Sitijenarnews.com Selasa 13 September 2022: Eks Narapidanda diperbolehkan daftar Caleg-KPU memberikan setidaknya tiga alasan terkait keikutsertaan Napi Koruptor bisa ikut serta dalam pelakasanaan Pemilu 2024 mendatang sebagai calon Legislatif.
Komisioner KPU Idham Kholik menjelaskan beberapa poin yang menjadi pertimbangan untuk terkit dengan hal ini yaitu seputar undang-undang pemilu.
Akan tetapi sebelum kita mengetahui terkait dengan pernyataan KPU, berikut adalah bunyi pasal yang mengatur tentang mantan napi yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, hal ini akan terkait dengan persyaratan administratif pencalonan.
Jika merujuk pada bunyi undang-undang nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pemilu
“Surat pernyataan bermeterai bagi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana,”
Tidak hanya itu seorang mantan Napi yang hendak menjadi peserta Pemilu 2024 bakal diwajibkan mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana melalui media massa.
Lantas apa yang menjadi pertimbangan KPU ?
Berikut adalah penjelasan KPU terkait dengan beberapa pertimbangan yang memperbolehkan Eks Napi Koruptor ikut sebagai peserta Pemilu 2024, dikutip dari Kompas.com
1. Alasan HAM
Komisioner KPU RI Idham Holik menjelaskan, dalam membuat aturan penyelenggaraan pemilu, pihaknya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Hak untuk dipilih, ujar Idham, sedianya telah diatur dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 menyatakan:
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Lalu, Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 berbunyi:
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Kemudian, kata Idham, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah mengatur hak untuk memilih dan dipilih.
2. Sempat dilarang
Polemik pencalonan mantan napi korupsi sebagai anggota legislatif juga pernah ramai jelang Pemilu 2019 lalu.
Saat itu, KPU melarang eks koruptor mencalonkan diri sebagai peserta Pemilu 2019. Larangan itu diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.
“Tapi kalau PKPU kan menutup sama sekali kan. Bertentangan atau enggak itu? Ya kalau menurut MA ya bertentangan,” lanjutnya.
Putusan MA ini, kata Idham, juga menjadi salah satu pertimbangan KPU tak melarang napi korupsi mencalonkan diri di pemilu.
“Putusan MA adalah bersifat final dan mengikat. Kami wajib melaksanakan Putusan MA,” jelas Idham.
3. Belum akan diatur
Idham pun memastikan bahwa KPU belum akan membuat aturan yang melarang mantan napi korupsi mencalonkan diri pada Pemilu 2024.
Menurutnya, untuk membuat aturan itu, diperlukan revisi undang-undang terkait.
“Kecuali ada UU yang mengatur lain,” kata Idham.
“Sampai saat ini UU Nomor 7 Tahun 2017 khususnya Pasal 240 Ayat (1) huruf g masih berlaku,” tandasnya.
Nantinya, kata Idham, eks napi korupsi yang hendak mencalonkan diri pada Pemilu 2024 akan diwajibkan mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana.
Pada Pemilu 2019 lalu, aturan ini tertuang dalam Pasal 45A Ayat (2) PKPU Nomor 31 Tahun 2018.
“Melampirkan surat keterangan dari kepala lembaga pemasyarakatan yang menerangkan bahwa bakal calon yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” kata Idham kepada Kompas.com, Selasa (23/8/2022).
Selain itu, kata Idham, calon anggota DPR eks napi korupsi juga akan diwajibkan melampirkan salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Caleg eks koruptor juga bakal diminta melampirkan surat dari pemimpin redaksi media massa lokal maupun nasional bukti dimuatnya pemberitaan tentang status caleg sebagai mantan narapidana kasus korupsi.
Berikut adalah uraian terkait Kelengkapan administratif bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan:
a. Kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia;
b. Bukti kelulusan pendidikan terakhir berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;
c. Surat pernyataan bermeterai bagi calon anggota DPR; DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana
d. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dan surat keterangan bebas dari penyalahgunaan narkotika;
e. Surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
f. Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
g. Surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
h. Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan, usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
i, Kartu tanda anggota Partai Politik Peserta Pemilu;
j. Surat pernyataan tentang kesediaan untuk hanya dicalonkan oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
k. Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan pada 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)