Sitijenarnews.com Bondowoso, Rabu 15 Oktober 2025: Harapan baru mulai terbit di kaki Gunung Ijen. Setelah puluhan tahun terjebak dalam pusaran konflik lahan antara perusahaan perkebunan negara dan masyarakat penggarap, kini kedua belah pihak mulai menapaki jalan damai. Pertemuan mediasi yang digelar Forkopimda Kabupaten Bondowoso bersama Anggota DPR RI Nasim Khan di Aula Kantor Kejaksaan Negeri Bondowoso, Rabu siang (15/10/2025), menjadi momentum penting menuju penyelesaian menyeluruh dan berkeadilan.

Suasana pertemuan berlangsung hangat namun penuh keseriusan. Hadir dalam forum tersebut antara lain Bupati Bondowoso, Ketua DPRD, Kapolres, Dandim 0822, Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, perwakilan Perhutani, jajaran manajemen PTPN I Regional 5, serta perwakilan masyarakat dari kawasan Ijen dan Sempol.
Pertemuan ini menjadi babak baru setelah bertahun-tahun masyarakat penggarap dan pihak perusahaan berada dalam posisi saling curiga. Namun siang itu, kedua pihak akhirnya sepakat membuka komunikasi konstruktif demi mencari titik temu penyelesaian yang damai dan saling menguntungkan.
“Hari ini kita melihat langkah nyata menuju perdamaian. Pemerintah, masyarakat, dan perusahaan sepakat mencari solusi yang terbaik dan berkeadilan,” ujar Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan dalam sambutannya.
Nasim Khan menegaskan, dirinya hadir bukan untuk berpihak pada salah satu, melainkan untuk menjembatani kepentingan bersama antara masyarakat dan PTPN agar tidak ada lagi konflik berkepanjangan. Ia berharap forum seperti ini bisa menjadi contoh penyelesaian agraria yang beradab di tingkat nasional.
“Kita ingin semua pihak duduk bersama, berbicara dengan kepala dingin, agar tidak ada lagi perpecahan. Petani Ijen harus tetap sejahtera, dan PTPN tetap dapat berproduksi dengan baik,” tambahnya.
Dari pihak perusahaan, Manager PTPN I Regional 5 Kebun Blawan, Bambang Trianto, menyampaikan bahwa perusahaan siap membuka ruang kerja sama yang lebih terbuka dengan masyarakat penggarap. Ia mengungkapkan, hasil pertemuan hari ini melahirkan dua opsi penyelesaian awal.
Opsi pertama, yaitu kerja sama pertanaman antara PTPN dan masyarakat Ijen, sebagaimana diusulkan oleh Kepala Desa Sumberrejo dan perwakilan petani.
Opsi kedua, yaitu pengembangan kebun kopi melalui pola swakelola oleh PTPN, sementara masyarakat yang terdampak akan diberikan lahan relokasi yang layak untuk tetap berproduksi.
“Prinsip kami sederhana: tidak boleh ada yang dirugikan. Masyarakat harus tetap punya lahan kerja, dan PTPN juga harus bisa menjalankan kewajiban produksinya,” ujar Bambang di hadapan peserta rapat.
Dalam kesempatan tersebut, perwakilan masyarakat Ijen pun diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi secara terbuka. Mereka berharap proses mediasi ini benar-benar menghasilkan keputusan nyata, bukan sekadar janji di atas kertas.
Beberapa tokoh masyarakat menekankan pentingnya adanya jaminan kepastian hukum atas lahan garapan yang telah mereka kelola selama bertahun-tahun, disertai komitmen dari perusahaan untuk tidak melakukan tindakan represif di lapangan.

Sementara itu, Forkopimda Kabupaten Bondowoso melalui Bupati dan unsur pimpinan daerah lainnya menegaskan bahwa pemerintah daerah akan terus memantau proses ini hingga benar-benar tuntas. Menurut Forkopimda, penyelesaian damai tidak hanya penting untuk ketenteraman sosial, tetapi juga untuk menjaga iklim investasi dan stabilitas ekonomi daerah.
“Kita semua sepakat, penyelesaian ini harus damai dan permanen. Konflik tidak boleh lagi diwariskan ke generasi berikutnya,” tegas Bupati Bondowoso dalam pernyataan penutupnya.
Berdasarkan data lapangan yang diperoleh oleh tim investigasi Siti Jenar Group Multimedia, luas areal yang dikelola oleh PTPN I Regional 5 di wilayah Kecamatan Sempol/Ijen mencapai 7.856,86 hektar. Dari luasan tersebut, sekitar 200 hektar merupakan areal investasi kopi arabika yang tersebar di afdeling Kampung Baru, Jampit, Gending Waluh, hingga Watucapil.
Sedangkan lahan garapan masyarakat yang masuk kategori TTAD (Tanaman Tahun Akan Datang) tahun 2025 tercatat seluas 159,95 hektar, dengan jumlah penggarap sebanyak 306 orang. Angka-angka tersebut menjadi rujukan awal dalam merancang mekanisme kerja sama baru agar tidak terjadi tumpang tindih atau perebutan lahan di kemudian hari.
Pertemuan yang berlangsung selama beberapa jam itu akhirnya menghasilkan nota kesepahaman awal antara masyarakat dan perusahaan untuk menempuh jalur dialog, bukan konfrontasi. Semua pihak menyadari bahwa penyelesaian yang damai adalah satu-satunya cara menjaga keberlanjutan ekonomi dan sosial di kawasan Ijen.
“Inilah semangat baru. Setelah puluhan tahun, akhirnya kita duduk bersama, bukan saling menyalahkan. Saya yakin jika komunikasi seperti ini terus dijaga, maka tidak ada lagi yang dirugikan,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang hadir dalam forum tersebut.
Langkah yang ditempuh Forkopimda dan DPR RI bersama PTPN serta masyarakat Ijen ini kini dinilai sebagai titik terang nyata dalam penyelesaian konflik agraria di wilayah Bondowoso. Pemerintah daerah berkomitmen menindaklanjuti hasil pertemuan dengan membentuk tim koordinasi lapangan yang akan memastikan setiap kesepakatan berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan keterbukaan.
Dengan tercapainya kesepahaman ini, masyarakat Ijen kini menatap masa depan dengan optimisme baru. Mereka berharap, kehidupan di lereng Gunung Ijen kembali damai, produktif, dan menjadi simbol keberhasilan penyelesaian konflik berbasis musyawarah.
“Kami semua lega. Setelah sekian lama ada ketegangan, sekarang mulai ada jalan terang. Semoga ke depan tidak ada lagi konflik, yang ada hanya kerja sama,” tutup salah satu perwakilan petani yang turut hadir dalam mediasi.

Langkah damai ini diharapkan menjadi cerminan kematangan sosial masyarakat Bondowoso, sekaligus bukti nyata bahwa dengan keterbukaan dan kehadiran negara di tengah rakyat, konflik yang berusia puluhan tahun pun akhirnya bisa menemukan ujung penyelesaiannya.
(Redaksi / Tim Biro Siti Jenar Group Bondowoso – Jawa Timur)







