengan pendekatan restorative justice juga merupakan upaya menghadirkan hukum untuk memulihkan keadaan dan situasi sosial masyarakat serta tatanan sosial pada proporsi yang ideal sesuai dengan nilai luhur budaya masyarakat yang Pancasilais, gotong royong.
Selain itu pendekatan tersebut harus menghadirkan ruang yang cukup bagi terpeliharanya kearifan lokal masyarakat Indonesia.
Selanjutnya, pendekatan restorative justice juga dimaksudkan untuk memberikan akses keadilan dan kebenaran bagi masyarakat kecil.
“Dan sejalan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,” tambah dia.
Ia juga menilai ini menjadi wujud kehadiran negara dalam penegakan hukum yang juga memuat fungsi-fungsi pemulihan, rehabilitasi, dan menjaga tatanan masyarakat yang adil dan beradab.
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan suatu bentuk diskresi penuntutan oleh penuntut umum. Ia pun berharap kejaksaan dikenal publik sebagai institusi yang mengedepankan hati nurani dan keadilan restoratif.
“Saya ingin Kejaksaan di kenal melekat di mata masyarakat sebagai institusi yang mengedepankan hati nurani dan penegak keadilan restoratif. Kejaksaan harus mampu menegakan hukum yang memiliki nilai kemanfaatan bagi masyarakat, Pungkasnya
Berikut Dibawah ini adalah deretan beberapa contoh kecil kasus restorative justice yang diterapkan pernah diterapkan Kejaksaan yang cukup Menghebohkan jagat Pemberitaan nasional yang telah kami himpun :
Kasus Ter Heboh No 1. Anak curi sapi ibunya di Asembagus Situbondo Jawa Timur :
Yang mana kita ketahui Bersama Polisi dalam hal ini POLSEK ASEMBAGUS – SITUBONDO JATIM mengamankan pelaku pencurian sapi di Desa Bantal, Asembagus, Situbondo. Penangkapan dilakukan setelah adanya laporan kehilangan sapi.
Pelaku adalah SH (22) warga setempat. Sedangkan korban adalah Miswana yang merupakan ibu kandung pelaku.
Kapolsek Asembagus, Iptu I Gede Sukarmadiyasa mengatakan pihaknya akan tetap memproses secara hukum meski pelaku adalah anak korban. Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Meski pelaku anak kandung korban, tetap akan diproses secara hukum. Pelaku sudah jadi tersangka dan dibidik dengan pasal 363 ayat 1 KUHP,” kata Gede Waktu Itu dia ber statemen jelas kesemua awak media yang mengkonfirmasi kala ramai nya kejadian itu sekira hari Kamis (7/4/2022) lalu.
Pertanyaan nya cukup sederhana mengapa saat itu tidak dicoba untuk melakukan sebuah Mediasi,!? Padahal jelas loh ya dan seperti diulas diatas Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo juga telah menerbitkan surat edaran pada 19 Februari 2021 lalu (Jauh Sebelum Kejadian ini) yang salah satu isinya meminta penyidik mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara. Ntah ada apa dengan Kapolsek Asembagus Kala itu,?
Kita lanjut Kembali kepada kasus. kapolsek Gede juga kala itu menuturkan pencurian itu terjadi pada Rabu (6/4) sekitar pukul 19.00 WIB. Saat itu Ermawi orang yang dipercaya menjaga sapi korban melaporkan ke korban bahwa sapi jenis Limusin telah raib.
Mendapat laporan itu, korban langsung melaporkan kehilangan itu ke polsek setempat. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti dan dilakukan oleh TKP dan memeriksa sejumlah saksi.
Dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi tersebut, pelaku mengerucut ke SB yang tak lain anak kandung korban.
“Setelah terpenuhi alat bukti, kami langsung mengamankan pelaku,” ujar Gede.
Usai diamankan, pelaku kemudian mengakui pencurian sapi milik ibunya. Sapi itu kemudian dijual dengan harga RP 9 juta.
Pelaku berdalih mencuri sapi itu untuk melunasi utangnya yang mencapai Rp 6 juta. Pelaku mengaku mempunyai utang setelah menggadaikan motornya.
Lalu Kejaksaan Negeri Situbondo pada bukan Juni ini mengehentikan kasus pencurian sapi yang dilakukan seorang anak terhadap ibunya di Kecamatan Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, secara “restorative justice”.
Adapun tersangka bernama Samsul Bahri alias Baba bin Suroto mencuri sapi dari ibu kandungnya, Miswana, pada 6 April 2022.
“Berkat kebesaran hatinya, korban Miswana, sebagai ibu tersangka, memaafkan perbuatan anaknya sehingga kasus diselesaikan melalui restorative justice,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).
Saat ini, tersangka Samsul Bahri telah bebas tanpa syarat usai permohonan yang diajukan disetujui oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejagung Fadil Zumhana pada Kamis 9 Juni 2022.
Ketut menyebutkan, alasan pihaknya memberikan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif karena korban adalah orang tua dari tersangka telah memaafkan perbuatan anaknya.
Selain itu, tersangka Samsul Bahri juga disebutkan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
“Tersangka di masyarakat terkenal baik dan sering membantu orang tuanya,” tambah Ketut.
2. Penganiayaan pemuda karena utang
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menghentikan perkara penganiayaan dengan tersangka Herlambang terhadap rekannya yang terjadi di Setiabudi, Jakarta Selatan pada 20 Maret 2022.
Kasus penganiayaan karena soal utang itu dihentikan setelah Kejari Jaksel mendapat persetujuan dari Kejaksaan Agung RI melalui restorative justice atau keadilan restoratif.
“Maka setelah disetujui bahwa penanganan penyelesaian perkara ini dilakukan melalui restorative justice sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan nomor 15 tahun 2020,” ujar Kepala Kejari Jaksel Nurcahyo saat dikonfirmasi, Jumat (10/6/2022).
Nurcahyo mengatakan, pemberhentian penuntutan perkara penganiayaan itu dilakukan didasari pertimbangan serta melengkapi sejumlah persyaratan. Salah satu syaratnya yakni adanya permohonan maaf tersangka kepada korban yang berujung perdamaian.
“Tersangka ini melakukan tindak pidana baru satu kali. Terus kedua terkait ancaman pidana terhadap sangkaan pasal ini 2 tahun 8 bulan, sehingga tidak lebih dari 5 tahun,” ucap Nurcahyo.
3. Pria pukul adik
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang juga pernah menerapkan “restorative justice dalam kasus yang melibatkan seorang pria memukul adiknya di Kota Tangerang pada 9 Maret 2021.
Kepala Kejari Kota Tangerang I Dewa Gede Wirajana menuturkan, tersangka dalam kasus tersebut adalah ES. Sedangkan, korbannya adalah RM, adik kandung ES.
“Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka kepada korban dengan melakukan pemukulan,” ungkap Dewa kepada awak media, Minggu (23/5/2021).
Kasus ini bermula dari ES yang kerap kehilangan uang di rumahnya. Suatu ketika, ES tersulut emosi perihal kehilangan uang itu. Dia lantas hendak memukul iparnya, istri dari RM.
Namun, perkelahian tersebut dilerai RM. Saat melerai perkelahian itu, pukulan dari ES sempat mengenai wajah RM dan menyebabkan lebam di wajahnya.
Berdasar pemeriksaan, Dewa mengaku RM menyesali perbuatan tersebut
Keluarga RM kemudian melayangkan permohonan pengampunan kepada Kejari Kota Tangerang.
Kejari Kota Tangerang, imbuhnya, lantas menerapkan restorative justice dalam kasus tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Kasi Pidana Umum Kejari Kota Tangerang Dapot Dariarma menyebut, ada sejumlah syarat lain untuk menerapkan “restorative justice”, selain kesepakatan untuk berdamai.
Beberapa syarat itu, lanjut Dapot, yakni ancaman pidana di bawah 5 tahun dan kerugian yang timbul dari kasus tersebut berada di bawah Rp 2.500.000.
“Syarat itu semua dipenuhi dalam kasus ini, hingga akhirnya kasus bisa selesai sebelum masuk ke pengadilan,” ucapnya.
4. Curi motor untuk biaya persalinan
Kejaksaan Negeri Takalar juga sebelumnya menerapkan restorative justice terhadap kasus seorang pria yang mencuri motor untuk biaya persalinan istrinya.
Kepala Kejaksaan Negeri Takalar, Salahuddin mengatakan restorative justice ini dari kebijakan melalui peraturan Kejaksaan Agung. Syarat yang harus dipenuhi dalam restorative justice yakni, ancaman hukuman tidak lebih dari 5 tahun.
Kemudian, kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 2,5 juta. Selain itu pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana dan adanya perdamaian antar kedua bela pihak.
“Dari perkara tersebut, ada yang memenuhi syarat. Dari situlah kita mencoba mengajukan persetujuan Kejaksaan Agung dan Alhamdulillah setelah kita ajukan Restorative Justice dikabulkan,” ujarnya, Jumat (18/2/2022).
Setelah syarat terpenuhi, Kejaksaan Negeri Takalar diperintahkan untuk memberhentikan tuntutan terhadap Arham pelaku tindak pidana pencurian motor.
Kisah seorang suami nekat mencuri motor demi bisa membiayai persalinan istrinya ini sempat viral di media sosial. Dari video yang beredar, diceritakan kisah seorang pria yang sudah ditahan selama 2 bulan karena mencuri motor.
Ia nekat melakukan aksinya tersebut untuk membiayai persalinan sang istri. Motor yang dicuri adalah milik seorang pedagang sayur. Kemudian motor tersebut digadaikan seharga Rp 1,5 juta.
Nah, itulah penjelasan mengenai restorative justice, penerapan restorative justice di Indonesia, syarat restorative justice, dan contoh restorative justice di Indonesia. Dan masih banyak lagi kasus – Kasus lainnya yang tidak bisa kami sebut satu persatu disini.
Sekian Semoga paparan singkat kami tentang restorative justice, penerapan restorative justice diatas itu bisa Bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita semua ya Guys.
Penulis By : Eko Febrianto Ketua Umum LSM Siti Jenar Yang Juga Pimpinan Redaksi serta pimpinan perusahaan Media Online dan Cetak Sitijenarnews.com dan Headline.news.info
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews. Dan Headline.news.info)