Sitijenarnews Situbondo Rabu 27 Juli 2022; Sudah Bukan rahasia lagi, bahwa perilaku koruptif di birokrasi dan pemerintahan pastilah dilakukan lebih dari satu orang, biasanya kerja sama antara atasan dan bawahan. Sangatlah tidak mungkin apabila bawahan melakukan korupsi sendiri bila tak direstui oleh supervisor atau Atasan-nya. Di sini peran atasan adalah pemimpin di lingkup kerja yang memberi pengaruh buruk bagi bawahannya sendiri.
Banyak sosok kepala daerah, yang sebelum berkuasa dan bahkan setelah berkuasa itu selalu mengampanyekan nilai-nilai agamis, kejujuran, transparansi, dan tak segan-segan menyimbolkan lewat atribut pakaian. Toh, MUNAFIK. faktanya setelah Kekuasaan telah di dapat terlupakan semua nilai-nilai moralitas itu. Saya ambil contoh Kecil Misalnya Mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin, yang pada awalnya sukses mencitrakan diri sebagai seorang birokrat religius dan taat agama, yang mama pada Akhir perjalanan karirnya cukup ironis menjadi pesakitan KPK. Dari rekaman jejak Hasan, saya bisa simpulkan dia masuk kategori toxic leader,
Istilah “toxic leader” Saya tertarik dengan istilah ini, dan mencoba menggalinya, sebab jarang dipakai oleh netizen atau media mainstream. Saya baru paham bahwa istilah ini lebih banyak diperdengarkan dalam latihan kepemimpinan atau managemen.
Lalu apa pengertian dari “toxic leader”? Saya mengambil dari situs seorang motivator Anthony Dio Martin yang menjabarkan sebagai berikut :
Toxic leader adalah seorang “pemimpin beracun”. Apa artinya? Seorang pemimpin yang membangkitkan aura negatif baik bagi tim maupun organisasinya yang dia pimpinan. John Maxwell dalam buku seri kepemimpinannya mengupas soal gaya kepemimpinan Henri Ford yang terkenal buruk.
Meski bergaya dan berpenampilan sok genius, terkenal, dan dianggap sukses, kepemimpinan Ford dinilai payah. Di bawah kepemimpinannya, banyak terjadi konflik dan kemunduran manajemen. Memang, di awal-awal, organisasinya untung, tapi belakangan akhirnya kerugiannya begitu besar dan tingkat kepercayaan Henri pun rendah. Bahkan kepada anak buahnya sendiri. Itulah contoh kepemimpinan yang tergolong toxic.
Dari penjabaran di atas, satu hal yang saya garis bawahi, bahwa tipe pemimpin jenis ini selalu membawa dampak (efek) buruk pada sebuah organisasi tempat dia memimpin.
Seperti yang nyata dipertontonkan pada Belakangan ini misalnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak menjerat kepala daerah sebagai tersangka korupsi, baik gubernur, Lebih banyak lagi bupati,.
Nah Apakah tersangka dari KPK tersebut masuk dalam tipe pemimpin toxic leader? Menurut hemat saya, bisa jadi seperti itu, meski sesungguhnya ada indikator lain untuk menilainya, namun jeratan hukum sudah cukup memasukan tersangka dalam kategori toxic leader.
Sekali lagi Bukan rahasia lagi, bahwa perilaku koruptif di birokrasi dan pemerintahan pastilah dilakukan lebih dari satu orang, biasanya kerja sama antara atasan dan bawahan. Sangat jarang bawahan melakukan korupsi sendiri bila tak direstui oleh supervisor-nya. Di sini peran atasan adalah pemimpin di lingkup organisasi kerja yang memberi pengaruh negatif nanti pada bawahannya.
Saya jadi teringat juga mantan Bupati Nganjuk dan Bangkalan. yang berasal dari parpol keagamaan, dalam presentasinya juga selalu menyodorkan kesan baik di depan publik. Perilaku tersebut ternyata hanya sebuah kedok untuk menutupi perilaku negatif dirinya, belakangan KPK juga menjeratnya sebagai tersangka korupsi dan kini terpidana. Kedua sosok tersebut adalah pemimpin tertinggi di sebuah daerah, apa jadi bila perilaku tersebut diikuti birokrat dibawahnya termasuk Kepala Dinas dan Kabidnya?
Keberhasilan atau tidaknya sebuah pemerintahan terletak pada perilaku pemimpinnya. Pemimpin dengan perilaku koruptif dengan cepat menyebar seperti virus di lingkungan terdekat. Bedanya, perilaku taat asas atau patuh pada peraturan justru sulit merebak di kalangan bawahan. Sudah menjadi hukum alam, kebiasaan baik, perilaku jujur, taat hukum sulit diterima di kalangan birokrasi, perilaku sebaliknya justru menjadi referensi bawahan.
Berikut adalah ciri ciri Khas perilaku “kepemimpinan beracun” antara lain sebagai berikut;
Kapitalis birokrat, penyelenggara negara (legislatif, ekskutif, Yudikatif) memperjualbelikan jabatan dan posisinya untuk mendapatkan keuntungan finansial bagi dirinya sendiri, kelompok dan golongannya.
Korupsi, sekali pun pemberantasan korupsi oleh KPK, polisi, dan kejaksaan makin baik dari tahun ke tahun, tapi korupsi masih tetap tinggi.
Autokritik dan paternalistik
Memanfaatkan sumber-sumber pada tempat dia bekerja tanpa hak dan dilakukan secara Ilegal.
Tidak menyukai bawahan lebih pandai, lebih kreatif dan lebih inovatif.
Sosok pemimpin “beracun” tidak harus berkarakter kasar, marah-marah, bisa jadi berkebalikan dari sifat-sifat tersebut. Dia bisa berpenampilan lemah lembut dan akomodatif untuk mengelabui karakter aslinya.
Ada satu lagi pertanyaan yang tak kalah banyak. yang beberapa hari belakangan ini masuk kepada Redaksi dan Pimpinan Media Cetak dan Online Sitijenarnews. Pasca Ramainya Penangkapan 6 Tersangka Korupsi Terkait UKL – UPL di Kabupaten Situbondo.
Pertanyaan yang masuk ini Sungguh luar biasa Banyak. maka daripada itu menjadi penting untuk kami jawab dan kami urai. Dan apakah pemimpin Situbondo ini juga Tergolong Sebagai Toxic leader atau seorang “pemimpin beracun.? Mari kita coba urai dan kita paparkan barulah anda bisa menyimpulkan sendiri.
Yang pertama kasus UKL – UPL yang Menjerat Kepala Dinas lingkungan hidup Kabupaten Situbondo dan Beberapa Anak Buahnya ini Terkait dengan Proses Pinjaman DANA PEN. yang Digagas Bupati Situbondo Karna Suswandi.
Padahal Sebagian besar Masyarakat Situbondo Telah Jelas Menolak Pinjaman ini. Walau Bupati Situbondo Ngebet ingin Pinjam dana Tersebut. Akhirnya Pinjaman tersebut disetujui oleh PT SMI dengan Pengajuan 250 M dan Disetujui Sebesar 249 M. dan Dari Pihak PT SMI menyarankan, Pembangunan fisik yang bersumber dari Dana PEN ini Haruslah menyertakan Penyusunan UKL – UPL. dan Seperti kita Ketahui syarat awal pinjaman yang berupa Penyusunan Ini Syarat akan masalah yang berujung penahanan 6 Tersangka pada minggu kemarin oleh Kejaksaan negeri Situbondo. Nah walau Penyusunan UKL – UPL Ini Bermasalah tapi Sebagian dana Pen Itu tetap dicairkan ntah ada apa dengan prosesnya. Dengan Rincian pada Tahap Pertama Cair yaitu 25% Tepatnya 62 M Terpakai 4 M Sisanya masih ada di Kasda.
Juga Buruknya Komunikasi Pemda Situbondo dan PT SMI Sehingga tidak bisa dilaksanakan Adendum MOU sebagai satu satunya Solusi Pelaksanaan Kegiatan PEN ini. Karena dana Pen Sebenarnya sudah Masuk di APBD Tahun 2021 tapi karena ketidak adanya Kemampuan perangkat daerah akhirnya di tahun 2021 dana Pen tidak bisa dilaksanakan. Lalu dianggarkan kembali pada APBD di 2022. kembali karena ketidak mampuan perangkat dan Kecerobohan Akhirnya menuai Masalah baru diantaranya Ya Kejadian Kasus Penyusunan UKL-UPL yang Bermasalah tersebut.
ironisnya sampai Pertengahan tahun ini (2022) dana Pen untuk Pembangunan infrastruktur tersebut tidak ada satupun yang direalisasikan sedangkan Bunga PEN tetap Berjalan nah ini kan Kerugian untuk Pemkab Situbondo dalam hal ini Menunjukkan Ketidakmampuan Pemkab Mengelola atau memang Sistem nya yang Bobrok. Di awal saja Syarat akan Temuan dan Permasalahan apalagi nanti Realisasi nya.karena ingat kejahatan korupsi itu pasti terjadi sejak tahap perencanaan ya seperti diatas itu contoh nya.
Seyogyanya Pihak Aparat Penegak Hukum yang Menangani ini Juga Memeriksa Secara Intensif Bupati Situbondo karena apa Sangatlah tidak mungkin jikalau Bupati tidak paham akan Permasalahan ini.
Yang mana Anggapan Publik yang Saat ini Sedang ramai adalah Bupati Sedang Mengorbankan anak Buah nya Untuk Kepentingan dan Keselamatan nya Sendiri.
Belum lagi Terbongkarnya Borok Jual Beli pada Lelang Proyek Kegiatan di LPSE Situbondo yang saat ini Sudah ada Di Kejaksaan tinggi Surabaya.Tak main – main Potensi kerugian negara dalam proses lelang paket diperkirakan hingga milyaran rupiah. Hal ini terungkap saat media melakukan penelusuran terhadap beberapa paket lelang yang sedang dikerjakan pemkab Situbondo 2022 ini.
Dari pantauan Tim Investigasi awak media Sitijenarnews. Com terungkap , potensi kerugian negara itu muncul akibat penawaran rekanan pengadaan barang dan jasa mendekati Harga perkiraan satuan (HPS) yang ditentukan dinas. Tidak tanggung-tanggung, selisih antara penawaran pihak penyedia barang dan jasa dengan HPS berkisar kurang lebih 2%. Bahkan ada beberapa rekanan yang menawar paket lelang dengan selisih hanya 1% dan dinyatakan menang.
Salah satu contohnya dalam kasus paket lelang pembangunan jalan di dusun Sidomulyo desa Sumberwaru dengan menggunakan anggaran APBD Situbondo sebesar Rp19.729.323.347,00 sesuai dengan HPS dimenangkan oleh PT.Samudra Artha Jaya Raya beralamatkan di Situbondo dengan penawaran sebesar Rp19.315.360.166,98. Jika dikalkulasi maka negara hanya di untungkan sekitar Rp 400 juta saja. Dengan penawaran sekitar kurang lebih 98%.
Jika pengerjaan paket dengan HPS Rp.19 milyar tersebut murni dimenangkan oleh penawaran terendah sekitar 77% tanpa ada “pengkondisian ” oleh pihak tertentu maka negara akan diuntungkan sekitar kurang lebih Rp 4 milyar.
Contoh lainnya dalam paket lelang pekerjaan pembuatan akses jalan masuk dan keluar pelabuhan Jangkar dengan HPS Rp.6.874.756.923,28 ternyata dimenangkan oleh rekanan penyedia barang dan jasa asal Situbondo dengan penawaran Rp.6.831.690.520,24 maka negara hanya diuntungkan sekitar Rp.43 juta dengan prosentase penawaran 99%.
Imbas persoalan inilah yang kemudian menjadi dasar salah seorang rekanan melaporkan kejadian tersebut ke Kejati Jawa timur dengan dugaan pengaturan paket lelang dengan cara “memainkan” server di LPSE.
Seperti diberitakan sebelumnya, HK, salah seorang rekanan Jember resmi melaporkan Pokja LPSE Situbondo ke kejaksaan Tinggi Jawa timur beberapa hari lalu.
Yang mana Dalam laporannya, HK menyebutkan bahwa dalam proses upload dokumen penawaran lelang paket jalan di desa Sumberwaru pihak LPSE diduga memenangkan salah satu perusahaan dari Situbondo dengan nilai penawaran sekitar 98% dari harga HPS Rp. 19,729 M.
Kronologinya menurut HK, pada batas waktu akhir upload dokumen penawaran, LPSE diduga sengaja mematikan server sehingga sejumlah rekanan tidak bisa meng-upload dokumen penawaran. ” Ada. Sekitar 56 rekanan yang daftar tapi hanya 3 rekanan yang bisa mendaftar,”ungkapnya.
Itupun diindikasikan dari 3 penawar semuanya dikoordinir 1 rekanan, sehingga otomatis pemenangnya sudah terkondisikan dan dipastikan hanya 1 pemenang saja yang bisa mengerjakan. Nah Apabila nanti Di Pengadilan Tipikor ini Terbukti Sungguh Ironi bukan ?
Juga Ada Pula Kasus Pembubaran 2 Perusahaan Milik daerah yang Juga Menimbulkan Aroma Tidak sedap dipermukaan.
Juga permasalahan SILPA Tahun 2021 yang Membengkak Itu Menandakan Ketidak Mampuan Perangkat di Daerah untuk Memaksimalkan penyerapan. Dengan Faktor Ketakutan pada Psikologi mereka karena Menurut Investigasi Tim Kami di Daerah Hampir Semua Kadis di Tiap OPD Merasa Ketakutan Melakukan Eksekusi Di tambah Kejadian Salah Satu Rekan mereka Sesama Mereka Nyata Menjadi Korban dari Ambisi dan Keputusan sang Top Menejer di Situbondo ini. Dan Masih Banyak Lagi Permasalahan yang Jelas Jelas Merugikan Keuangan Daerah dan Seluruh Elemen-elemen Masyarakat Situbondo yang Tidak bisa saya Sebutkan satu persatu disini.
Maka diakhir Paparan ini saya menghimbau agar anda Sebelum memilih calon anda di Pilkada 2024 atau nanti, telitilah sebelum menentukan pilihan, apakah calon anda itu nantinya masuk dalam kategori toxic leader? Agar anda tidak kembali menyesal pada akhirnya.
Dikarenakan Tipikal Pemimpin toxic leader ini sangat lah Berbahaya Mereka tak Segan – segan Mengorbankan Bawahannya apalagi Hanya Masyarakat dan Amanah yang di embannya.
Pemimpin toxic leader ini adalah Pemimpin Munafik yang Mana kata Munafik itu bisa Anda jabarkan sendiri apa maknanya.
Sekian Wasallam dan Selamat Siang Semoga Paparan dan Contoh Singkat Tipikal Pemimpin toxic leader yang Perlu anda Pahami dan Anda Ketahui agar bisa Menambah Wawasan dan Pola Berfikir anda.
Penulis By.; Pimpinan Redaksi dan Perusahaan Media Cetak Sitijenarnews.com dan Headline.news.Info
(Red/Tim-Biro Sitijenarnews.com dan Headline.news.info)