Sitijenarnews.com Selasa 7 Juni 2022; Antara Kepastian Hukum dan Dilema Pelaksanaan Penetapan Yang Terdapat Putusan
Nah Kepastian hukum itu selalu diidentikkan dengan hukum itu telah dilaksanakan sebagaimana mestinya untuk menjamin hak-hak warga negara dan mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk dilaksanakan. Dalam penanganan perkara pidana secara legalitas diselesaikan melalui lembaga peradilan yang telah dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang kewenangan lembaga-lembaga peradilan tersebut beserta mekanisme penyelesaiannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Dalam realitas penanganan perkara bagi seorang penuntut umum mempunyai permasalahan tersendiri untuk dipecahkan, selaku pemegang mandat asas dominus litis. Disatu sisi setelah perkara dinyatakan lengkap penuntut umum menyatakan suatu perkara sudah/atau belum memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan, terutama mengenai cukup tidaknya alat bukti, dan apakah suatu perkara tersebut merupakan tindak pidana. Karena jika hal tersebut tidak dipertimbangkan dengan matang oleh Penuntut Umum, maka akan berdampak pada putusan bebas (vrijspraak) atau lepas (Ontslag) nantinya. Atas pertimbangan tersebut penuntut umum melakukan penuntutan dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.
Berkas perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan dengan permintaan agar diperiksa dan adili sehingga mendapatkan putusan, pada saat proses pembuktian terkadang alat bukti yang disajikan penuntut umum ke hadapan majelis hakim untuk pembuktian berbanding terbalik dengan alat bukti yang telah dipersiapkan penyidik dalam berkas perkara, baik berupa keterangan saksi, surat, ahli, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hal demikian merupakan konsekuensi logis karena asas diferensiasi fungsional yang dianut oleh KUHAP sebagai satu-satunya hukum pidana formil di Indonesia. Jaksa tidak bisa turun langsung untuk memantau proses penyidikan yang dilakukan penyidik, jaksa hanya menunggu berkas perkara yang dipersiapkan penyidik. Padahal keterlibatan jaksa secara langsung sejak tahap penyidikan adalah untuk memfilter alat-alat bukti yang sah sebagai bahan pembuktian di pengadilan nantinya. Begitupun ketika perkara bergulir di pengadilan majelis hakim terkadang berpendapat lain terhadap alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum, hal ini berimplikasi terhadap suatu putusan perkara pidana, baik berupa putusan bebas karena tidak terbukti, ataupun putusan lepas karena bukan merupakan tindak pidana.
Upaya Hukum Putusan Vrijspraak Atau Ontslag
Berkaitan dengan putusan pidana setidaknya terdiri dari 3 jenis putusan, yaitu putusan pemidanaan jika terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, putusan bebas, dan lepas dari segala tuntutan hukum. Terhadap putusan tersebut dapat dilakukan upaya hukum banding kecuali terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum. Selanjutnya untuk setiap putusan perkara pidana pada tingkat terakhir kecuali Mahkamah Agung, dapat diajukan upaya hukum kasasi kecuali terhadap putusan bebas.
Berkaitan dengan putusan bebas ini biasanya penuntut umum melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi, kewenangan tersebut telah dipertegas dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012, pertimbangan Mahkamah Konstitusi dari putusan tersebut pun dianggap
logis dan bisa diterima, karena nyatanya Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Sebagai pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan tersebut, menjadi mutlak bahwa Mahkamah Agung memiliki kewenangan mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan dari keempat lingkungan peradilan yang berada di bawahnya.
Dari beberapa norma upaya hukum yang terumuskan dalam KUHAP tidak satupun menyatakan dengan tegas tentang upaya hukum terhadap putusan lepas (Ontslag), namun dalam praktek peradilan pidana upaya hukum yang ditempuh penuntut umum terhadap putusan lepas (Ontslag) adalah kasasi, hal ini tidak lain didasari pada syarat pemeriksaan pada tingkat kasasi (apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya).
Pelaksanaan Putusan Ontslag
Kemudian yang menarik untuk dibahas tentang putusan ontslag adalah mengenai pelaksanaan amar yang terdapat dalam putusan tersebut yang dijatuhkan oleh majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama. Disatu sisi jaksa adalah selaku pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan selaku penuntut umum berwenang melaksanakan penetapan hakim. Berdasarkan Pasal 197 KUHAP salah syarat sah putusan harus memuat tentang status penahan terdakwa tetap ditahan atau dibebaskan.
Dalam prakteknya putusan ontslag yang dijatuhkan majelis hakim biasanya menetapkan terdakwa dibebaskan/segera dikeluarkan dari tahanan kecuali ada alasan lain. Pertanyaannya, apabila dalam suatu putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang menetapkan terdakwa harus dibebaskan, apakah jaksa harus melaksanakan perintah dalam putusan tersebut? begitupun berkaitan dengan barang bukti yang ditetapkan untuk dikembalikan kepada terdakwa? karena berdasarkan Pasal 194 Ayat (1) KUHAP dijelaskan ”…terhadap putusan bebas dan lepas, pengadilan menetapkan barang bukti diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut….” apakah jaksa tetap harus melaksanakannya?.
Polemik pun terjadi ketika terkadang jaksa berpendapat, bahwa jaksa hanya melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht), sedangkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan terdakwa lepas (ontslag) adalah belum Inkracht, karena masih ada upaya hukum kasasi yang dimohonkan oleh penuntut umum. Alasan demikian pun logis dan praktis untuk dipertimbangkan karena nantinya jika perkara tersebut oleh Mahkamah Agung dinyatakan merupakan tindak pidana dan Mahkamah Agung berpendapat lain dengan membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan mengadili sendiri perkaranya, jaksa selaku eksekutor akan kewalahan untuk mengeksekusi terdakwa yang berada di luar tahanan, dan bahkan tidak tertutup kemungkinan menjadi tunggakan eksekusi. Selain itu juga dengan demikian, telah mengakibatkan terjadi ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan putusan bebas atau lepas dari pengadilan tingkat pertama, dan berdampak kepada hak-hak terdakwa, karena dalam Pasal 192 Ayat (1) KUHAP ditegaskan ”Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (3) segera dilaksanakan oleh jaksa sesudah putusan diucapkan”.
Praktek peradilan pidana, demi menjamin hak-hak terdakwa yang telah dirumuskan dalam KUHAP, terhadap putusan bebas atau lepas biasanya jaksa akan melaksanakan perintah pembebasan terdakwa dari tahanan sesegera mungkin setelah putusan diucapkan. Namun terhadap barang bukti yang memiliki nilai ekonomis terkadang dalam putusan ontslag juga turut ditetapkan untuk dikembalikan kepada terdakwa, Padahal nyatanya menurut penuntut umum barang bukti yang bernilai ekonomis tersebut berkaitan dengan kepentingan orang lain (dalam hal ini mungkin korban), dalam perkara-perkara yang menyangkut harta benda seperti; penipuan atau investasi bodong yang marak terjadi belakangan ini. Barang bukti yang sebelumnya telah disita diharapkan untuk dapat menutupi kerugian yang dialami oleh korban atau pihak lain yang terdampak dari suatu tindak pidana.
Struktur amar putusan pidana, berkaitan dengan status barang bukti amarnya adalah berupa penetapan. Berbicara penetapan hakim, yang berwenang melaksanakannya adalah penuntut umum sebagaimana dalam Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP. Hemat penulis dalam teori kewenangan pejabat publik tidak dapat menganggap kewenangan itu ada dengan sendirinya, namun ada memberikannya, yaitu undang-undang. Logikanya ketika dibicarakan tentang pemberian, tidak secara mutlak suatu pemberian harus digunakan, kecuali telah ada perintah harus segera dilaksanakan. Begitupun halnya dengan pelaksanaan penetapan hakim dalam putusan pidana lepas dari segala tuntutan hukum yang berkaitan dengan barang bukti.
Dalam KUHAP tidak diatur secara tegas penetapan hakim tersebut harus dilaksanakan segera setelah putusan diucapkan. Sehingga dengan demikian menyangkut pelaksanaan penetapan barang bukti yang ada hubungannya dengan kepentingan pihak lainya, yang berkonsekuensi jika barang bukti segera dikembalikan kepada terdakwa, maka besar kemungkinan barang bukti yang telah disita akan dialihkan kepemilikannya oleh terdakwa. Sedangkan jika Mahkamah Agung berpendapat lain atas putusan hakim tingkat pertama dan menyatakan barang bukti tersebut diserah kepada korban atau pihak lain yang dirugikan sebagai pemulihan kerugian yang dialami atas tindak pidana yang terjadi, atau bahkan dirampas untuk negara, maka hemat penulis penetapan yang demikian tidak harus segera dilaksanakan oleh penuntut umum sebelum putusan berkekuatan hukum tetap, demi keseimbangan dan perlindungan hak korban.
Hal ini pun sejalan dengan Ketentuan Pasal 194 Ayat (3) KUHAP ”Perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai sesuatu syarat apapun kecuali dalam hal putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap”. Oleh karenanya dengan terlindungi hak-hak korban, terdakwa ataupun pihak lain dalam proses peradilan menunjukan sisi pragmatisme hukum itu bekerja demi mewujudkan Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan hukum itu sendiri.
Hukum adalah peraturan, ketahui pengertian, tipe, dan fungsinya di bawah ini;
Dalam kehidupan, hukum menjadi salah satu peraturan atau sanksi yang dibuat dengan kesepakatan bersama. Hukum yang dibuat dengan tujuan mengatur, menjaga ketertiban, dan keadilan sehingga perselisihan atau kekacauan bisa dikendalikan atau dicegah.
Hukum merupakan peraturan secara adat dianggap mengikat serta diresmikan oleh penguasa negara atau pemerintahan. Salah satu hukum yang ada di Indonesia adalah Undang-Undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, hingga peraturan daerah. Apabila ada masyarakat yang melanggar peraturan tersebut maka akan dikenakan sanksi.
Sekian dan semoga bermanfaat.
Penulis By; Eko Febrianto Ketua Umum Lsm Siti Jenar yang juga pimpinan Redaksi Media online dan cetak Headline.news.info serta Sitijenarnews.com
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews.com dan headline,news.info)