Sitijenarnews.com Jakarta Jum’at 17 Februari 2023; Vonis mati untuk mantan jenderal bintang dua, Ferdy Sambo belum final. Mantan Kadiv Propam Mabes Polri disebut telah mengajukan banding atas putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ia juga memiliki kesempatan untuk melakukan upaya hukum selanjutnya seperti kasasi hingga mengajukan permohonan grasi ke presiden.
Baru-baru ini, KUHP versi terbaru bahkan bisa memberikan kelonggaran hukuman mati seorang narapidana dengan mengubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup.
Namun, apakah aturan ini benar-benar bisa dimanfaatkan Ferdy Sambo?
Setelah Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso mengetuk palu yang menandai putusan hukuman mati bagi Ferdy Sambo pada 13 Februari, tiga hari kemudian tim kuasa hukumnya disebut sudah mengajukan banding.
Sementara Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto, mengatakan Ferdy Sambo sudah mengajukan banding diikuti dengan narapidana lain yang terlibat dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
“Para terdakwa pembunuhan berencana almarhum Yosua yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal telah menyatakan banding atas putusan yang dibacakan majelis hakim,” ujar Djuyamto kepada Tim awak Media ini pada Kamis (16/2).
Berdasarkan Pasal 233 ayat (2) KUHAP, setiap terdakwa atau terpidana berhak menggugat putusan pengadilan negeri melalui upaya banding, paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan.
Dengan demikian, Ferdy Sambo dkk memiliki peluang memperoleh keringanan hukuman atas vonis di pengadilan tingkat pertama. Ia juga masih punya langkah hukum selanjutnya yaitu kasasi hingga meminta keringanan hukuman dari presiden.
Apa itu banding?
Upaya banding merupakan langkah hukum pertama bagi Ferdy Sambo—termasuk narapidana pada umumnya—yang tidak puas dengan putusan hakim di tingkat pengadilan negeri. Berkas banding nantinya akan diperiksa di tingkat pengadilan tinggi.
Banding merupakan hak yang melekat pada narapidana seperti diatur dalam Pasal 67 KUHAP.
Petikannya adalah “Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk meminta Banding terhadap Putusan Pengadilan Tingkat Pertama. Kecuali, terhadap Putusan Bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.”
Apa itu kasasi?
Jika Ferdy Sambo tidak puas dengan putusan banding di tingkat pengadilan tinggi, maka ia bisa mengajukan kasasi. Proses kasasi ini akan diperiksa oleh Mahkamah Agung, sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP.
Menurut aturan ini, seseorang tak bisa dikasasi jika di tingkat banding diputus bebas dari hukuman.
Waktu pengajuan kasasi hanya 14 hari sejak putusan banding di tingkat pengadilan tinggi dikeluarkan.
Lewat waktu tersebut, maka putusan banding dianggap berkekuatan hukum tetap atau bisa disebut narapidana menerima hukumannya.
Apakah ada langkah hukum lainnya?
Ada. Kasasi demi kepentingan umum. Ini adalah upaya hukum luar biasa.
Namun, dalam ketentuan yang diatur dalam Pasal 243 KUHAP ini, permohonan kasasi demi kepentingan umum hanya bisa diajukan oleh jaksa agung kepada mahkamah agung. Upaya hukum ini jarang terjadi.
Contoh kasus pengajuan kasasi demi kepentingan hukum adalah Rasminah, seorang pekerja rumah tangga yang dituduh mencuri enam buah piring oleh majikannya. Ia dihukum lima bulan penjara, tapi di tingkat pengadilan tinggi dibebaskan.
Namun, setelah itu jaksa mengajukan kasasi demi hukum. Akhirnya, Rasminah tetap dihukum penjara selama 140 hari oleh Mahkamah Agung.
Upaya hukum terakhir adalah peninjauan kembali atau PK. Upaya PK diajukan narapidana atau ahli warisnya terhadap putusan pengadilan kepada Mahkamah Agung.
Berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHAP, PK diajukan biasanya disertai adanya bukti baru yang menunjukkan terjadi kekeliruan terhadap putusan pengadilan. Tidak ada batas waktu untuk mengajukan PK.
Grasi presiden;
Upaya hukum lain di luar jalur yudikatif adalah meminta keringanan hukuman dari presiden melalui grasi.
Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. Hal ini tertuang dalam UU Grasi.
Permohonan grasi bagi terpidana merupakan hal yang umum. Presiden Joko Widodo pernah memberikan grasi kepada lima tahanan politik Papua. Tapi di saat bersamaan, Jokowi juga pernah menolak grasi terpidana mati dalam kasus narkoba.
Ferdy Sambo memiliki hak yang sama dengan narapidana mati lainnya untuk mengajukan grasi.
Sejauh mana Ferdy Sambo bisa memperoleh kepastian hukum?
Sampai dia puas dengan salah satu putusan upaya hukum, baik itu di tingkat banding, kasasi, peninjauan kembali hingga grasi.
Tapi tentu saja, ada pihak lain yaitu kejaksaan yang bisa ikut menggugat putusan dalam setiap upaya hukum yang diajukan Ferdy Sambo.
Bagaimana pun, menurut Eva Achjani Zulfa selaku pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, upaya hukum Ferdy Sambo tidak boleh dihambat sampai tingkat paling tinggi yaitu grasi. Hal ini merupakan hak yang sama dimiliki oleh semua terdakwa atau terpidana lainnya.
“Kalau yang bersangkutan mengajukan grasi atau PK, itu tidak boleh dihambat. Sampai tidak ada upaya hukum lagi, baru kemudian eksekusi bisa dilaksanakan,” kata Eva Achjani Zulfa.
Selama proses hukum Ferdy Sambo ini berlanjut, ia tak boleh diekseskusi mati.
Aturan ini, kata Eva, berdasarkan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR). Pasal 6 menyebutkan bahwa tiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya dan wajib dilindungi oleh hukum.
Berapa lama waktu untuk eksekusi mati?
“Jangka waktu untuk hakim pengadilan tinggi atau hakim kasasi, atau PK, atau presiden dalam konteks grasi itu tidak ada jangka waktunya,” kata Eva.
Namun, dalam praktiknya, upaya hukum seorang terpidana mati bisa menghabiskan waktu lebih dari 10 tahun untuk memperoleh kepastian hukum, menurut sebuah penelitian.
Apakah KUHP yang baru berdampak pada hukuman mati Ferdy Sambo?
Dalam KUHP terbaru yang disahkan pada Desember 2022, disebutkan eksekusi mati bisa dihapuskan dengan masa percobaan selama 10 tahun. Syaratnya, terdakwa atau narapidana menyesali perbuatannya, masa percobaan ini harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
Jika terpidana selama masa percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
Sebaliknya, jika terpidana selama masa percobaan tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
Keterangan ini sesuai dengan Pasal 100 KUHP yang baru.
Akan tetapi, KUHP teranyar ini baru berlaku pada 2026 mendatang.
Artinya, majelis hakim yang menjatuhkan vonis mati pada Ferdy Sambo merujuk pada KUHP lama—tentu tidak mencantumkan keterangan masa percobaan di dalam putusannya.
Dengan demikian, Ferdy Sambo masih memerlukan waktu tiga tahun untuk memperoleh peluang lolos hukuman mati, menjadi hukuman seumur hidup melalui KUHP yang baru.
Selama tiga tahun mendatang, Ferdy Sambo bisa menahan eksekusi matinya melalui upaya hukum selanjutnya.
“Kita bicara upaya hukum maksimal, banding, kasasi, sampai grasi atau PK. Kalau semua upaya hukum itu selesai sebelum tiga tahun. Artinya sebelum KUHP baru ini berlaku, maka sebetulnya ketentuan Pasal 100 itu belum berlaku baginya,” kata Eva.
Menurut Eva, ketika KUHP yang baru mulai diberlakukan maka aturan ini berlaku surut. Artinya, semua terpidana mati memiliki peluang untuk diubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup.
Hukum yang baru menggantikan hukum yang lama apa yang disebut “Lex prori derogat legi prosteriori”.
“Artinya, bukan hanya pada Ferdy Sambo, tetapi semua yang sudah divonis dengan pidana mati, itu akan berlaku norma yang sama,” lanjut Eva.
Mengapa pasal hukuman mati dalam KUHP yang baru menuai pro dan kontra?
Pengacara Hotman Paris sempat mengkritik keberadaan Pasal 100 dalam KUHP yang baru. Menurutnya, “Surat keterangan kelakuan baik, menjadi surat paling mahal di dunia.”
Surat ini diperkirakan akan menjadi syarat administrasi agar seseorang bisa lolos dari hukuman mati.
Video yang diunggah Hotman Paris ini viral menyusul sorotan netizen terhadap Ferdy Sambo yang memiliki peluang lolos dari hukuman mati.
Bagaimanapun, ini ditampik Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. Ia mengatakan penilaian kelakuan baik tak hanya diberikan oleh petugas lembaga pemasyarakatan (lapas).
“Kalau memang pikiran kita itu kotor, pikiran kita itu selalu berprasangka buruk, pikiran kita itu sudah apriori, maka sebetulnya aturan apapun itu berpotensi,” katanya dalam keterangan tertulis kepada media.
Eddy Hiariej mengatakan ada hakim pengawas dan pengamat yang bertugas mengamati perubahan perilaku terpidana selama menjalankan masa hukuman.
“Kita harus memfungsikan apa yang namanya hakim pengawas dan pengamat. Hakim pengawas dan pengamat ini sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP,” tuturnya.
Sementara itu, peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari menilai pasal tentang hukuman mati dalam KUHP yang baru ini sebagai “langkah progresif untuk ukuran Indonesia yang sangat pro hukuman mati”.
“Itu kuncinya ada di aturan pelaksana, kuncinya ada di pemerintah, bagaimana pengawasannya, bagaimana pemberiannya, siapa yang memberi penilaian, statusnya, metodenya, dan segala macam kita bisa detailkan,” kata Ifti – sapaan Iftitah Sari.
ICJR adalah lembaga masyarakat yang selama ini mendorong penghapusan hukuman mati. Menurut penelitian mereka, hukuman mati tidak berpengaruh terhadap efek jera dalam suatu kasus pidana.
“Pidana mati nggak ada manfaatnya. Kita lihat secara umum kasus narkotika yang paling banyak hukuman matinya sekarang. Kita lihat angka kejahatan narkotika dari tahun ke tahun itu masih terus naik, hukuman mati tidak ada efek jeranya,” kata Ifti.
Data Terakhir yang berhasil Dihimpun oleh Tim Investigasi awak media Sitijenarnews dan Headline-news kasus terpidana mati di Indonesia berjumlah 404 orang di mana 82% terkait dengan kejahatan narkotika.
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN),kasus Narkotika mengalami peningkatan dari 150 kasus menjadi 831 kasus pada 2022. Puncak kasusnya terjadi pada 2018 di mana terungkap 1.039 kasus dengan 1.545 orang yang terlibat.
Dalam kasus narkotika terakhir, terdakwanya adalah petinggi kepolisian Irjen Teddy Minahasa. Ia diduga menjual narkotika jenis sabu yang berasal dari barang bukti.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews dan Headline-news)