Sitijenarnews.com jakarta Minggu 14 Agustus 2022; Mantan pengacara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Deolipa Yumara mengungkap fakta terbaru.
Deolipa Yumara blak-blakan dan menunjukkan suatu bukti chat yang dituding berasal dari seorang Jenderal.
Kepada para awak media, Deolipa Yumara menunjukkan bukti chat tersebut.
Deolipa pun mengungkap chat tersebut diduga terkait dengan pencabutan dirinya menjadi kuasa hukum Bharada E.
Olif mengatakan pesan itu merupakan imbauan dari sosok ‘Jenderal’ yang diteruskan oleh sumber yang ada di kepolisian.
“Di dua PH (penasehat hukum) Bharada E itu ngomong terlalu banyak masuk ke materi dalam bicara ke media. Kalau dia tidak bisa manut cabut kuasanya,” tulis pesan tersebut seperti dibeberkan Deolipa kepada awak media, Sabtu (13/8/2022).
Ia pun mengaku tidak tahu sosok ‘Jenderal’ yang mengirimkan pesan tersebut.
“Enggak tahu saya. ‘Siap jenderal’. Jenderal dong,” ujar Deolipa.
Ia pun meyakini bahwa itu adalah pesan yang langsung dikirimkan sosok Jenderal tersebut.
Pasalnya, kata di, chat itu diteruskan langsung oleh sumber yang berada di kepolisian.
“Iya dong (Dikirim langsung oleh nomor yang bersangkutan),” katanya.
Terkait hal tersebut, Bareskrim Polri pun angkat bicara.
Polri menegaskan tidak ada tekanan apapun dari penyidik sehingga kuasa Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanuddin dicabut sebagai pengacara Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
“Tidak ada (tekanan dari penyidik soal pencabutan kuasa),” kata Ditektur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dihubungi awak media, pada Jumat (12/8/2022) lusa kemarin.
Andi mempertanyakan dimana letak masalah jika pemberi kuasa dalam hal ini penyidik dan penerima kuasa yakni Bharada E mencabut kuasanya.
“Deolipa dan Burhanudin itu pengacara pengganti yang ditunjuk oleh penyidik untuk menerima kuasa pendampingan dari Bharada E. Kalau yang menunjuk dan menerima kuasa melepas kuasanya, apa masalahnya?” ucapnya.
Surat pencabutan kuasa dari Bharada E ini dinilai ada kejanggalan dari Deolipa Yumara.
Hal itu lantaran Deolipa Yumara dan Bharada E memiliki suatu perjanjian.
‘Nyanyian Kode’
Olif, sapaan akrabnya, mengatakan dirinya dan Bharada E sudah saling mengetahui bahwa ada ‘kode’ tersendiri di antara mereka, dalam hal ini menuliskan sebuah surat.
“Ada orang yang mengintervensi atau menyuruh sehingga dia mencabut kuasa. Karena dia ngasih kode nih ke saya, dia sampaikan, dia memberi kode, Bang Deo, ini saya di bawah tekanan,” kata Deolipa Yumara dalam konferensi pers di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat, Sabtu (13/8/2022).
Olif menjelaskan kode-kode itu disampaikan hingga disepakatinya dengan Bharada E pada saat dirinya pertama kali bertemu dengan eks kliennya itu.
Kata dia, ketika menandatangani surat atau pernyataan tertulis apapun haruslah dibubuhkan kode tertentu yakni tanggal dan jam dibuatnya pernyataan itu.
Ia juga meminta kepada Bharada E agar dalam membuat surat pernyataan harus dalam bentuk tulis tangan.
Termasuk tanda tangan, jam, dan tanggal pembuatan.
“Ini saya beri judul ‘Nyanyian Kode’ yang bercerita momen saat tanda tangan surat kuasa pertama kali bersama Bharada E. Saya bicara ke E, kita main nyayian kode,” ujarnya.
“Gua bilang gini, setiap lu tanda tangan surat pernyataan, lu harus tulis tanggal sama jam di samping tanda tangan atau di atasnya. Nyanyian kode itu baik untuk surat bermaterai atau tidak. Semua harus begitu,” ujar Deolipa.
Menurut Olif, kode yang disepakati mereka berdua itu sudah dilakukan dalam pembuatan dua surat.
Bakal ajukan gugatan
Deolipa berencana bakal menggugat pencabutan surat kuasa.
Ia mengatakan gugatan tersebut salah satunya akan ditujukan kepada Bharada E yang merupakan mantan kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Saya mengajukan uji materil dan formil terhadap surat pencabutan surat kuasa, salah satunya dengan melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Deolipa.
Menurut Olif, pencabutan kuasanya terhadap Bharada E cacat formil.
Sebab, kata dia, surat kuasa ialah surat yang sifatnya para pihak, pemberi kuasa dan penerima kuasa.
“Jika pemberi kuasa mencabut, penerima kuasa mempunyai hak retensi, hak menahan semua keadaan,” ujarnya.
Iming-imingi uang untuk Bharada E
Deolipa mengatakan Bharada E pernah diiming-imingi uang sebesar Rp 1 miliar oleh Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Chandawathi.
Uang tersebut dijanjikan kepada Bharada E agar tutup mulut dan tidak membongkar kasus pembunuhan Brigadir J.
Ya benar uang satu miliar itu diiming-imingi oleh Ferdy Sambo dan Putri kepada si Bharada E,” kata Deolipa.
“Itu tapi setelah kejadian ya, setelah atur-atur skenario,” lanjut dia.
Selain kepada Bharada E, Ferdy Sambo dan istri juga menjanjikan uang Rp1 miliar untuk tersangka Bripka Ricky Rizal (RR) dan asisten rumah tangga, KM.
Artinya, total ada Rp 2 miliar yang dijanjikan oleh Ferdy Sambo dan istri untuk membungkam ketiga tersangka lain dalam kasus tersebut.
Adapun uang tersebut, sambung Olif, diberikan dalam bentuk mata uang Dolar AS.
“Sambo sama Putri menjanjikan uang satu miliar kepada Richard, Rp500 juta kepada kuwat dan Rp500 juta kepada Ricky dalam bentuk Dolar,” ujarnya.
Dia pun menyebutkan bahwa uang tersebut rencananya akan diberikan setelah kasus ini berhasil dibungkam. Artinya, para tersangka belum mendapatkan uang yang dijanjikan eks Kadiv Propam Polri dan istri.
“Setelah kejadian ada skenario pertama itulah yang tembak-menembak itu barulah ada cerita tentang pembagian iming-iming atau janji,” tuturnya.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Bareskrim Polri menetapakan empat orang tersangka.
Empat tersangka tersebut di antaranya mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Asisten Rumah Tangga (ART) Irjen Ferdy Sambo, Kuat Maruf (KM), Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, dan Brigadir Ricky Rizal alias Brigadir RR.
Keempat tersangka disangka pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Adapun peran keempat tersangka adalah Bharada E yang merupakan pelaku penembakan terhadap Brigadir J.
Sementara itu, tersangka Brigadir Ricky Rizal dan KM diduga turut membantu saat kejadian.
Sedangkan, tersangka Irjen Ferdy Sambo diduga merupakan pihak yang meminta Bharada E menembak Brigadir J.
Dia juga yang membuat skenario seolah-olah kasus itu merupakan kasus tembak menembak.
Dalam kasus ini, Timsus memeriksa 56 personel polisi terkait penanganan kasus Brigadir J.
Adapun 31 orang di antaranya diduga melanggar kode etik profesi polri (KKEP).
Adapun sebanyak 16 anggota Polri di antaranya ditahan di tempat khusus buntut kasus tersebut.
Dari jumlah anggota Polri yang ditahan di tempat khusus, 3 orang diketahui merupakan perwira tinggi Polri.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)