Sitijenarnews.com Jakarta Senin 18 Juli 2022; Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua meregang nyawa usai baku tembak dengan Bharada E di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Brigadir Yosua begitu bangga melihat adiknya ikut sandang senjata karena lulus menjadi anggota Polri. Ternyata begini doa Brigadir Yosua yang terkabul sebelum meregang nyawa pada Jumat (8/7/2020) kelabu itu.
Brigadir Yosua sedari kecil sudah punya cita-cita menjadi polisi. Keteguhan hatinya terlihat ketika masih kecil dia meminta dibelikan baju polisi, yang lengkap dengan tanda pangkatnya. Cerita ini muncul dari Samuel Hubatarat, ayah Brigadir Yosua.
Cita-cita Brigadir Yosua yang menjadi polisi sejak anak-anak rupanya menular ke adik bungsunya, Maha Reza Hubarat. Ketika adiknya berhasil lulus menjadi anggota Polri, Brigadir Yosua tampak begitu bangga. Adiknya ikut sandang senjata, begini doa Brigadir Yosua sebelum meregang nyawa.
Brigadir Yosua tumbuh di keluarga sederhana. Ayahnya petani sawit kecil-kecilan di pelosok Jambi. Sementara itu, ibunya Rosti Simanjuntak adalah guru SD yang mengabdikan diri di pedalaman Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar.
Keluarga Brigadir Yosua tinggal di rumah berbentuk bedeng di kompeks SD Negeri 74 Suka Makmur, yang juga menjadi tempat pendidikan awal sang ajudan Kadiv Propam Polri itu. Ibunya Rosti Simanjuntak mengajar kelas 3B di SD Negeri 74.
Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak memiliki empat orang anak, ada dua perempuan dan sisanya laki-laki. Anak pertama, kakak Brigadir Yosua bernama Yuni Artika Hutabarat.
Sementara itu, adik Brigadir Yosua ada dua, perempuan dan laki-laki. Kebetulan, anak bungsu Samuel dan Rosti, Maha Reza Hutabarat juga berhasil menjadi polisi. Kini, dia berdinas di Mabes Polri. Tentu saja, kebahagiaan keluarga Samuel dan Rosti semakin lengkap.
Yosua adalah pemuda cakap yang menghabiskan masa kecilnya di Desa Suka Makmur. Dia lahir pada 29 November 1994. Setelah lulus SD, Yosua meneruskan sekolah ke SMP Negeri 12 Muaro Jambi. Lantas, Yosua memasuki SMA Negeri 4 Muaro Jambi.
Demi lulus sekolah polisi, Yosua mengejar pendaftaran dan tes di luar Jambi. Dia pergi ke Palembang, Sumatera Selatan. Rupanya dia berhasil diterima di SPN Jambi.
Makmur. Dia lahir pada 29 November 1994. Setelah lulus SD, Yosua meneruskan sekolah ke SMP Negeri 12 Muaro Jambi. Lantas, Yosua memasuki SMA Negeri 4 Muaro Jambi.
Demi lulus sekolah polisi, Yosua mengejar pendaftaran dan tes di luar Jambi. Dia pergi ke Palembang, Sumatera Selatan. Rupanya dia berhasil diterima di SPN Jambi.
Anaknya berhasil lulus tes sekolah polisi, Samuel Hutabarat bangga pada putra keduanya itu. Saking senangnya, keluarga Samuel tak pernah mengeluh saat harus pulang pergi Jambi-Palembang untuk mengurus semua kebutuhan Yosua setelah lolos tes sekolah polisi. Rasa bangga juga begitu terpancar oleh orangtuanya bahkan keluarga besar mereka.
“Jadi waktu dia lolos jadi polisi, itu kami yang pontang-panting kesana-kemari itu. Dia kan lolosnya di Palembang. Kami sangat merasa bangga sekali. Awalnya banyak yang tidak percaya dia bisa lolos jadi polisi, tapi dia buktikan. Ya walau saya ini hanya kerjanya sebagai petani tapi dia mampu wujudkan impiannya itu,” terang Samuel.
Berdasarkan cerita Samuel, keinginan teguh Yosua menjadi polisi sejak kecil tampaknya terinspirasi dari opungnya yang berdinas di kesatuan militer. Opung Yosua adalah tentara tentara yang bertugas di kesatuan polisi militer.
Di tengah suasana duka, Samuel mengenang kisah masa kecil anak keduanya yang sudah membuat bangga keluarga. Kata Samuel, Yosua selalu menjadi anak baik dan tak pernah mau membuat keluarga repot.
“Saya paham betul bagaimana kepribadian anak saya ini. Anaknya yang baik dan tidak pernah sama sekali menceritakan apa pun kesulitannya dengan keluarganya. Saya tahu betul bagaimana sifat anak saya ini,” kenang Samuel.
Samuel meneruskan cerita, sejak kecil anaknya sangat tergila-gila dengan polisi. Cita-citanya untuk menjadi polisi, tak pernah berubah sejak kecil. Saking tergila-gilanya sama dunia polisi, apa pun barang atau pakaian yang dibeli, pasti berbau polisi. Sampai akhirnya, cita-cita itu terwujud dan membanggakan keluarga.
“Jadi saya masih ingat betul itu, waktu dia kecil dia punya cita-cita jadi polisi, sampai dia kalau mau beli baju itu yang baju polisi lah, yang ada gambar garis kuning-kuningnya di baju itu. Dan sampai dia besar cita-citanya itu tercapai,” ujar Samuel.
Pertama kali masuk di Kepolisian, Yosua ditempatkan di kesatuan Brimob. Dia mendapat tugas ke Papua tiga bulan setelah lulus. Pada saat itu, orangtuanya hanya membekali anak itu dengan alkitab, kitab suci yang bagi umat Nasrani berisi Firman Tuhan. “Saya tidak bisa memberinya uang, hanya bisa memberikan alkitab saat itu,” kata Samuel sambil terisak.
Brigadir Yosua memiliki seorang kakak perempuan. Namanya, Yuni Artika Hutabarat. Kakak perempuan Brigadir Yosua berhasil meraih gelar sarjana di Universitas Jambi. Saat ini, Yuni tercatat sebagai PNS di Badan Karantina Pertanian Jambi.
Adik Brigadir Yosua ada dua. Pertama, perempuan. Adik perempuan Brigadir Yosua juga berhasil menjadi sarjana di Universitas Jambi. Saking bangganya, Rosti Simanjuntak sampai memajang upacara wisuda dua anak gadisnya.
Ibunda Brigadir Yosua adalah guru kelas 3B di SD Negeri 74 yang berada di Desa Suka Makmur, Sungai Bahar di pelosok Muaro Jambi. Tempat ini jauh dari kota Jambi.
Rosti berhasil menamatkan gelar sarjana dari Universitas Terbuka. Tentu, bukan perjuangan mudah untuk bisa meraih gelar sarjana pendidikan di tengah kesibukannya mengajar dan mengurus keluarga di pelosok desa.
Adik bungsu Brigadir Yosua, laki-laki. Uniknya, adik paling bontot Yosua ini berhasil menjadi anggota Polri. Namanya, Maha Reza Hutabarat. Dia biasa dipanggil Pudan dalam keluarganya. Saat ini adik Brigadir Yosua bertugas di Mabes Polri.
Setelah peristiwa penembakan di rumah Kadiv Propam, adik Brigadir Yosua menjadi orang pertama yang mendapatkan kabar duka mengenai nasib abangnya yang tragis itu.
Bangga melihat adiknya ikut sandang senjata polisi, begini doa Brigadir Yosua yang terkabul sebelum meregang nyawa. Foto sosok anak bungsu Samuel Hutabarat bikin syok.
Cerita doa Brigadir Yosua yang terkabul bagi adiknya itu disampaikan Rohani Simanjuntak, adik Rosti Simanjuntak. Melalui akun Facebook miliknya, Rohani menceritakan bagaimana awan duka nan gelap mengelayuti keluarga petani sawit dan guru SD di pelosok Jambi ini.
“Waktu adek pupu (Pudan panggilan adik Brigadir Yosua) masuk polisi si abg berharap agar adeknya dapat penempatan di Mabes. Doa abangnya terkabul akhirnya adek pupu ditugaskan di Mabes (Polri),” tulis Rohani melalui akun Facebooknya beberapa hari lalu.
Rohani lalu melanjutkan cerita, “Harapan si abg (abang) agar adek pupu bisa mandiri dan siabg bisa mendidik, membina si adek pupu. Harapan si abg berakhir dengan direnggut teman sekerja nya nyawa nya.”
Bukan nya menjaga si adek pupu malah si adek yg mengawal dan mengantar jenazah ABG baiknya ke rumah orang tua nya dengan perasaan yang sangat sedih,remuk ,si adek pupu tidak bisa berbuat apa2.
Hati si adek pupu hancur melihat tubuh Abang baiknya terbujur kaku. Sdh 6 hari kepergianmu nak tapi airmata ini tanpa terasa jatuh mengingat kekejian yg kamu alami.”
Sekedar diketahui dan Seperti diberitakan sebelumnya,oleh media online dan cetak Sitijenarnews.com Jakarta Senin 18 Juli 2022;Tim kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J mendatangi Bareskrim Polri, Senin (18/7/2022) pagi sekitar pukul 09.30.
Mereka hendak melaporkan dugaan pembunuhan berencana atas tewasnya Brigadir J.
“Dalam rangka sebagai tim kuasa hukum atau kuasa dari keluarga Brigadir Joshua Hutabarat, untuk membuat laporan polisi tentang dugaan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud Pasal 340 KUHP, junto pembunuhan sebagaimana Pasal 338 KUHP, juntoi penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain sebagaimaa Pasal 351 KUHP,” kata Koordinator Tim Kuasa Hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak kepada Wartawan di Mabes Polri, Senin.(Pagi Ini)
Kemudian katanya juga melaporkan dugaan pencurian dan penggelapan handphone Brigadir J sesuai Pasal 362 KUHP junto pasal 372 KUHP dan 374 KUHP.
“Kemudian juga dugaan tindak pidana meretas atau penyadapan, yaitu tindak pidana telekomunikasi,” kata Kamaruddin.
“Terlapornya lidik,” tambah Kamaruddin.
Terkait bukti yang dibawa kata Kamaruddin antara lain perbedaan keterangan Mabes Polri yakni Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dengan fakya yang ditemukan di lapangan.
“Yaitu informasi yang diberikan tembak menembak, tapi yang kami temukan adalah memang ada luka tembakan tapi ada juga luka sayatan. Ada juga pengrusakan di bawah mata atau penganiayaan, di hidung dua jahitan, juga di bibir dan leher ada sayatan lagi. Kemudian di bahu kanan, kemudian memar di perut kanan dan kiri, ada juga pengrusakan jari manis dan juga pengrusakan di kaki, semacam sayatan,” katanya.
Semuanya kata Kamaruddin ada dalam bukti berupa video dan surat elektronik hasil temuan pihak keluarga.
“Kami akan laporkan ke SPKT Bareskrim Polri. Terlapornya lidik,” katanya.
Sementara anggota tim kuasa hukum lainnya Johnson Panjaitan meminta kesempatan kepada mereka untuk melakukan pelaporan terlebih dahulu.
“Karena ada dua yang menjadi dasar kami, agar tak berpolemik. Pertama kita resmiada kuasa ada surat kuasanya. Kedua kita bikin laporan dulu. Barulah platform pembelaan kita akan kemana. Karena ini merespons tuduhan-tuduhan yang sudah menyudutkan keluarga, dan fitnah dan lainnya. Karena itu penting pro-justicia, agar tidak dimanfaatkan oleh orang lain mengintimidasi dan lainnya” kata Johnson.
Kamaruddin mengatakan dalam kasus ini anak kliennya dituduh melakukan pelecehan ke istri Irjen Ferdy Sambo.
Padahal menurut Kamaruddin hal itu hanyalah narasi tanpa ada bukti.
“Kemudian disebut tembak menembak, tapi tidak ada bukti tembak menembak, padahal yang saya liat video adalah justru dia disiksa dianiaya dan atau disayat sayat pakai benda tajam begitu, ditembakkan gitu,” sambungnya.
Menurut Kamaruddinm ayah Brigadir Yoshua atau Brigadir J juga disebut akan datang ke Jakarta.
Namun Ia mengaku belum dapat memastikan hal tersebut karena adanya kendala komunikasi.
Laporan yang dilayangkan keluarga Brigadir Yosua ini teregister dalam laporan polisi (LP) bernomor LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 18 Juli 2022.
Kamaruddin meminta Presiden Jokowi membentuk tim independen untuk menyelidiki kasus ini.
Sebab katanya pihak keluarga Brigadir J mengaku sulit percaya dengan kinerja tim khusus bentukan Kapolri.
Hal itu dikatakan Kamaruddin Simanjuntak kepada Tim awak Media Sitijenarnews.com, Minggu Kemarin (17/7/2022).
Semoga Presiden RI memperhatikan kasus ini dan membentuk tim independen yang tidak hanya melibatkan petinggi Polri, tetapi juga melibatkan akademisi, praktisi ,termasuk lembaga-lembaga seperti Kontras, Komnas HAM, Kompolnas dan sebagainya,” kata Kamaruddin.
Menurutnya pihak keluarga pesimis tim khusus yang dibentuk Kapolri akan menyimpulkan hasil yang objektif dan mengungkap fakta sebenarnya.
Pihak keluarga mengaku sangat sulit untuk percaya atas kinerja tim khusus, meski melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM yang dianggap hanya memonitoring penyelidikan yang dilakukan tim khusus.
“Karena terduga ini kan Kadivpropam Polri. Apalagi dari awal 8 Juli 2022, sudah banyak dugaan kejahatan, rekayasa, perusakan TKP, penghilangan barang bukti dan kebohongan publik,” kata Kamaruddin.
“Jadi sulit kami percaya timsus,” kata Kamaruddin.
Sikap keluarga kata Kamaruddin sangat wajar, mengingat sejak awal banyak kejanggalan dalam keterangan yang diberkan polisi.
Kamaruddin menuturkan pihak keluarga mengaku menolak dengan tegas jika disebutkan ada baku tembak yang terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo dan berujung tewasnya Brigadir J.
Menurut Kamaruddin, dari semua bukti yang dimiliki pihak keluarga, tewasnya Brigadir J sangat kuat mengarah ke penyiksaan.
“Kami selaku penasehat hukum pihak keluarga korban, menolak kalau disebut ada tembak menembak. Saya menolak dengan tegas kalau dikatakan ada baku tembak. Ini perlu digarisbawahi,” kata Kamaruddin di tayangan live kanal YouTube, Jumat (15/7/2022).
Alasan menolak, katanya, karena tidak ada bukti yang menunjukkan baku tembak di rumah Irjen Ferdy Sambo.
“Juga tidak ada CCTV. Jadi itu hanya keterangan dari Karo Penmas Polri saja,” ujarnya.
Menurutnya tidak boleh membuat dalil apalagi fitnah terhadap orang meningggal tanpa disertai bukti.
“Kami peringatkan juga kepada wartawan, kepada media, jika ada yang mencoba menyebut dan menyimpulkan baku tembak, akan kami perhitungkan untuk kami tuntut ke pengadilan. Karena sebentar lagi kami juga akan membuat laporan polisi,” katanya.
Kamaruddin juga menolak tegas jika disebutkan Brigadir J melecehkan istri Irjen Ferdy Sambo dengan masuk ke dalam kamarnya.
“Kalau ada yang berani mengatakan bahwa anak klien kami, masuk ke dalam kamar itu tanpa disertai bukti, kami juga akan memperhitungkan secara hukum, kami akan menuntut,” katanya.
Beberapa hari belakangan ini, kata Kamaruddin ada media sosial termasuk tik tok dan sebagainya yang membuat gambar seorang wanita, berpelukan dengan seorang pria berkulit putih.
“Tetapi narasinya dikait-kaitkan dengan anak klien kami. Padahal anak klien kami tidak berkulit putih tetapi hitam manis, tinggi dan besar. Bukan kulit putih yang bolak-balik diumbar di media itu,” ujarnya.
“Saya pastikan itu bukan anak klien kami. Jadi jangan dibuat narasi-narasi seolah-olah wanita itu, ada bersama-sama berpelukan dengan anak klien kami,” kata Kamaruddin.
Menurut Kamaruddin ada sejumlah alasan pihak keluarga menolak jika dikatakan Brigadir J masuk ke kamar istri Irjen Ferdy Sambo melakukan pelecehan dan penodongan.
“Kami menolak kalau dikatakan brigadir J masuk ke dalam kamar majikannya atau komandannya. Sebab sepengetahuan keluarga dan sesuai penugasan, Brigadir J bukan sopir istri Kadiv Propam, tapi ajudan Kadiv Propam. Sehingga tidak ada kesempatan bagi seorang ajudan maupun sopir untuk bisa masuk ke dalam rumah seorang jenderalnya, kecuali diperintah untuk itu,” kata Kamaruddin.
Pertanyaannya, menurut Kamaruddin, siapa yang memerintah?
“Karena tempat ajudan dan sopir itu hanyalah di seputar pos, kemudian ke dapur kalau mau perlu minum. Tetapi ke ruang tamu rumah perwira atau komandannya atau Jenderalnya, tidak berani. Bahkan mereka itupun kerja 2 tiga tahun menjadi ajudan, melihat engsel pintu rumahnya itupun dia tidak pernah tahu,” katanya.
Selain itu menurut Kamaruddin, pihaknya juga menolak narasi yang dikembangkan polisi karena TKP telah dirusak.
Kamaruddin menjelaskan pihaknya memiliki sejumlah bukti bahwa Brigadir J mengalami penyiksaan.
Anak klien kami disiksa, dipukuli, disayat-sayat, entah apapun motif kebencian mereka. Dirusak wajahnya, disobek hidungnya dengan senjata tajam, demikian juga bibirnya dan dibawah matanya. Kemudian di pundaknya di sebelah kanan itu ada juga dirusak sampai dengan dagingnya terkelupas. Bukan dengan senjata peluru,” ujar Kamaruddin.
Kemudian kata Kamaruddin jari Brigadir J juga dirusak, dipatahkan dan ada kuku yang dicabut.
“Di belakang kepala juga ada seperti luka sobek, yang sampai dijahit berapa jahitan,” kata Kamaruddin.
“Nah, pertanyaannya adalah apakah anak klien kami, disiksa dulu baru ditembak, atau ditembak dulu baru disiksa. Dari sini saya berani mengatakan ini adalah drama. Drama yang setelah kejadian, baru diciptakan skenarionya. Ini setelah kejadian, lalu di undang teman-teman dari penyidik, lalu disepakatilah seperti apa dramanya. Tetapi teralalu mudah ditebak,” katanya.
Dramanya itu antara lain, kata Kamaruddin adalah setelah Brigadir J meninggal datanglah penyidik Polres Jakarta Selatan.
“Lalu mereka melucuti barang bukti, kemudian mengganti decodernya CCTV tanoa izin Pak RT, diduga demikian. Kemudian menciptakan alibi, seolah-olah ada yang pergi PCR, dan sebagainya itu, diciptakan sedemkian rupa,” katanya.
Kemudian kata Kamaruddin, ada pengangkutan jenazah dari rumah yang diduga tidak menggunakan ambulans, karena tidak ada tetangga yang melihat dan mendengar ambulans.
Seperti diketahui dari keterangan polisi disebutkan Brigadir J tewas dalam adu tembak dengan rekannya Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo. Keduanya adalah
ajudan Irjen Ferdy Sambo.
Penyebabnya karena Brigadir J disebut melakukan pelecehan dan penodongan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo di kamarnya.
Karena teriakan istri Irjen Ferdy Sambo, Bharada E menegur namun dibalas tembakan sehingga terjadi adu tembak yang berujung tewasnya Brigadir J.
Keterangan polisi ini dianggap janggal oleh banyak pihak. Sehingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus gabungan untuk mendalami kasus ini dengan melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)