Sitijenarnews.com Minggu 29 Mei 2022;Pernah kah kalian mendengar nama Jusuf Muda Dalam.? Ia merupakan seorang menteri era Soekarno yang terjerat kasus korupsi paling fenomenal. Tidak hanya itu, ia juga menjadi koruptor pertama dengan vonis hukuman mati.
Jusuf merupakan seorang Menteri Urusan Bank Sentral di masa pemerintahan Soekarno.Ia terkenal sebagai menteri terkorup dalam sejarah orde lama.Akibat tindakannya ini, Jusuf bahkan mendapat vonis hukuman mati dari negara.
Penasaran ingin tahu seperti apa jejak kasus Jusuf Muda Dalam selengkapnya?
Yuk, langsung saja simak dalam artikel khusus Edisi KORUPTOR MALING RAMPOK UANG RAKYAT di bawah ini!
Berikut dibawah ini adalah Jejak Kasus Korupsi Jusuf Muda Dalam;
jabatan terakhir Jusuf Muda Dalam adalah Menteri Urusan Bank Sentral RI kurun 1963-1966. Setelah masuk Orde Baru, Jusuf Muda Dalam kemudian diadili atas beberapa kasus.diantaranya. Kala itu Jaksa mengajukan sejumlah dakwaan, yaitu:
1. Pemberian impor yang mengakibatkan insolvensi internasional dan lebih lanjut merongrong kekuasaan negara atau kewibawaan pemerintah.
2. Memberikan kredit tanpa agunan pada 1964-1966.
3. Kepemilikan senjata api.
4. Melakukan perkawinan dengan 6 perempuan, yaitu Sutiasmi, Salamah, Jajah, Ida Djubaidah, Djufriah, dan Sari Narulita.
Di kasus itu, jaksa menyita:
1. Mobil Fiat B-918-P
2. Mobil Fiat B-7175-N
3. Mobil Fiat No pol sementara
4. Mobil Volkswagen Nopol V-8122
5. Mobil Opel Kapitean Nopol B-81583
6. Mobil Porsche
7. Senjata api
8. Rumah di Jalan Wijaya VI Jaksel
9. Rumah di Jalan Cikajang, Jaksel
10. Rumah di Kebon Jeruk, Palmerah
11. Rumah di Slipi, Kompleks BNI
12. Rumah di Jl Menteng Wadas
13. Rumah di Cilandak
14. Tanah di Cililitan.
Sehingga Pada 9 September 1967, Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta menjatuhkan hukuman mati kepada Jusuf Muda Dalam. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi di Jakarta pada 23 Desember 1966. Hukuman mati itu dikuatkan di kasasi.
“Menghukum ia karenanya dengan hukuman mati,” kata majelis kasasi yang diketuai Surjadi dengan anggota Subekti dan M Abdurrachman pada 8 April 1967.
MA juga merampas semua harta Jusuf Muda Dalam untuk negara.
Berikut alasan MA menghukum mati Jusuf Muda Dalam:
1. Terdakwa dalam kedudukannya sebagai Menteri Urusan Bank Sentral yang mempunyai tugas terutama untuk menstabilkan nilai uang rupiah di dalam negeri dan mempertinggi nilai uang rupiah di luar negeri, tidak sedikit pun mengusahakan ke arah demikian. Malahan dengan DPC dan kredit khususnya, dengan akibat-akibatnya, telah membawa negara kita ke tepi jurang kehancuran dan dengan jalan itu membantu anasir-anasir asing di luar negeri melaksanakan wishful thinking mereka.
2. Bahwa keadaan ekonomi negara kita sedikit waktu lagi akan kolaps.
3. Dengan pengintegrasian bank ini menjadi semacam Baron von Rothschild di Eropa, yaitu Menteri Urusan Bank Sentral menguasai semua bank di seluruh Indonesia, kecuali satu bank saja, yaitu Bank Dagang Negara.
4. Di kala rakyat Indonesia mengeluh tentang kesukaran hidup sehari-hari akibat tekanan ekonomi yang kian hari kian bertambah berat, terdakwa Jusuf Muda Dalam, yang merupakan seorang menteri dalam Kabinet Dwikora, berkewajiban turut mengemban Amanat Penderitaan Rakyat, hidup dengan mewah-mewahnya serta meminum dan menikmati sepuas-puasnya dari piala kehidupan (beker des leven) tanpa menghiraukan jeritan dan keluh kesah rakyat Indonesia itu.
5. Dengan perbuatan-perbuatan terdakwa yang telah terbukti itu, negara kita dirugikan beratur-ratus miliar rupiah, sedangkan jumlah utang di luar negeri menanjak dan masih dirasakan dan dipilih oleh generasi kita yang akan datang.
6. Terdakwa untuk memuaskan nafsu angkara murkanya tidak segan-segan menghamburkan uang dan barang milik negara berupa ratusan juta rupiah dan mobil-mobil mewah. Sedangkan rakyat banyak harus hidup merana dan melarat dengan tidak mengetahui apakah mereka hari esok akan mendapat sesuatu bahan pangan.
7. Terdakwa sebagaimana halnya dengan menteri-menteri lain dalam rezim 100 menteri senantiasa berbicara Ampera dan menganjurkan hidup secara prihatin. Padahal ia sendiri berkecimpung dalam lautan kemewahan penuh ‘Wein, Weib, und Gesang’.
8. Sepak terjangnya mengingatkan kami pada falsafah hidup orang epicurist, yang dapat disimpulkan dalam suatu semboyan hidup ‘to live, to love an take what the gods may give and in time let go’.
9. Terdakwa sepanjang persidangan senantiasa mengelakkan tanggung jawabnya dengan cara melontarkan kepada orang lain, in casu Presiden dan Menko Keuangan. Hal mana menunjukkan sifat ketidakjantanan terdakwa yaitu berbuat tidak berani bertanggung jawab.
10. Ia menganggap ruangan pengadilan sebagai panggung sandiwara belaka. Di mana ia memainkan peranan yang penting tapi pasti bukan sebagai terdakwa.
11. Sikapnya kadang-kadang sinis dan tutur bahasanya kadang-kadang mengejek seolah-olah hendak mengatakan ‘Wie doet mij wat’.
12. Tidak dinyatakan rasa penyesalan sedikit pun tentang perbuatan-perbuatan yang telah terbukti itu.
13. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana di atas, kami tidak melihat alasan sedikit pun yang dapat meringankan hukumannya. Sehingga dengan keyakinan sebulat-bulatnya dan dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap batin kami kepada Tuhan Yang Maha Adil, hendak memikulkan undang-undang pidana dengan beratnya yang sebulat-bulatnya ke atas ke dua pundak terdakwa.
Sekedar Diketahui Seorang Jusuf Muda Dalam ini memulai kiprahnya di dunia politik pada tahun 1956.
Kala itu, ia mendapat posisi sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat dengan tugas utama menjalankan Bank Negara Indonesia.
Kariernya pun melesat tajam. Dalam waktu tiga tahun, ia berhasil naik menjadi Presiden Direktur di bank pelat merah tersebut.
Lalu, di tahun 1963 Soekarno mengangkatnya sebagai Menteri Urusan Bank Sentral atau Gubernur Bank Indonesia.
Selama menjabat sebagai menteri, ia terkenal sebagai sosok flamboyan yang selalu bersama dengan ‘nona manis’.
Pada akhirnya, kebiasaan inilah yang membawa kehancuran dalam karier politiknya.
Ini terjadi ketika Soeharto baru naik takhta dan membentuk Tim Penerbitan Keuangan.
Dalam pimpinan Mayjen R. Soerjo, tim ini mengungkap fakta bahwa Jusuf telah menggelapkan uang negara.
Dikutip dari Beberapa Sumber Terpercaya yang telah dirangkum oleh Tim Media Online dan Cetak Sitijenarnews.com total korupsi yang dituduhkan pada Jusuf mencapai angka Rp97 miliar Jumlah yang Cukup Fantastis Di Jamannya kala itu.
Nominal tersebut sungguh fantastis mengingat saat itu harga bensin hanyalah Rp16 per liter.
Selain itu, Jusuf juga menghadapi tuduhan keterlibatan dalam G30S PKI, penguasaan senjata api ilegal, hingga perkawinan yang tidak sesuai UU.
Mendapat Vonis Hukuman Mati.
Dalam persidangan, Jusuf Muda Dalam menolak hampir semua tuduhan tersebut.
Ia hanya mengakui bahwa dirinya memang memiliki 6 orang istri.
“Selain dari tuduhan tentang beristri lebih dari empat orang
Namun, pengadilan tetap menjatuhkan vonis hukuman mati kepadanya.
Ini membuat namanya tercatat sebagai koruptor pertama yang mendapat hukuman mati di Indonesia.
Tidak hanya sanksi hukum, keluarganya pun harus menghadapi sanksi sosial berupa hujatan masyarakat.
Ini membuat istri-istrinya satu persatu mengajukan cerai, menyisakan hanya istri pertamanya, Sutiasmi.
Selama masa tahanan Jusuf, Sutiasmi setia menjenguknya seminggu sekali.
Kunjungan ini baru berhenti setelah sang suami meninggal akibat tetanus di tahun 1976.Setelah divonis mati, Jusuf Muda Dalam tidak segera dieksekusi hingga ajal menjemput pada 1976 karena sakit.
Sekian Semoga secuil Kisah Nyata Koruptor Legendaris Indonesia diatas ini Bisa Menambah Wawasan kita Sebagai Penerus bangsa untuk terus Ikut Aktif berperan serta memerangi Bahaya Laten Korupsi yang saat ini mulai merajalela di Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Sekian Selamat Siang dan Semoga Bermanfaat Wassalam.
Penulis By: Eko Febrianto Ketua Umum LSM Siti Jenar yang Juga Pimpinan Perusahaan Media Cetak & Online Sitijenarnews. Com serta Headline. News. Info.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews.com Dan Headline.news.info)