Sitijenarnews.com Jakarta Rabu 1 Juni 2022; Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik Keras langkah kepolisian yang tidak memecat koruptor AKBP Raden Brotoseno, padahal ia telah terbukti dan menjadi residivis kasus korupsi. ICW pun mempertanyakan komitmen Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam pemberantasan korupsi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengungkap sosok atasan yang merekomendasikan AKBP Raden Brotoseno tidak dipecat meskipun sudah dihukum penjara karena terlibat kasus korupsi.
Demikian pernyataan ICW tersebut menanggapi Kepala Divisi (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo yang sebelumnya menyebut Brotoseno tidak dipecat karena berdasarkan rekomendasi atasannya.
“Kadiv Propam harus menyampaikan secara transparan, siapa sebenarnya atasan tersebut?,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan resminya yang dikutip pada Rabu (1/5/2022) kemarin.
Selain mengungkap identitasnya ke publik, ICW juga mendesak Polri memeriksa atasan Brotoseno yang memberikan rekomendasi itu.
Menurut Kurnia, pemeriksaan kepada pihak yang memberi rekomendasi itu untuk mengetahui motif dan tujuannya mempertahankan Brotoseno di institusi Polri.
Lebih lanjut, Kurnia meminta Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk meninjau ulang putusan sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang tidak memecat atau memberhentikan Brotoseno.
Padahal, kata Kurnia, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia, bahwa anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat.
Sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dapat dilakukan jika dipidana penjara berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.
“ICW mendesak agar Kapolri meninjau ulang putusan etik yang dijatuhkan kepada Brotoseno dan memecat tanpa pandang bulu anggota Polri yang terlibat dalam kejahatan jabatan,” ucap Kurnia.
Adapun terkait kejadian ini, Kurnia mengatakan dapat menjadi momentum untuk mempertanyakan kembali komitmen antikorupsi yang dikatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Ia merujuk kepada pernyataan Kapolri ketika melantik 44 mantan Pegawai KPK menjadi pegawai di Polri.
“Kapolri meneguhkan komitmen terhadap pemberantasan korupsi di tubuh Polri dengan membangun iklim, budaya, dan ekosistem antikorupsi,” ujar Kurnia.
Selain itu, Kurnia juga menyoroto pernyataan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada tanggal 17 November 2021 lalu terkait komitmennya untuk menindak oknum polisi yang bermasalah.
“Faktanya, ungkapan-ungkapan itu hanya ilusi semata dan sekadar janji manis pemberantasan korupsi yang tidak terbukti,” ujar Kurnia.
Kurnia menuturkan ada kesan diskriminatif atau tebang pilih di institusi Polri dalam konteks memberhentikan tidak dengan hormat bagi anggotanya.
Selama ini, bagi anggota Polri yang terlibat narkotika, banyak yang kemudian diberhentikan oleh instansi tempatnya bekerja. Karenanya, kata dia, janggal apabila anggota terlibat kasus korupsi justru dipertahankan.
“Tentu ini janggal, sebab, dua jenis kejahatan tersebut (narkotika dan korupsi) sama-sama tergolong ke dalam rumpun kejahatan luar biasa (extraordinary crime), lalu mengapa tindakan terhadap korupsi tidak bisa setegas menindak kejahatan narkotika?,” ujar Kurnia.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengatakan Brotoseno telah diberikan sanksi demosi atau pemindahtugasan jabatan berdasarkan hasil Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Sanksi yang diberikan terhadap Brotoseno juga sudah dibuat dengan berbagai pertimbangan dan merujuk berdasarkan putusan Nomor: PUT/72/X/2020 tertanggal 13 Oktober 2020.
“Dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi,” kata Ferdy dalam keterangan tertulis, Senin (30/5/2022) Lusa Kemarin.
“Kejadian kembali aktifnya Brotoseno ini menjadi momentum untuk menanyakan kembali komitmen antikorupsi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Sebab, merujuk pada pernyataannya pada kegiatan pelantikan 44 eks Pegawai KPK, Kapolri meneguhkan komitmen terhadap pemberantasan korupsi di tubuh Polri dengan membangun iklim, budaya, dan ekosistem antikorupsi,” ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Rabu (1/6/2022).
1. Janji Kadiv Propam menindak polisi bermasalah dinilai hanya ilusi
ICW juga menyoroti pernyataan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang menegaskan komitmennya menindak polisi bermasalah. Menurut ICW, hal itu hanya janji belaka.
“Ungkapan-ungkapan itu hanya ilusi semata dan sekadar janji manis pemberantasan korupsi yang tidak terbukti,” ujarnya.
2. ICW desak Kapolri Listyo Sigit bertindak tegas
ICW pun medesak Kapolri untuk meninjau ulang putusan etik terhadap Brotoseno. Mantan Kabareskrim Polri tersebut juga diminta bertindak tegas.
“ICW mendesak agar Kapolri meninjau ulang putusan etik yang dijatuhkan kepada Brotoseno, dan memecat tanpa pandang bulu anggota Polri yang terlibat dalam kejahatan jabatan,” jelasnya.
3. Brotoseno tetap di kepolisian karena dianggap bekerja baik dan berprestasi, meski korupsi
Diketahui, AKBP Raden Brotoseno tetap bekerja di kepolisian meski pernah dipenjara karena korupsi selama tiga tahun tiga bulan. Kadiv Propam menilai Brotoseno merupakan polisi berprestasi dan punya kelakukan yang baik.
Meski begitu, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menyatakan bahwa Brotoseno tidak menjalankan tugas dengan profesional dan wajib meminta maaf secara lisan.
(Red/Tim-Biro pusat Sitijenarnews)