Sitijenarnews.com Jakarta Selasa 28 Juni 2022; Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanuddin menyebutkan bahwa penyalahgunaan narkotika lebih tepat jika mendapatkan rehabilitasi daripada penjara karena sejalan dengan semangat kebijakan penerapan keadilan restoratif narkotika. Ia menyampaikan hal tersebut berkenaan dengan peringatan hari anti narkorika Internasional Minggu (26/6/2022) lalu.
“Pola penanganan pelaku penyalahgunaan narkotika lebih tepat apabila mendapatkan rehabilitasi, bukan dihukum penjara. Ini sejalan dengan semangat kebijakan penerapan keadilan restoratif narkotika,” kata Burhanuddin melalui acara diseminasi penelitian bertajuk Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia.
Dirinya menjelaskan tujuan dari penerapan keadilan restoratif dalam perkara narkotika adalah untuk memulihkan keadaan korban penyalahgunaan narkotika menjadi seperti semula.
Selain itu juga, penerapan tersebut berpegangan pada asas-asas peradilan yang cepat, sederhana dan ringan biaya.
“Dalam kenyataannya, penanganan perkara penyalahgunaan narkotika masih berorientasi pada penghukuman penjara terhadap para pelaku penyalahgunaan narkotika,” kata Burhanuddin.
Untuk mengatasi adanya orientasi penghukuman penjara yang mengakibatkan inkonsistensi dalam penerapan hukum, pihak kejaksaan telah menerbitkan Pedoman Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika. Hal tesebut diterapkan untuk mewujudkan peran sentra jaksa sebagai pengendali perkara.
Kemudian, terdapat pula Pedoman Kejaksaan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Ia mengatakan bahwa reorientasi kebijakan penanganan perkara pidana korban penyalahgunaan narkotika menjadikan tolok ukur keberhasilan jaksa. Dia pun berharap para penyalahguna narkotika tidak lagi dijatuhi pidana penjara, tetapi direhabilitasi untuk disembuhkan dari ketergantungan.
“Jadi, bukan hanya dari berapa banyak perkara narkotika yang dilimpahkan ke pengadilan, melainkan bagaimana seorang jaksa mampu kedepankan keadilan restoratif dalam penanganan perkara penyalahgunaan narkotika,” ujarnya.
Jaksa Agung juga menyebut Mayoritas Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di Lapas Bukan Bandar atau Pengedar.
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin membeberkan data terkait dengan jumlah narapidana yang menghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia.
Data yang disampaikan Burhanuddin per hari ini ada sebanyak 228.516 narapidana yang sedang menjalani masa tahanan atau pembinaan di lapas di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, kata dia, lebih dari 50 persennya merupakan narapidana kasus narkotika yaitu sebanyak 115.716.
Kondisi itu yang membuat jumlah kapasitas lapas untuk para tahanan di Indonesia mengalami overcrowded.
“Ini artinya adalah penyebab overcrowded di lembaga pemasyarakatan adalah banyaknya para pelaku penyalahgunaan narkotika yang dipenjara,” kata Burhanuddin saat memberikan sambutan dalam agenda IJRS soal Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika secara daring, Selasa (28/6/2022).
Melihat kondisi tersebut, Burhanuddin mengaku ironis sebab dari angka 115.716 narapidana kasus narkotika itu, sebagian besarnya bukan lah seorang pengedar atau bandar.
Melainkan hanya pengguna yang disebut oleh Burhanuddin merupakan korban tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang seharusnya tidak perlu dipenjara tetapi direhabilitasi.
“Ironisnya lagi, sebagain besar pelaku tindak pidana narkotika yang mendekam di penjara adalah pengguna bukan bandar maupun pengedar sehingga sudah layak dan selayaknya pengguna narkotika direhabilitasi bukan dipenjara,” ucap dia.
Burhanuddin menegaskan saat ini sudah diterbitkan pedoman Kejaksaan yang di mana di dalamnya mengatur tentang penanganan perkara tindak pidana narkoba yang salah satunya melalui rehabilitasi.
Dirinya berkeyakinan dengan diterapkannya pedoman yang mengacu pada azaz keadilan restoratif tersebut, maka ke depan jumlah narapidana perkara penyalahgunaan narkotika yang ditahan bisa berkurang signifikan.
“Dengan adanya kebijakan keadilan restoratif terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika akan berdampak pada berkurangnya jumlah narapidana perkara penyalahgunaan narkotika secara signifikan,” ucap dia.
Ketika jumlah narapidana berkurang maka akan secara otomatis menjadikan petugas lapas bisa memberikan pelayanan dan pemenuhan hak narapidana yang lain dilakukan secara optimal.
“Sehingga secara otomatis beban lembaga pemasyarakatan akan berkurang dan dapat lebih optimal dalam melayani warga binaan serta pemenuhan hak-hak warga binaan akan berlangsung semakin baik,” tukas dia.
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menegaskan saat ini dalam penanganan perkara pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, tidak lagi menerapkan hukuman penjara dalam upaya penyelesaian kasusnya.
Hal itu kata Burhanuddin pedoman kejaksaan nomor 11 tahun 2021 tentang penanganan perkara tindak pidana narkotika dan atau tindak pidana prekursor narkotika.
Serta, pedoman Kejaksaan nomor 18 tahun 2021 tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif.
Dengan adanya pedoman Kejaksaan tersebut maka kata Burhanuddin, setiap pelaku penyalahgunaan narkotika dipandang sebagai korban penyalahgunaan narkotika.
Sehingga langkah hukum yang dilakukan adalah dengan mengembalikan kondisi korban ke semula atau dengan menerapkan rehabilitasi.
“Ini sejalan dengan semangat kebijakan penerapan keadilan restoratif narkotika yaitu semangat untuk memulihkan keadaan seperti semula,” kata Burhanuddin.
Dia menambahkan dengan diterapkannya mekanisme keadilan restoratif bagi pelaku penyalahgunaan narakotika maka diharapkan inkonsistensi hukum terhadap pelaku bisa diminimalisir.
Sehingga kata dia, setiap pelaku penyalahgunaan narkotika bisa disembuhkan dengan upaya rehabilitasi dan secara otomatis akan mengurangi beban lembaga pemasyarakatan yang saat ini didominasi oleh pelaku penyalahgunaan narakotika.
“Sehingga diharapkan ke depan pelaku melalui kebijakan restorative justice pelaku pengguna narkoba tidak lagi dijatuhi pidana penjara melainkan rehabilitasi untuk disembuhkan dari ketergantungan narkotika,” tukas Burhanuddin.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)