Sitijenarnews.com Jakarta Kamis 16 Juni 2022; Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto, didakwa menerima suap miliaran rupiah. Suap tersebut sebagai fee pengurusan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu menerima hadiah atau janji, yakni menerima uang seluruhnya Rp 2.405.000.000,00,” kata Jaksa KPK saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/6).
Uang suap tersebut diduga diterima Ardian dari Andi Merya selaku Plt. Bupati Kolaka Timur dan LM Rusdianto Emba selaku pengusaha dari Kabupaten Muna. Keduanya juga sudah dijerat tersangka oleh KPK. Masing-masing disidang dalam dakwaan terpisah.
Tidak sendiri, Ardian didakwa menerima suap tersebut bersama Sukarman Loke selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna dan La Ode M. Syukur Akbar.
“Menerima uang seluruhnya Rp 2.405.000.000 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut dari Andi Merya dan LM Rusdianto Emba,” ujar Jaksa KPK.
“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” lanjut Jaksa KPK.
Kasus ini berawal pada Maret 2021. Saat itu Andi Merya yang menjabat Plt Bupati Kolaka Timur menyampaikan keinginan untuk mendapatkan dana tambahan Rp 350.000.000.000 untuk pembangunan Infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur.
Keinginan itu kemudian disampaikan kepada Rusdianto Emba salah satu pengusaha di Kabupaten Muda.
Rusdianto kemudian melanjutkan keinginan Andi Merya kepada Sukarman Loke selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna yang memiliki jaringan di pemerintah pusat.
Guna membantu mewujudkan keinginan Andi Merya, Sukarman lalu menyampaikan informasi tersebut kepada La Ode M Syukur Akbar selaku Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Muna yang juga sedang mengurus pengajuan pinjaman dana PEN Daerah Kabupaten Muna.
Pada sekitar 1 April 2021, Syukur Akbar pun mengajak Andi Merya bertemu untuk membicarakan tahap-tahap untuk mendapatkan dana tersebut. Termasuk, salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam proses pengajuan dana pinjaman PEN harus mendapatkan pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pada pertemuan itu pula Sukarman menyampaikan kepada Andi bahwa untuk memenuhi syarat tersebut dapat melalui Syukur Akbar yang kenal dengan Ardian.
Usai pertemuan itu, Andi Merya menerbitkan surat Pernyataan Minat Pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur TA 2021 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan senilai Rp 350.000.000.000.
Perihal adanya permohonan dana pinjaman PEN dari Kabupaten Kolaka Timur tersebut disampaikan Sukarman kepada Syukur Akbar. Menindaklanjuti surat Pernyataan Minat Pinjaman PEN tersebut, Andi Merya berencana datang ke Jakarta pada tanggal 4 Mei 2021.
Sukarman kemudian meminta Syukur Akbar mempertemukan Andi Merya dengan Ardian. Ardian pun menyatakan ingin menemui Andi Merya. Keduanya pun bertemu di ruang kerja Ardian di Kemendagri pada 4 Mei 2021. Dalam pertemuan itu, Andi Merya meminta bantuan atas pengajuan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350.000.000.000.
“Terdakwa menyanggupinya hanya sebesar Rp 300.000.000.000,” kata Jaksa KPK.
Setelah pertemuan dengan Andi Merya, Ardian bertemu dengan Syukur Akbar dan Sukarman di kantornya. Dalam pertemuan itu, Ardian meminta fee 1 persen dari jumlah pinjaman PEN yang cair. Permintaan Ardian itu disampaikan dalam secarik kertas yang disampaikan kepada Syukur Akbar.
Permintaan tersebut kemudian disampaikan kepada Andi Merya. Ia kemudian meminta Mujeri Dachri Muchlis selaku suaminya mentransfer uang Rp 2 miliar ke rekening Rusdianto Emba. Uang itu untuk diserahkan kepada Ardian melalui Syukur Akbar dan Sukarman.
Kemudian dana PEN untuk Kolaka Timur akhirnya dianggarkan. Namun jumlahnya tidak Rp 300.000.000.000, tetapi Rp 151.000.000.000. Ardian pun kemudian meminta Andi Merya mengajukan usulan baru dengan nilai Rp 151.000.000.000 tersebut.
Usulan itu diminta dikirimkan ke PT SMI dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Bina Keuangan Kementerian Dalam Negeri.
Uang Rp 2 miliar yang diserahkan Andi Merya kemudian disampaikan oleh Emba kepada Syukur Akbar dan Sukarman. Namun, dari uang Rp 2 miliar itu, hanya Rp 1,5 miliar yang diserahkan kepada Ardian. Sisanya Rp 500 juta disimpan oleh Sukarman.
Uang Rp 1,5 miliar itu diserahkan saat Ardian tengah isoman COVID-19.
“La Ode M Syukur Akbar menghubungi terdakwa melalui telepon dan menanyakan “bagaimana dengan rekomendasi PEN Kolaka Timur, bro?” lalu dijawab oleh Terdakwa “Belum bro, minggu ini ya”. Kemudian La Ode Syukur Akbar menyampaikan “Ini dari teman-teman menyampaikan kesanggupan komitmennya”, lalu dijawab oleh terdakwa “Saya sedang Isoman, kasihkan ke Okta saja atau Ibu Ana”,” demikian kata jaksa KPK.
Setelah uang itu diserahkan, Andi Merya memberikan fee Rp 50 juta kepada Sukarman. Uang itu Rp 25 juta di antaranya diberikan kepada Syukur Akbar melalui transfer. Selain itu, Sukarman juga mendapatkan uang dari Emba Rp 205 juta. Selain itu, Sukarman juga masih menyimpan uang Rp 500 juta dari Andi Merya yang sejatinya untuk Ardian. Syukur Akbar juga turut menerima Rp 150 juta dari Emba.
“Sehingga terdakwa [Ardian] bersama La Ode M Syukur Akbar dan Sukarman Loke menerima uang yang seluruhnya sejumlah Rp 2.405.000.000,00 (dua miliar empat ratus lima juta rupiah) dari Andi Merya dan LM. Rusdianto Emba supaya terdakwa memberikan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagai syarat disetujuinya usulan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021,” jelas Jaksa.
Perbuatan Ardian itu disebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program PEN dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Ardian didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitijenarnews)