Dewan Pers Sebut RKUHP ini Bagian dari Intervensi Serius Terhadap Kemandirian Pers Di Indonesia

Sitijenarnews.com Jakarta Senin 18 Juli 2022; Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Arif Zulkifli, menegaskan bahwa RKUHP yang saat ini tengah digodok pemerintah dan DPR adalah intervensi sangat serius terhadap kemandirian pers dan sifat lex spesialis dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).

Dok Fhoto, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Arif Zulkifli menilai sejumlah pasal mengekang kebebasan pers yang termuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) berpotensi membahayakan hak publik untuk mendapatkan informasi yang Akurat karena Dikekang Aturan Seperti jaman Orba

Arif menegaskan kembali esensi dari kemerdekaan dan kebebasan pers yang sudah diwujudkan lewat Reformasi 1998 dan UU Pers tersebut.

 

Prinsip dasar dari UU Pers, kata dia, adalah pers diberi kebebasan, pers tidak boleh diberedel, dan pers diberi wewenang untuk mengatur dirinya sendiri

 

UU Pers, kata dia, adalah satu-satunya UU yang tidak punya turunan berupa peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya.

 

Turunan dari UU Pers, lanjut dia, adalah Peraturan Dewan Pers yang diatur oleh komunitas pers sendiri lewat para konstituen yang bergabung di dalam dewan pers.

 

Konsekuensi lain dari prinsip-prinsip tersebut, kata Arif, adalah status lex specialis yang diberikan terhadap UU Pers.

 

Artinya, lanjut dia, UU Pers mengatasi atau mengambil wewenang di dalam dirinya sendiri dan bisa mengatasi atau mengabaikan aturan-aturan lain sepanjang persoalan yang dipersoalkan ada di dalam aturan Dewan Pers.

 

Dengan demikian, kata dia, berdasarkan UU Pers maka Dewan Pers diberi wewenang untuk mengatur persoalan-persoalan di dalam komunitas pers sendiri.

 

Apabila komunitas pers misalnya dipersoalkan oleh masyarakat karena akurasinya, kata dia, maka komunitas pers tidak dibawa ke polisi atau ke pengadilan, melainkan dibawa ke Dewan Pers untuk dimediasi dengan mempertemukan masyarakat yang mempersoalkan produk jurnalistik dengan pers yang membuatnya.

Hasilnya, lanjut dia, adalah sebuah “hukuman” yang sifatnya etik, dan bukan hukuman badan, pidana, dan sebagainya.

Baca juga:  Gegara Proyek tak dibayar, Bupati Trenggalek digugat Rp 9,8 miliar oleh Rekanannya Sendiri

Hal tersebut disampaikannya dalam konferensi pers terkait posisi Komite Keselamatan Jurnalis dan Organisasi Masyarakat Sipil terhadap RKUHP di kanal Youtube Amnesty International Indonesia pada Senin (18/7/2022).

“RKUHP yang hari ini kita bahas adalah sebuah intervensi yang sangat serius terhadap kemandirian pers dan sifat lex spesialis dari UU 40,” kata Arif.

Arif mengatakan masih adanya pasal-pasal bermasalah, menegaskan bahwa RKUHP akan berpotensi mengancam kebebasan pers.

Ia menegaskan hal yang dikejar oleh pers adalah kebenaran jurnalistik dan bukan kebenaran hukum.

Kebenaran jurnalistik, kata dia, berbeda dengan kebenaran hukum.

Tujuan kerja jurnalistik, kata dia, adalah memberitahukan kepada publik, dan bukan menghukum orang yang ditulisnya.

Hukum kepada orang yang ditulis, kata dia, bukanlah urusan pers.

Urusan pers, lanjut dia, adalah memberitahukan persoalan publik sehingga publik lebih berhati-hati.

Ia mengatakan apabila prinsip-prinsip kerja jurnalistik dihadapkan dengan UU KUHP yang mungkin akan segera disahkan, maka hal tersebut akan menjadi persoalan.

Hal tersebut, kata dia, karena setiap upaya jurnalistik akan bisa dihukum dan dihadapkan dengan pasal-pasal karet.

“Ini sangat berbahya. Dengan demikian RKUHP juga akan mereduksi peran Dewan Pers dan dengan demikian juga mengganggu kemandirian dari pers itu sendiri. Saya kira ini catatan yang sangat-sangat penting,” kata Arif.

 

(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)

error: