Sitijenarnews.com Sabtu 6 Mei 2023: Berdasar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan sebagai pengganti UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, usia minimal menikah adalah 19 tahun.
Otomatis pasangan yang melakukan pernikahan di bawah usia 19 tahun, dikategorikan sebagai pernikahan dini.
Bagi pasangan yang melakukan pernikahan di bawah usia 19 tahun, harus mengajukan permohonan dispensiasi ke Pengadilan Agama. Ada beberapa faktor penyebab orang melakukan pernikahan dini. Antara lain hamil di luar nikah, dijodohkan oleh orangtuanya, putus sekolah dan lainnya.
Sementara Pengadilan Tinggi Agama Semarang mencatat, terdapat 11.392 kasus dispensasi nikah di Jawa Tengah selama tahun 2022. Meskipun terjadi penurunan dibanding tahun 2021 yang mencapai 13.560 kasus, namun ada satu benang merah yang melatarbelakangi maraknya kasus pernikahan dini di Jateng.
Panitera Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Ma’sum Umar menyebut tingginya angka dispensasi nikah sebagian besar disebabkan adanya kejadian hamil di luar nikah.
“Kalau sudah terlanjur hamil jadi pertimbangan bagi majelis hakim untuk menyetujui dispensasi nikah,” katanya, beberapa hari lalu.
Maraknya kasus anak hamil di luar nikah, menurut Ma’sum ditengarai oleh perkembangan teknologi yang seolah menjadi pisau bermata dua.
Bagaimana pengaruh dari Situs Pornografi di Jawa Tengah,?
Di satu sisi, perkembangan teknologi memang memiliki sisi positif. Di sisi lain, juga berefek negatif pada pergaulan anak. Anak bisa bebas mengakses informasi maupun situs-situs yang mengarahkan pada pergaulan bebas.
Bahkan, saat langkah pemerintah memblokir situs-situs yang berbau pornografi pun masih terdapat celah bagi anak untuk mengakses situs tersebut. Anak juga tak kalah cerdas.
Mereka membuka website yang berisi artikel-artikel tentang cara mengunjungi situs pornografi meskipun telah diblokir oleh pemerintah.
“Perkembangan teknologi juga berpengaruh besar terhadap pergaulan anak,” tambahnya.
Meski begitu, pihaknya tak serta merta menyetujui permohonan dispensasi nikah. Ma’sum menambahkan, kepada anak yang mengajukan dispensasi nikah bukan oleh faktor hamil di luar nikah, pihaknya lebih menyarankan agar anak melanjutkan pendidikan terlebih dahulu.
“Kalau anak memungkinkan masih bisa disarankan dan diberi pemahaman oleh majelis hakim agar melanjutkan pendidikan, jangan buru-buru nikah dulu,” tegasnya.
Berpotensi KDRT:
Kasus pernikahan dini menjadi perhatian serius oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah.
Apalagi, kasus pernikahan dini di Jateng dalam periode 2019-2022 terjadi peningkatan cukup signifikan.
Pada tahun 2019 misalnya, angka pernikahan dini mencapai 2.049. Lalu, melonjak drastis ketika masa pandemi tahun 2020 hingga mencapai 12.972 kasus.
Jumlah itu, terus meningkat pada tahun 2021 yang mencapai 13.595 kasus. Sementara, angka pernikahan dini pada semester pertama tahun 2022 di Jateng mencapai 5.085 kasus.
Kepala DP3AKB Jateng, Retno Sudewi mengatakan pernikahan anak terjadi di hampir seluruh wilayah di Jateng. Mulai dari Jepara, Pati, Blora, Grobogan, Cilacap, Brebes, Banjarnegara, Purbalingga dan beberapa kabupaten/kota lain di Jateng.
“Secara keseluruhan pernikahan dini ada di seluruh daerah di Jateng. Hanya saja tergantung besar kecilnya angka kasus yang terjadi,” katanya.
Selain itu, Retno juga menyoroti pemahaman anak tentang kehidupan pra-nikah yang dianggap oleh mereka sebagai langkah mulus untuk membina rumah tangga. Kata dia, pasangan yang melakukan pernikahan dini masih terjebak pada pemikiran bahwa kehidupan pra-nikah akan menjadi lebih baik.
“Mereka beranggapan kalau sudah menikah maka ekonomi jadi lebih baik. Padahal kan belum tentu,” jelasnya. Menurutnya, hal itu justru akan berpotensi menimbulkan perceraian.
Telah Terjadi 75 Ribu Perceraian:
Data dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2021 menyebut sebanyak 75.509 kasus pasangan melakukan perceraian. Ada banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya pertengkaran terus menerus, masalah ekonomi, meninggalkan salah satu pihak, hingga KDRT.
Di sisi lain, panitera muda hukum Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Andarukmi Rini Utami mengatakan, selama tahun 2022 terdapat 73.927 kasus perceraian di Jawa Tengah. Rinciannya, cerai talak sebanyak 17.900 dan cerai gugat sebanyak 56.027.
Cilacap menduduki peringkat pertama dengan 1.424 cerai talak dan 3.835 cerai gugat. Lalu, di peringkat kedua ada Brebes dengan 1.068 cerai talak dan 3.782 cerai gugat.
Disusul Purwodadi dengan 868 cerai talak dan 2.330 cerai gugat. Adapun untuk Semarang mencapai 699 kasus cerai talak dan 2.404 cerai gugat.
“Terbanyak Cilacap dengan 1.424 cerai talak dan 3.835 cerai gugat,” katanya, Selasa (24/1/2023).
Marak Kawin Bocah:
Pernikahan dini hingga hari ini masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Apalagi ketika nikah dini dibumbui oleh iming-iming keharmonisan kehidupan paska membina rumah tangga.
Gubernur Jawa Tengah sejak 2020 telah menggencarkan gerakan Jo Kawin Bocah sebagai upaya menekan tingginya angka pernikahan dini yang juga berujung pada tingginya kasus perceraian.
DP3AKB Jateng juga turut meresmikan Care Center Jo Kawin Bocah di kantor DP3AP2KB, pada 28 Mei 2021 sebagai tindak lanjut gerakan Jo Kawin Bocah. Gerakan Jo Kawin Bocah, menurut Retno efektif untuk mengurangi kasus pernikahan dini di Jateng.
Dari data yang ia paparkan, angka pernikahan dini pada semester pertama tahun 2022 di Jateng mencapai 5.085 kasus. Dengan rincian, Grobogan 390 kasus, Pemalang 314, Cilacap 291, Banyumas 275 dan Blora 257.
Sementara, jumlah pernikahan dini di Kota Semarang selama semester satu mencapai 123 kasus, Kota Salatiga 11 kasus, Kota Pekalongan 24 kasus, Kota Magelang 27 kasus, Kota Tegal 39 kasus dan Kota Surakarta 41 kasus.
“Untuk data semester kedua belum masuk. Meskipun ini baru semester pertama, kami yakin ini efektif mengurangi angka pernikahan dini,” tegasnya.
Retno berharap, adanya Care Center Jo Kawin Bocah mampu mengurangi angka perkawinan anak di Jawa Tengah.
“Dengan dukungan keterlibatan unsur Pentahelix, yaitu pemerintah, komunitas, media massa, akademisi, dan dunia usaha. Semoga angka pernikahan dini di Jateng terus berkurang,” paparnya.
Mudah Sakit:
Dalam kacamata medis, pernikahan yang ideal bagi perempuan yakni di atas usia 20 tahun. Meskipun UU no 16 tahun 2019 tentang Perkawinan, usia 19 tahun sudah diperbolehkan untuk menikah.
Dokter Spesialis Kandungan RS Hermina Banyumanik, dr Budi Palarto, SpOG, mengatakan di saat usia perempuan menginjak 20 tahun, kondisi rahim dan psikologisnya sudah siap untuk mengasuh anak.
“Golden time di atas 20 hingga 35 tahun. Tapi jaraknya juga jangan terlalu dekat. Dua anak itu sudah cukup dan empat masih diperbolehkan,” terangnya.
Bayi yang dilahirkan dari orangtua yang usianya masih tergolong dini cenderung berukuran kecil. Kapasitas intelektual bayi yang lahir juga cenderung terbatas. Kemudian, anak tersebut ketika dewasa mudah terserang penyakit tidak menular.
“Berdasarkan penelitian anak yang lahir dari rahim orangtua yang berusia dini ketika dewasa akan mudah terkena penyakit tidak menular. Seperti diabetes, hipertensi, dan jantung. Bukankah untuk pengobatan penyakit tersebut butuh biaya yang besar. Maka harus dicegah jangan melakukan pernikahan di bawah 20 tahun,” jelas Budi.
Program pemerintah untuk mencegah terjadinya pernikahan dini sudah baik. Namun kenyataannya masih kurang efektif masuk ke dalam lingkungan keluarga. Wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun dinilai belum cukup siap untuk mengasuh anak. Karena kurangnya pemahaman bagaimana mengasuh anak yang baik dan benar.
“Berkeluarga itu butuh perencanaan yang matang. Kalau asal jadi saja ya repot. Kesiapan tidak hanya fisik, mental, dan lainnya. Pemerintah sudah baik punya program bimbingan pra-nikah walaupun masih pro kontra. Tapi tujuannya baik, supaya pasangan suami istri ini siap untuk mengasuh anak hingga membesarkannya,” tutur dia.
Budi menambahkan, ada empat manfaat yang bisa didapatkan oleh seorang perempuan yang hamil dan menikah di atas usia 20 tahun.
Pertama, terhindar dari hamil di usia terlalu muda, terhindar dari hamil di atas usia 35 tahun, terhindar dari jarak kehamilan yang terlalu dekat, dan mencegah hamil terlalu banyak.
(Red/Tim-Biro Sitjenarnews Group)