Sitijenarnews.com Jakarta Senin 18 Juli 2022;Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tak ingin terjebak pada motif peristiwa versi kepolisian dalam peristiwa tembak-menembak di rumah kediaman Kadiv Propam Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo.
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam menilai, motif peristiwa yang disampaikan oleh tim kepolisian terkait insiden tembak-menembak antara Bharada E, dan Brigpol J, masih pada bobot kualitas setara dari ragam informasi yang disampaikan publik dan media.
“Semua motif, informasi-informasi, masih kita letakkan semuanya di atas meja dalam kualitas yang sama. Komnas HAM punya prinsip imparsialitas, dan objektif dalam melakukan penyelidikan,” begitu kata Anam, Ahad (17/7/2022).
Anam pun mengatakan, tim investigasinya, saat ini, masih dini untuk beranjak ke tahap penelusuran, dan menemukan motif, atau latar belakang pendorong peristiwa dari kejadian nahas tersebut. Menurut dia, tahap awal dari pengungkapan fakta peristiwa saat ini, masih pada pengumpulan, dan verifikasi atas informasi yang didapat, dan temuan Komnas HAM.
“Jika ada banyak pihak, yang menyumbang pikiran, analisis, motif, dan sebagainya, itu nanti prosesnya. Saat ini, kami bekerja secara imparsial, dan objektif untuk mendalami tahapan-tahapan ini,” terang Anam.
Pun ia menegaskan, tak ingin proses investigasi Komnas HAM, berangkat dari ragam motif yang saat ini betebaran di publik. “Kami dalam penyelidikan tidak berangkat dari motif. Tetapi, kami berangkat dari jejak-jejak fakta yang kami dapatkan,” ujar Anam.
Tim Komnas HAM baru saja menuntaskan pertemuan dengan keluarga Brigadir J. Menurut Anam, sejak Sabtu (16/7/2022) tim sudah berada di Jambi guna menemui keluarga J. Dalam pertemuan itu, tim Komnas HAM mendapatkan keterangan, foto dan video dari pihak keluarga J.
“Paling penting kami diberikan konteks. Misal suatu foto itu apa konteksnya. Kami terima kasih ke keluarga (J) yang sudah terima kami dan berikan berbagai hal tersebut,” kata Anam.
Anam mengklaim tim Komnas HAM kini telah memiliki keterangan, foto dan video yang lebih banyak daripada yang beredar di masyarakat. Tim Komnas HAM pun menyatakan turut mengetahui konteks di balik foto dan video itu karena didukung keterangan keluarga J.
“Komnas HAM tentu saja dapat lebih banyak dari yang beredar di publik khususnya soal foto dan video beserta konteksnya. Jadi foto itu diambil bagaimana, konteksnya apa, penjelasan keluarga apa,” ujar Anam.
Anam juga menyinggung mengenai kabar peretasan ponsel yang sempat menimpa ayah, ibu, kakak dan adik dari Brigadir J.
“Termasuk soal HP bagaimana ada masalah peretasan, kapan, pola kayak apa kami juga dapat,” lanjut Anam.
Selain itu, Anam mengatakan timnya sudah memperoleh gambaran dan informasi terkait kedatangan rombongan kepolisian ke kediaman Brigadir J. Ia mendukung keterbukaan keluarga Brigadir J guna membuka tabir kasus ini.
“Kami dapat soal polisi datang dalam jumlah banyak. Kami dikasih keterangan background-nya apa, konteksnya apa, momen apa, siapa yang datang dan kapan. Kami dikasih tahu semua,” ucap Anam.
Seperti diberitakan sebelumnya,oleh media online dan cetak Sitijenarnews.com Jakarta Senin 18 Juli 2022;Tim kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J mendatangi Bareskrim Polri, Senin (18/7/2022) pagi sekitar pukul 09.30.
Mereka hendak melaporkan dugaan pembunuhan berencana atas tewasnya Brigadir J.
“Dalam rangka sebagai tim kuasa hukum atau kuasa dari keluarga Brigadir Joshua Hutabarat, untuk membuat laporan polisi tentang dugaan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud Pasal 340 KUHP, junto pembunuhan sebagaimana Pasal 338 KUHP, juntoi penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain sebagaimaa Pasal 351 KUHP,” kata Koordinator Tim Kuasa Hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak kepada Wartawan di Mabes Polri, Senin.(Pagi Ini)
Kemudian katanya juga melaporkan dugaan pencurian dan penggelapan handphone Brigadir J sesuai Pasal 362 KUHP junto pasal 372 KUHP dan 374 KUHP.
“Kemudian juga dugaan tindak pidana meretas atau penyadapan, yaitu tindak pidana telekomunikasi,” kata Kamaruddin.
“Terlapornya lidik,” tambah Kamaruddin.
Terkait bukti yang dibawa kata Kamaruddin antara lain perbedaan keterangan Mabes Polri yakni Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dengan fakya yang ditemukan di lapangan.
“Yaitu informasi yang diberikan tembak menembak, tapi yang kami temukan adalah memang ada luka tembakan tapi ada juga luka sayatan. Ada juga pengrusakan di bawah mata atau penganiayaan, di hidung dua jahitan, juga di bibir dan leher ada sayatan lagi. Kemudian di bahu kanan, kemudian memar di perut kanan dan kiri, ada juga pengrusakan jari manis dan juga pengrusakan di kaki, semacam sayatan,” katanya.
Semuanya kata Kamaruddin ada dalam bukti berupa video dan surat elektronik hasil temuan pihak keluarga.
“Kami akan laporkan ke SPKT Bareskrim Polri. Terlapornya lidik,” katanya.
Sementara anggota tim kuasa hukum lainnya Johnson Panjaitan meminta kesempatan kepada mereka untuk melakukan pelaporan terlebih dahulu.
“Karena ada dua yang menjadi dasar kami, agar tak berpolemik. Pertama kita resmiada kuasa ada surat kuasanya. Kedua kita bikin laporan dulu. Barulah platform pembelaan kita akan kemana. Karena ini merespons tuduhan-tuduhan yang sudah menyudutkan keluarga, dan fitnah dan lainnya. Karena itu penting pro-justicia, agar tidak dimanfaatkan oleh orang lain mengintimidasi dan lainnya” kata Johnson.
Kamaruddin mengatakan dalam kasus ini anak kliennya dituduh melakukan pelecehan ke istri Irjen Ferdy Sambo.
Padahal menurut Kamaruddin hal itu hanyalah narasi tanpa ada bukti.
“Kemudian disebut tembak menembak, tapi tidak ada bukti tembak menembak, padahal yang saya liat video adalah justru dia disiksa dianiaya dan atau disayat sayat pakai benda tajam begitu, ditembakkan gitu,” sambungnya.
Menurut Kamaruddinm ayah Brigadir Yoshua atau Brigadir J juga disebut akan datang ke Jakarta.
Namun Ia mengaku belum dapat memastikan hal tersebut karena adanya kendala komunikasi.
Laporan yang dilayangkan keluarga Brigadir Yosua ini teregister dalam laporan polisi (LP) bernomor LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 18 Juli 2022.
Kamaruddin meminta Presiden Jokowi membentuk tim independen untuk menyelidiki kasus ini.
Sebab katanya pihak keluarga Brigadir J mengaku sulit percaya dengan kinerja tim khusus bentukan Kapolri.
Hal itu dikatakan Kamaruddin Simanjuntak kepada Tim awak Media Sitijenarnews.com, Minggu Kemarin (17/7/2022).
Semoga Presiden RI memperhatikan kasus ini dan membentuk tim independen yang tidak hanya melibatkan petinggi Polri, tetapi juga melibatkan akademisi, praktisi ,termasuk lembaga-lembaga seperti Kontras, Komnas HAM, Kompolnas dan sebagainya,” kata Kamaruddin.
Menurutnya pihak keluarga pesimis tim khusus yang dibentuk Kapolri akan menyimpulkan hasil yang objektif dan mengungkap fakta sebenarnya.
Pihak keluarga mengaku sangat sulit untuk percaya atas kinerja tim khusus, meski melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM yang dianggap hanya memonitoring penyelidikan yang dilakukan tim khusus.
“Karena terduga ini kan Kadivpropam Polri. Apalagi dari awal 8 Juli 2022, sudah banyak dugaan kejahatan, rekayasa, perusakan TKP, penghilangan barang bukti dan kebohongan publik,” kata Kamaruddin.
“Jadi sulit kami percaya timsus,” kata Kamaruddin.
Sikap keluarga kata Kamaruddin sangat wajar, mengingat sejak awal banyak kejanggalan dalam keterangan yang diberkan polisi.
Kamaruddin menuturkan pihak keluarga mengaku menolak dengan tegas jika disebutkan ada baku tembak yang terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo dan berujung tewasnya Brigadir J.
Menurut Kamaruddin, dari semua bukti yang dimiliki pihak keluarga, tewasnya Brigadir J sangat kuat mengarah ke penyiksaan.
“Kami selaku penasehat hukum pihak keluarga korban, menolak kalau disebut ada tembak menembak. Saya menolak dengan tegas kalau dikatakan ada baku tembak. Ini perlu digarisbawahi,” kata Kamaruddin di tayangan live kanal YouTube, Jumat (15/7/2022).
Alasan menolak, katanya, karena tidak ada bukti yang menunjukkan baku tembak di rumah Irjen Ferdy Sambo.
“Juga tidak ada CCTV. Jadi itu hanya keterangan dari Karo Penmas Polri saja,” ujarnya.
Menurutnya tidak boleh membuat dalil apalagi fitnah terhadap orang meningggal tanpa disertai bukti.
“Kami peringatkan juga kepada wartawan, kepada media, jika ada yang mencoba menyebut dan menyimpulkan baku tembak, akan kami perhitungkan untuk kami tuntut ke pengadilan. Karena sebentar lagi kami juga akan membuat laporan polisi,” katanya.
Kamaruddin juga menolak tegas jika disebutkan Brigadir J melecehkan istri Irjen Ferdy Sambo dengan masuk ke dalam kamarnya.
“Kalau ada yang berani mengatakan bahwa anak klien kami, masuk ke dalam kamar itu tanpa disertai bukti, kami juga akan memperhitungkan secara hukum, kami akan menuntut,” katanya.
Beberapa hari belakangan ini, kata Kamaruddin ada media sosial termasuk tik tok dan sebagainya yang membuat gambar seorang wanita, berpelukan dengan seorang pria berkulit putih.
“Tetapi narasinya dikait-kaitkan dengan anak klien kami. Padahal anak klien kami tidak berkulit putih tetapi hitam manis, tinggi dan besar. Bukan kulit putih yang bolak-balik diumbar di media itu,” ujarnya.
“Saya pastikan itu bukan anak klien kami. Jadi jangan dibuat narasi-narasi seolah-olah wanita itu, ada bersama-sama berpelukan dengan anak klien kami,” kata Kamaruddin.
Menurut Kamaruddin ada sejumlah alasan pihak keluarga menolak jika dikatakan Brigadir J masuk ke kamar istri Irjen Ferdy Sambo melakukan pelecehan dan penodongan.
“Kami menolak kalau dikatakan brigadir J masuk ke dalam kamar majikannya atau komandannya. Sebab sepengetahuan keluarga dan sesuai penugasan, Brigadir J bukan sopir istri Kadiv Propam, tapi ajudan Kadiv Propam. Sehingga tidak ada kesempatan bagi seorang ajudan maupun sopir untuk bisa masuk ke dalam rumah seorang jenderalnya, kecuali diperintah untuk itu,” kata Kamaruddin.
Pertanyaannya, menurut Kamaruddin, siapa yang memerintah?
“Karena tempat ajudan dan sopir itu hanyalah di seputar pos, kemudian ke dapur kalau mau perlu minum. Tetapi ke ruang tamu rumah perwira atau komandannya atau Jenderalnya, tidak berani. Bahkan mereka itupun kerja 2 tiga tahun menjadi ajudan, melihat engsel pintu rumahnya itupun dia tidak pernah tahu,” katanya.
Selain itu menurut Kamaruddin, pihaknya juga menolak narasi yang dikembangkan polisi karena TKP telah dirusak.
Kamaruddin menjelaskan pihaknya memiliki sejumlah bukti bahwa Brigadir J mengalami penyiksaan.
Anak klien kami disiksa, dipukuli, disayat-sayat, entah apapun motif kebencian mereka. Dirusak wajahnya, disobek hidungnya dengan senjata tajam, demikian juga bibirnya dan dibawah matanya. Kemudian di pundaknya di sebelah kanan itu ada juga dirusak sampai dengan dagingnya terkelupas. Bukan dengan senjata peluru,” ujar Kamaruddin.
Kemudian kata Kamaruddin jari Brigadir J juga dirusak, dipatahkan dan ada kuku yang dicabut.
“Di belakang kepala juga ada seperti luka sobek, yang sampai dijahit berapa jahitan,” kata Kamaruddin.
“Nah, pertanyaannya adalah apakah anak klien kami, disiksa dulu baru ditembak, atau ditembak dulu baru disiksa. Dari sini saya berani mengatakan ini adalah drama. Drama yang setelah kejadian, baru diciptakan skenarionya. Ini setelah kejadian, lalu di undang teman-teman dari penyidik, lalu disepakatilah seperti apa dramanya. Tetapi teralalu mudah ditebak,” katanya.
Dramanya itu antara lain, kata Kamaruddin adalah setelah Brigadir J meninggal datanglah penyidik Polres Jakarta Selatan.
“Lalu mereka melucuti barang bukti, kemudian mengganti decodernya CCTV tanoa izin Pak RT, diduga demikian. Kemudian menciptakan alibi, seolah-olah ada yang pergi PCR, dan sebagainya itu, diciptakan sedemkian rupa,” katanya.
Kemudian kata Kamaruddin, ada pengangkutan jenazah dari rumah yang diduga tidak menggunakan ambulans, karena tidak ada tetangga yang melihat dan mendengar ambulans.
Seperti diketahui dari keterangan polisi disebutkan Brigadir J tewas dalam adu tembak dengan rekannya Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo. Keduanya adalah
ajudan Irjen Ferdy Sambo.
Penyebabnya karena Brigadir J disebut melakukan pelecehan dan penodongan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo di kamarnya.
Karena teriakan istri Irjen Ferdy Sambo, Bharada E menegur namun dibalas tembakan sehingga terjadi adu tembak yang berujung tewasnya Brigadir J.
Keterangan polisi ini dianggap janggal oleh banyak pihak. Sehingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus gabungan untuk mendalami kasus ini dengan melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM.
(Red/Tim-Biro pusat Sitijenarnews)