Gugatan Soal Pemilu Serentak Ditolak Berikut Kata Para Pakar; MK itu Prematur Membuat Kesimpulan dan keputusan

Sitijenarnews.com Jakarta Kamis 7 Juli 2022; Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu, terkait syarat ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold, yang diajukan Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Dok Fhoto, gedung Mahkamah Konstitusi (MK) jakarta

Menurut LaNyalla, hal itu adalah kemenangan sementara oligarki politik dan ekonomi, yang menyandera dan mengatur negara ini.

 

“Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat, sebagai pemilik sah negara ini.”

 

“Tidak boleh kita biarkan negara ini dikuasai oleh oligarki,” tegas LaNyalla, Kamis (7/7/2022).

 

Ia menambahkan, kedaulatan rakyat sudah final dalam sistem yang dibentuk oleh para pendiri bangsa.

 

“Tinggal kita sempurnakan. Tetapi kita bongkar total dan porak-porandakan dengan amandemen yang ugal-ugalan pada tahun 1999-2002 silam.”

 

“Dan kita menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa.”

 

“Akibatnya tujuan negara ini bukan lagi memajukan kesejahteraan umum, tetapi memajukan kesejahteraan segelintir orang yang menjadi oligarki ekonomi dan oligarki politik,” tuturnya.

 

Terkait pertimbangan hukum majelis hakim MK, LaNyalla mengaku heran ketika majelis hakim MK menyatakan pasal 222 UU Pemilu disebut konstitusional.

 

Padahal, dia menyebut nyata-nyata tidak ada ambang batas pencalonan di pasal 6A konstitusi.

 

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu, terkait syarat ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold, yang diajukan Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

 

“Dan yang paling inti adalah majelis hakim MK tidak melihat dan menyerap perkembangan kebutuhan masyarakat.”

 

“Padahal hukum ada untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.”

 

Baca juga:  Berikut dibawah ini adalah paparan lengkap bacaan Hasbunallah Wanikmal Wakil Nikmal Maula Wanikman Nasir dan apa saja Keutamaannya

“Hukum bukan skema final. Perkembangan kebutuhan masyarakat harus jadi faktor pengubah hukum. Itu inti dari keadilan,” beber LaNyalla.

 

Sebelumnya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu, terkait syarat ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold.

 

Uji materi ini diajukan oleh Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra dan Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattaliti.

 

“Menyatakan permohonan pemohon I (DPD) tidak dapat diterima.””Menolak permohonan pemohon II (Yusril) untuk seluruhnya,” kata hakim ketua Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Kamis (7/7/2022).

 

Hakim menilai, kedudukan hukum DPD adalah sebagai sebuah lembaga negara, bukan merupakan partai politik.

 

DPD juga dinilai tidak memenuhi kualifikasi sebagai pemohon dalam pengujian konstitusionalitas ambang batas pencalonan presiden.

 

“Pemohon I tidak memenuhi kualifikasi sebagai pemohon dalam pengujian konstitusionalitas norma Pasal 222 UU 7/2017.”

 

“Serta tidak terdapat hubungan sebab akibat (causal verband) antara anggapan kerugian konstitusional dengan pelaksanaan hak serta kewajiban Pemohon I,” ujar Hakim MK Manahan Sitompul.

 

Sedangkan alasan Pemohon II (Yusril) yang menyebut adanya oligarki dan polarisasi masyarakat melalui Pasal 222 UU 7/2017, hakim menilai tak beralasan menurut hukum.

 

“Karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik, maka kesempatan putra-putri daerah untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden sepanjang memenuhi persyaratan.

 

Sementara alasan Pemohon II (Yusril) yang menyebut adanya oligarki dan polarisasi masyarakat melalui Pasal 222 UU 7/2017, hakim menilai tak beralasan menurut hukum.

 

“Karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik, maka berbagai ekses sebagimana didalilkan tidak akan terjadi lagi,” papar Manahan.

Baca juga:  Berikut Catatan Sejarah Beberapa Jenderal Polisi Yang Pernah Divonis Mati di Indonesia

 

Wakil Ketua MK Aswanto menyatakan, pada pokoknya pihaknya menegaskan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah konstitusional.

 

Sedangkan soal besar atau kecilnya persentase presidential threshold merupakan kebijakan terbuka (open legal policy) dalam ranah pembentuk UU.

 

Terkait Judicial Review PT 20 Persen DPD RI Ditolak, Rocky Gerung pun angkat suara dan pertanyakan Legal Standing MK Apa?

 

Argumentasi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menolak Judicial Review (JR) tentang ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold (PT) yang kerap mempertanyakan “legal standing” pihak penggugat menyisakan pertanyaan.

Jika gugatan lembaga negara seperti DPD RI pun ditolak, maka legal standing MK pun patut dipertanyakan.

Demikian ditegaskan pengamat politik dari UI Rocky Gerung dalam Dialog Kebangsaan DPR RI bertajuk “Peran DPD RI dalam Percaturan Pemimpin Bangsa” di Lobby Gedung DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7).

“Gugatan lembaga DPD RI tentang Presidential Threshold kan ditolak, saya sudah dua kali maju ditolak, anggota DPR Fahira ditolak juga tuh, partai politik udah pernah ditolak, dengan alasan yang sama, ‘kalian tidak punya legal standing’. Sekarang saya tanya, legal setanding MK untuk menolak legal standing kami apa? Apa legal standing MK?” tegas Rocky.

Rocky mengurai, jika MK kerap menyampaikan bahwa Presidential Threshold 20 persen itu merupakan open legal policy atau kebijakan hukum yang terbuka, Rocky justru merasa heran dengan legal standing yang dimaksudkan MK.

“Nah PDIP 19,3 persen, out mestinya! Apa bedanya? PDIP juga enggak bisa juga mencalonkan (presiden), enggak nyampe 20 persen. Tapi nanti diakalin dibulatin jadi 20 persen. Kenapa enggak dibulatin jadi 19 persen? Bukan begitu kan… oh yang dipakai yang 25 persen. Loh demokrasi itu diambil dari batas yang paling ekstrem itu 19,3 persen jangan ambil yang 25 persen,” tuturnya.

Baca juga:  Dua Tersangka Penipuan Investasi KSP Indosurya Hanya Dikenakan Wajib Lapor

“Jadi bayangkan misalnya, kekacauan itu terjadi karena MK tidak paham fungsi dia sebagai Mahkamah,”

Yang mana Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan DPD RI terkait Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pencalonan atau Presidential Threshold (PT) dalam perkara Nomor 52/PUU-XX/2022. MK menilai DPD RI tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara tersebut.

Dalam perkara yang sama, MK menerima kedudukan hukum Partai Bulan Bintang (PBB), namun dalam amar putusannya, MK menolak permohonan PBB untuk seluruhnya. MK tetap pada pendapatnya, bahwa Pasal 222 UU Pemilu konstitusional dan mengenai angka ambang batas yang ditetapkan, merupakan open legal policy policy (kewenangan pembuat Undang-Undang).pungkas Rocky.

 

(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)

error: