Merunut Secar Lengkap Jejak Kebohongan Irjen Pol Ferdy Sambo

Sitijenarnews.com Situbondo Senin 15 Agustus 2022; Ketahuilah kawan bahwasanya Sebuah Kebohongan hanya akan ‘sempurna’ jika ditutupi dengan kebohongan lainnya. Untuk itulah, sebuah kebohongan akan melahirkan kebohongan-kebohongan baru. Begitu seterusnya tanpa kita pernah tahu di mana ujungnya.

Dok Fhoto,Irjen Ferdy pol Ferdy Sambo .

Aksioma tersebut begitu kuat saat dikaitkan dengan rentetan kebohongan yang membungkus kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang akhirnya terungkap satu demi satu.

 

Kita mulai dari skenario baku tembak yang ternyata bohong belaka lantaran peristiwa tembak- menembak tersebut tak pernah terjadi. Usai cerita baku tembak terbukti hoaks, kebohongan juga dipertontonkan dengan CCTV yang dikatakan hilang.

Padahal belakangan ini terungkap bahwa Irjen Ferdy Sambo diduga telah merencanakan pembunuhan ajudannya sendiri Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J sehari sebelum kejadian. Ferdy Sambo bahkan sudah menyiapkan sarung tangan sebelum peristiwa pembunuhan terhadap Yoshua.

 

Belum cukup, kebohongan nyata terkait kematian Brigadir J ini juga terkuak di cerita dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J.

Tiga kebohongan itu sudah mampu untuk mewakili begitu berantakannya skenario kebohongan yang disusun untuk menutupi fakta di balik kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

Jika mau disebut, masih ada puzzle PCR yang ternyata juga bohong, olah TKP yang ternyata adalah upaya menghilangkan jejak, atau jika mau yang lebih serius adalah autopsi awal yang ternyata juga abal-abal.

Sebulan lebih, sandiwara paling aneh bin lucu yang mempertontonkan konspirasi ala film Hollywood berlatar detektif ini menjadi kisah nyata di kehidupan yang sesungguhnya. Sebulan penuh, kebohongan demi kebohongan terus dimunculkan untuk membuat bias fakta yang sesungguhnya.

Namun setelah sebulan berjalan, kematian Brigadir J yang awalnya menampilkan Bharada Eliezer sebagai tokoh antagonis pelaku pembunuhan, kini semua terbongkar. Kematian Brigadir J atau lebih tepatnya disebut sebagai kisah pembunuhan paling keji terhadap anggota polisi aktif tersebut ternyata diinisiatori oleh Ferdy Sambo, jenderal polisi bintang dua yang tak lain adalah atasan dari Brigadir J.

Kita kembali ke aksioma yang menyebut bahwa kebohongan hanya mampu ditutupi oleh kebohongan lain. Dan dalam kasus pembunuhan keji terhadap Brigadir J, kebohongan utamanya sudah terbongkar dan menyusul kebohongan lain juga terkuak pelan-pelan.

Baca juga:  Kodim 0822 Bondowoso Gelar Baksos KB MOW di RSUD dr. Koesnadi

Di sinilah kita harus waspada dan tak boleh puas ketika kebohongan utamanya sudah terbongkar.

Boleh jadi skenario baku tembak dan Bharada E adalah kebohongan utama dalam kasus ini, namun kita patut tidak yakin bahwa kebohongan utama yang terbongkar adalah kebohongan awal.

Sebuah pertanyaan patut diajukan terkait kasus ini. Apalagi, kasus ini sejak awal bergulir sudah sarat dengan konspirasi dan kepalsuan. Adakah kebohongan lain yang ingin ditutupi dari kebohongan utama yang sudah terkuak kersebut.

Lebih jelasnya, kita patut menduga dan bahkan harus seolah-olah yakin bahwa sesungguhnya bohong besar dalam kasus kematian Brigadir J adalah kebohongan kecil untuk membungkus kebohongan lain.

Itulah alasan kenapa saat ini publik mendesak agar penyidik mengungkap motif dari pembunuhan keji yang dilakukan Irjen (Pol) Ferdy Sambo cs terhadap Brigadir J. Kebohongan macam apa yang harus ditutupi sehingga Irjen Sambo harus mengakhiri hidup anak buahnya sendiri dengan cara yang cukup keji?

Kita semua tahu, sikap plintat-plintut dari polisi telah memancing munculnya spekulasi liar dari publik terhadap kasus ini.

Spekulasi itu bisa kita catat mulai dari dugaan keterlibatan Irjen Ferdy Sambo dalam lingkaran bisnis judi yang dengan lantang dan lugas disampaikan netizen.

Atau yang tak kalah menarik adalah postingan netizen yang memotret kesamaan pola antara kasus kematian Brigadir J dengan kasus kilometer 50 yang kebetulan Ferdy Sambo menjadi bagian dari pengungkapan kasus tersebut.

Jejak digital tentang kasus penjemputan Joko Tjandra dengan pesawat pribadi yang di dalamnya ada Ferdy Sambo, Listyo Sigit dan Kapolri kala itu Jenderal Polisi Idham Azis yang dikaitkan dengan kebakaran gedung Kejaksaan Agung tak kalah menariknya dan disajikan dengan cukup meyakinkan oleh hampir seluruh netizen di Indonesia dari berbagai perspektif.

Jaringan dekat alumni dilingkaran Ferdy Sambo

Tak kalah liar, netizen juga mencoba mengaitkan Ferdy Sambo dengan raibnya kasus penyelundupan narkoba senilai Rp50 miliar di Bandara Soekarno Hatta dan spekulasi liar lainnya yang sejujurnya harus tidak dipercayai tanpa didukung bukti-bukti akurat.

Sayang, atas spekulasi tersebut, polisi memilih diam dan cenderung defensif yang justru membuat spekulasi makin liar.

Baca juga:  "Kedholiman Gaya Baru" Yang Di duga dilakukan Oleh Oknum Polsek Kangean, Aktivis Kepulaun Angkat Bicara

Sikap diam polisi seolah-olah menunjukkan bahwa polisi tak punya alasan untuk menolak atau mengelak dengan spekulasi-spekulasi tersebut.

Kesimpulannya sederhana, kasus pembunuhan keji terhadap Brigadir J yang inisiatornya adalah Ferdy Sambo benar-benar telah meluluhlantakkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian saat ini.

Apa yang dilakukan Ferdy Sambo benar-benar membuat polisi secara institusi babak belur tidak hanya di mata publik, tetapi di mata dunia internasional.

Terlepas dari spekulasi dan kepercayaan publik yang terus merosot terhadap kepolisian, sesungguhnya ada yang cukup menarik untuk didiskusikan.

Bagi yang memiliki bekal ilmu psikologi forensik atau kriminologi dan juga sedikit saja paham tentang teori motif dalam sebuah perkara pidana, maka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J sesungguhnya adalah kasus yang cukup mudah untuk diungkap.

Pendapat itu juga sudah disampaikan oleh Komjen (Purn) Susno Duadji, mantan Kabareskrim yang mengatakan bahwa kasus Brigadir J ini adalah kasus yang mudah diungkap. Senada dengan apa yang disampaikan Irjen Pol Napoleon Bonaparte yang menyebut kasus Brigadir J adalah kasus sepele.

Pendapat bahwa kasus ini sesungguhnya mudah diungkap juga disampaikan terus-menerus oleh Kamaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Brigadir J. Bagi Kamaruddin Simanjuntak, dengan kewenangan dan kekuatan polisi, maka menurutnya kasus ini tak membutuhkan banyak waktu untuk mengungkapnya.

Tetapi apa yang terjadi, kasus yang sesungguhnya memang sederhana ini dibiarkan berlarut-larut, dan itu harus diakui makin membuat institusi polisi babak belur.

Apakah lantaran kasus ini melibatkan seorang jenderal bintang dua? Bukankah ini bukan kali pertama jenderal polisi terlibat kasus.

Sebut saja Komjen Susno Duadji yang terjerat kasus Logistik Pilkada Jawa Barat, Irjen Djoko Susilo dengan simulator SIM, atau Irjen Napoleon Bonaparte dengan kasus red notice Djoko Tjandra, yang polisi bisa tampak tegar.

Lalu kenapa kasus Sambo ini membuat polisi seolah-olah menjadi bimbang? Atau apakah karena pucuk pimpinan Polri yang tidak solid?

Kenyataannya Ferdy Sambo adalah jenderal polisi dengan dua bintang di pundaknya.

Namun tampaknya bukan dua bintang itu yang menghambat proses penyidikan.

Tampaknya keraguan penyidik justru terletak pada daftar catatan di kantong Ferdy Sambo tentang institusi dan koleganya di tubuh Polri.

Baca juga:  Giat Cak Nono Hari ini Datangi SDN 2 Peleyan Untuk Memberikan Baju Batik Kepada Belasan Siswa yang Kurang Mampu
Dok Fhoto, mantan Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo

Maklum, sebagai mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo memang memegang semua kasus menyangkut disiplin dan etik yang menerpa siapa pun di institusi kepolisian.

Patut diduga, Ferdy Sambo menyimpan daftar borok dan luka personel polisi yang barangkali menjadi kartu truf yang dimainkan Sambo dalam kasus ini.

Saat kita berhenti sampai di sini, ingin rasanya kita berbisik kepada seorang Ferdy Sambo.

Jika benar Sambo punya banyak kartu terkait borok institusinya, maka hampir tak mungkin kartu tersebut bisa dimainkan untuk sesuatu yang saat ini sedang dihadapinya.

Kasus yang menjeratnya sudah pasti membuat kariernya tamat. Jangankan untuk menyelamatkan karier, Sambo nyaris tak punya peluang untuk lolos dari ancaman maksimal dari Pasal 340 KUHP yang menjeratnya.

Hampir sulit mencari alasan pembenar untuk sekadar memperingan hukuman atas sebuah pembunuhan yang kesadisannya dipertontonkan secara nyata.

Jika Sambo memang memiliki kartu truf, maka yang paling rasional dilakukan adalah membuka kartu tersebut sebagai upaya pembelaan terakhir. Bahkan, skenario ini juga tetap berlaku seandainya spekulasi terakhir tentang sesuatu yang ‘memalukan’ terkait orientasi Ferdy Sambo nantinya terbukti.

Bisa jadi kartu tersebut mengancam koleganya di institusi kepolisian, namun membuka kartu tersebut juga menjadi pintu awal institusi kepolisian untuk berbenah secara nyata.

Sambo harus yakin bahwa saat kebohongannya sudah terbongkar, maka menciptakan kebohongan lain akan menjadi hal yang sia-sia. Saatnya Sambo untuk merunut ke belakang, menyusuri jejak-jejak kebohongan yang sudah dilakukan.

Sambo harus percaya, jika kebohongan telah menjerat karier dan masa depannya, maka hanya kejujuranlah yang bisa menyelamatkan martabatnya sebagai manusia, makhluk ciptaan Tuhan.

Membongkar apa yang ia ketahui akan menjadi bab dua dari catatan sejarah bahwa ialah yang menjadi peletak dasar institusi kepolisian berubah, selain bab satu yang telah membunuh karakternya sendiri sebagai jenderal polisi bintang dua.wallahua’lam Bishawab.

 

Sekian wassalam dan selamat pagi Pemirsa.

 

Situbondo 15 Agustus 2022. Pukul 03;00 Wib.

 

Penulis Buku ; Eko Febrianto Ketua Umum Lsm Siti Jenar yang Juga Pimpinan Redaksi dan Perusahaan Media Online dan Cetak Sitijenarnews.com Serta Headline.news.info

 

(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews dan Headline.news.info)

error: