Sitjenarnews.com Jakarta Rabu 21 Desember 2022: Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan soal kegiatan tangkap tangan atau Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap sebagai narasi ganda yang Sangatlah berbahaya.
Penilaian ini disampaikan langsung analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, Sore ini Rabu (21/12).
“Mohon maaf saya harus katakan narasi Luhut Binsar Pandjaitan itu narasi ganda yang berbahaya bagi pembangunan kesadaran etik berbangsa dan bernegara yang ingin menghadirkan good governance,” ujarnya.
Dalam acara yang diselenggarakan oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas) PK pada Selasa (20/12), Luhut kata Ubedilah, menyatakan “kalau mau bersih-bersih amat di surga sajalah kau.
Jadi, KPK pun jangan pula sedikit-sedikit, tangkap-tangkap, itu enggak bagus juga buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau kita digitalize, siapa yang mau melawan kita?”
“Kalimat itu narasi ganda yang berbahaya bagi kesadaran etik berbangsa dan bernegara yang ingin menghadirkan good governance,” kata Ubedilah.
Selain itu, Ubedilah menilai, narasi ganda Luhut tersebut berbahaya karena seolah membolehkan praktik korupsi, karena Luhur mengatakan “kalau mau bersih di surga aja”.
“Narasi ini tidak etis disampaikan pejabat publik apalagi disampaikan di hadapan publik. Pejabat publik itu diikat oleh public etis yang secara moral juga memiliki kewajiban untuk menjaga hal etis bernegara di hadapan publik. Jika tidak seperti itu sebaiknya tidak perlu jadi pejabat publik,” tegas Ubedilah.
Padahal menurut Ubedilah, narasi pejabat publik di area publik memiliki efek pendidikan kepada generasi muda.
Sehingga, pernyataan Luhut tersebut tidak bagus untuk edukasi kesadaran etis berbangsa dan bernegara untuk generasi muda.
Perlu diingatkan juga bahwa dalam soal korupsi skor indeks korupsi kita masih merah di bawah 50 yaitu 38. Artinya korupsi di negeri ini masih merajalela dan di tengah merajalelanya korupsi malah pejabat publiknya mengatakan sesuatu yang justru bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi,” jelas Ubedilah.
Padahal, pemerintah dan semua pihak menginginkan agar good governance di Indonesia terwujud.
Yakni, suatu pemerintahan yang di antaranya menjalankan prinsip transparency dan follows the rule of law.
“Nah narasi Luhut itu bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance itu. Jadi hati-hatilah Pak Luhut bicara seperti itu, berbahaya loh efeknya,” pungkas Ubedilah.
Sementara Ditempat Terpisah, kata salah satu peneliti ICW Luhut Tak Senang Jika KPK Serius Memberantas Korupsi
Hal itu dibuktikan OTT merupakan salah satu cara KPK dalam melakukan penindakan tindak pidana korupsi, di luar mekanisme case building. Selama ini OTT KPK terbukti ampuh membersihkan seluruh cabang kekuasaan, mulai eksekutif, legislatif, hingga yudikatif,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, saat dihubungi, Selasa petang (20/12/2022).
ICW menilai OTT KPK berhasil menangkap banyak koruptor, baik itu dari kalangan pejabat maupun pihak swasta.
“Selain itu, pengungkapan melalui mekanisme OTT pun telah berhasil menyeret ratusan orang, baik pejabat, aparat penegak hukum, maupun pihak swasta, ke proses persidangan,” kata Kurnia.
Menurut Kurnia, dari manfaat dan keberhasilan OTT tersebut, OTT berdampak besar dalam membantu negara menangkap pejabat korup.
“Pertanyaan lebih lanjut, apakah Saudara Luhut Binsar tidak senang jika KPK, yang mana representasi negara, melakukan pemberantasan korupsi?” katanya.
Kurnia pun heran jika OTT dianggap memperburuk citra Indonesia.
Menurutnya, jika Indonesia bisa menegakkan hukum dan melakukan OTT, citra Indonesia pun baik.
“Sejujurnya, kami sulit memahami logika berpikir Saudara Luhut. Dalam pandangan ICW, ketika penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi, maksimal dilakukan, dengan sendirinya citra Indonesia akan membaik dan diikuti dengan apresiasi dari dunia,” ujarnya.
ICW mengungkit kejadian pada 2013. Saat itu disebut Indonesia mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award.
“ICW meminta agar Saudara Luhut membaca pemberitaan tahun 2013. Sebab, pada periode tersebut, KPK sempat membanggakan Indonesia karena mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award karena terbukti berhasil memberantas korupsi secara masif,” katanya.
Jadi, kami menduga dua hal. Pertama, Saudara Luhut kurang referensi bacaan terkait dengan pemberantasan korupsi. Dua, Saudara Luhut tidak paham apa yang ia utarakan,” katanya.
Sebelumnya, Luhut mengkritik cara kerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Dia menyebut KPK tak perlu sedikit-sedikit menangkap orang.
“Kita nggak usah bicara tinggi-tinggilah. OTT-OTT ini kan nggak bagus sebenarnya. Buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau kita digital life, siapa yang mau melawan kita,” kata Luhut di acara peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 di Jakarta, Selasa (20/12).
Luhut kemudian bercerita dirinya diundang untuk diwawancarai salah satu media di London.
Dia mengatakan Indonesia dipuji setelah berhasil menyelenggarakan KTT G20 di Bali pada November lalu.
Di sana, dia menjelaskan Indonesia memiliki empat pilar dalam pembangunan.
Dari keempat yang disampaikan itu, dia menyebut digitalisasi merupakan kunci kemajuan bangsa.
Saya jelaskan mengenai Indonesia. Saya bilang ada empat pilar kami. Satu efisiensi, efisiensi apa digitalisasi. Kedua hilirisasi, yang ketiga dana desa, itu saya jelaskan kepada mereka. Tapi dua pertama tadi itu kunci, Bapak/Ibu sekalian,” ucapnya.
Setelah itu, Luhut mengingatkan KPK jangan sedikit-sedikit melakukan penangkapan.
Menurutnya, jika digitalisasi di Indonesia berjalan baik, tidak akan ada yang bisa main-main dengan sistem.
“Jadi kalau kita mau bekerja dengan hati, ya kalau hidup-hidup sedikit bolehlah. Kita kalau mau bersih-bersih amat, di surgalah kau,” kata Luhut
“Jadi KPK jangan pula sedikit-sedikit tangkap tangkap, ya lihat-lihatlah. Tapi kalau digitalisasi ini sudah jalan tidak akan bisa main-main,” imbuhnya.
(Red/Tim-Biro Pusat Sitjenarnews dan Headline-news)