Sitijenarnews.com Situbondo Selasa 28 Juni 2022; Catatan Singkat Sekelumit TOPENG NEGERI INI, Sudah 77 Tahun Negara kita ini Merdeka.Telah 7 Kali Pemimpin Pusat dan Puluhan Pemimpin Di Daerah kita berganti tapi mengapa harapan seluruh anak bangsa masih belum bisa terealisasi ada apakah dengan negeriku ini,?
Celoteh aktivis Kontroversi yang berasal dari kampung kauman Besuki Situbondo jatim. Yang mungkin sejenak coba mengulas keadaan negeri menjelang Pesta Demokrasi Akbar 2024 nanti.
Yang mana tahapan Proses Pemilihan Umum (Pemilu dan Pilkada) 2024 telah di depan mata. Momentum 5 tahunan pesta Demokrasi akan kembali bergulir dan harusnya momen ini digunakan oleh rakyat sebagai pemilik pemerintahan dengan segala harapannya untuk suatu keyakinan kehidupan yang lebih baik kedepan, Sang nahkoda dan kapalnya bisa silih berganti dengan segala kondisi cuaca, tetapi pemilik pelabuhan akan terus melakukan pemeliharaan, pengembangan, dan pengamanan agar setiap pelayaran, baik keberangkatan, maupun kedatangan terlayani secara maksimal untuk menggapai sebuah harapan dan tujuan.
Dengan Terciptanya Pemilu dan Pilkada Jujur dan Adil menjadi harapan seluruh anak bangsa dan bukan sekar slogan, karena kualitas proses Pemilu dan Pilkada yang Jurdil menjadi penentu lahirnya Wakil rakyat yang memiliki integritas yang tinggi.
Karena Membangun Bangsa ini Bukan Hanya Dari Segi Stuktur Tapi Juga Kultur IntegritasPengelolaan negara bukan hanya memperkuat struktur tapi juga harus membangun Kultur Integritas yang kuat, Struktur meliputi (professional–kompetensi–kinerja–efektivitas) ialah sebuah syarat pasti , sedangkan Kultur Integritas (sikap mental, disiplin, kejujuran, ketangguhan, keuletan serta moralitas) ialah sebuah keharusan, dan titik lemah SDM Bangsa kita saat ini bukan pada masalah struktur, tetapi pada masalah kultur Integritas.
Nah apa itu Makna Integritas.?
Sebagian besar orang mungkin sudah familiar mendengar kata integritas namun belum memahami sepenuhnya apa makna kata tersebut.
Integritas merupakan komponen penting dalam membangun karakter bangsa sehingga siap memasuki peradaban global.
Intergritas dikenal dengan nilai-nilai anti korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membagi integritas ke dalam tiga komponen nilai-nilai. Pertama, nilai integritas inti, yaitu jujur, bertanggung jawab, dan disiplin. Berintegritas jujur adalah lurus hati, tidak curang dan tidak berbohong serta tidak MUNAFIK.
Sementara tanggung jawab memiliki arti siap menanggung akibat dari perbuatan yang dilakukan alias tidak buang badan. Adapun disiplin merupakan sikap taat terhadap peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Lantas bagaimana Dengan Meningkatnya Kasus Korupsi di Negeri ini,?
Berdasarkan data yang rilis Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tanggal 28 April 2022 lalu, ICW mencatat ada 533 penindakan kasus korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum (APH) sepanjang 2021.
Dari seluruh kasus tersebut, total potensi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp29,4 triliun, dari data tersebut menunjukkan bahwa betapa buruknya komponen (pengelola negara) bangsa kita, hal ini imbas dari lemahnya SDM kultur integritas komponen pengelola negara, dimana kejujuran sudah tak lagi dikedepankan, terlebih maraknya kasus korupsi tersebut terjadi ditengah krisis moneter dan krisis ekonomi yang melanda dunia dan Indonesia akibat Pandemi Covid-19.
Nyata adanya kalau Revolusi Mental Seperti yang didengungkan Masih Jauh Dari Harapan.
Revolusi mental dicetuskan oleh Ir. Soekarno, dicetuskan saat pidato kenegaraan mengumumkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. revolusi mental saat itu agar supaya Negara Indonesia menjadi Negara yang berdaulat dalam aspek politik, dan mandiri dalam hal ekonomi, dan berkarakter dalam hal sosial budaya. tidak hanya Ir. Soekarno, presiden Jokowi pun menyerukan revolusi mental, dimana adanya sebuah Gerakan Nasional revolusi mental (GNRM), yang dimaksudkan untuk mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru untuk mewujudkan negara Indonesia yang berdaulat dan berkrakter.
Tetapi ternyata revolusi mental saat ini Masih sangat jauh dari harapan, Revolusi Mental hanya nampak sebuah slogan yang di hembuskan, buktinya mental para elit saat ini banyak yang bermental korup dan banyak terjerat kasus.
Mantan Presiden RI Ke- 4 KH. Abdurahman Wahid (Gusdur) Dalam Guraunnya pernah nyatakan bahwa; tipe manusia kelas dunia dalam tiga kluster. Kluster 1, negara dengan banyak bicara-banyak bekerja (contohnya Amerika, dan China).
Kluster 2, negara dengan sedikit bicara banyak bekerja (contohnya Jepang, Korea). Kluster 3, negara dengan sedikit bicara sedikit bekerja (Afrika, dan lain-lain). Gus Dur sama sekali tidak menyebutkan Indonesia berada dalam kluster mana, tetapi di akhir guyonannya Gus Dur menyatakan “mengapa Indonesia tidak berada di ketiga kluster itu, karena di Indonesia apa yang dikatakan dan apa yang akan dikerjakan berbeda”. Mungkin gurauan atau guyonan Gus Dur ada maknanya.
Nah untuk kesekian kali nya Tugas Berat Bawaslu sudah Didepan Mata Anda.
Ada seribu satu cerita dibalik Pilpres 2019 dan Pilkada 2020 beberapa saat yang lalu, Ratusan perkara sengketa pilkada bermuara ke Mahkamah Kontitusi (MK) dan dapat disimpulkan gugatan-gugatan itu tidak dapat diterima, begitupun sengketa dugaan pelanggaran Pemilu 2019 yang dianggap terstruktur, sistematis, massif (TSM) oleh salah satu pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. karena tidak memiliki bukti pelanggaran, Pelanggaran pemilu seolah seperti kentut, tidak tampak dan tidak bisa dipegang, hanya bau pelanggarannya yang tercium oleh mereka yang masih memiliki penciuman tingkat tinggi.
Tidak dapat diterimanya ratusan gugatan Sengketa Pemilu tersebut dikarenakan sulitnya syarat pembuktian kecurangan TSM pelanggaran pemilu sebagaimana yang di atur dalam UU No 7 Thn 2017 Pasal 283, TSM harus memenuhi tiga unsur yakni: terstruktur, sistematis dan massif.
sebagaimana Dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 8 Tahun 2018, Menurut Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 maksud dari pelanggaran administrasi pemilu yang terjadi secara TSM dibagi menjadi dua objek.
Dijelaskan objek pertama yaitu perbuatan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Kedua, adanya unsur perbuatan atau tindakan yang menjanjikan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu atau pemilih secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Makna terstruktur adalah pelanggaran yang dilakukan melibatkan aparat struktural. Seperti penyelenggara pemilu, struktur pemerintahan, atau struktur aparatur sipil negara (ASN) plus APH nya.Sedangkan yang dimaksud dengan sistematis adalah pelanggaran yang dilakukan dengan perencanaan yang matang, tersusun, dan rapi.
“Contohnya (pelanggaran sistematis) bisa dibuktikan misalnya berhubungan dengan politik uang, ada rapat-rapat yang bisa dibuktikan dengan dokumen yang membuktikan pasangan calon untuk merencanakan melakukan politik uang, dan yang disebut dengan pelanggaran masif adalah dampak pelanggaran bersifat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilu dan paling sedikit terjadi di setengah wilayah pemilihan. Sebagai contoh pelanggaran secara masif yaitu pelanggaran atau perbuatan itu terjadi lebih di 50 persen dari jumlah total provinsi untuk Pilpres.
Rumitnya Pembuktian pelanggaran Pemilu kategori TSM tersebut berakhir dengan kekecewaan Para pasangan calon yang menggugat hasil pemilu. Sehinga akan menimbulkan kesan tersembunyi dari pasangan-pasangan calon yang kecewa, “lebih baik kita bermain curang saja” karena toh tidak dapat dibuktikan secara terstruktur–sistematis dan massif.
Mungkin Momen Pemilu serentak Tahun 2024 ini menjadi tonggak harapan bagi Bangsa Indonesia, tentunya seluruh rakyat indonesia memiliki harapan besar atas Pemilu yang Berkualitas yang menjunjung tinggi kejujuran dan Keadilan sehingga melahirkan Pemimpin dan Wakil rakyat yang bukan hanya memiliki Struktur yang baik tapi juga memiliki Kultur Integritas yang Kuat karena mereka inilah yang nantinya akan memikul amanah rakyat untuk mengelola negara, Bawaslu sebagai lembaga negara yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan terhadap proses Pelaksanaan Pemilu dituntut Berkerja Keras serta pengawawasan yang ketat terhadap proses pelaksanaan pemilu, terlebih pada potensi terjadinya politik uang yang akan berpeluang besar akan melahirkan perilaku korupsi.
Nyata sudah Data KPK menyebutkan hingga tahun 2021 terdapat 429 kepala daerah hasil pilkada yang terjerat korupsi.
Data lain mengungkap sepanjang semester I tahun 2021, sudah 10 kepala daerah (1 gubernur, 2 walikota dan 7 bupati/wakil) yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Dari pengakuan sejumlah kepala daerah yang tertangkap tangan, korupsi untuk mengembalikan secara cepat biaya politik yang telah dikeluarkan.
Orang pandai sering berkata bahwa hari ini adalah produk hari kemarin dan yang akan mempengaruhi hari esok.
Ingat Pemilu dan Pilkada mendatang ini akan menentukan nasib kita kedepannya kawan.
Sekian wassalam semoga bermanfaat.
Penulis By; Eko Febrianto Ketua Umum Lsm Siti Jenar yang juga Pimpinan Perusahaan Media Online dan Cetak Sitijenarnews.com dan Headline.news.info.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews.com dan Headline.news.info)