KPK Disorot: Gratifikasi Karna Ditangani Sepihak, sampai saat ini Si Penyuap Belum Disentuh Ironi Sekali bukan.?

Sitijenarnews.com Situbondo, Senin 23 Juni 2025 — Penahanan terhadap mantan Bupati Situbondo, Karna Suswandi, dan eks Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPP, Eko Prionggo Jati, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 21 Januari 2025 lalu, menguak praktik gratifikasi proyek yang diduga sistematis dan melibatkan banyak pihak. Namun ironisnya, hingga lebih dari lima bulan berlalu, penyidikan baru menyasar dua nama sebagai penerima suap, sementara para pemberi gratifikasi—yakni rekanan proyek yang menyetor miliaran rupiah—belum juga ditetapkan sebagai tersangka.

Keterangan fhoto: Tersangka mantan Bupati Situbondo Karna Suswandi berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan Persada, Jakarta, Beberapa Saat lalu.Karna diperiksa terkait dugaan korupsi pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Pemkab Situbondo periode 2021-2024.

Kondisi ini memunculkan kegelisahan dan kecaman dari publik, khususnya dari kalangan aktivis antikorupsi dan praktisi hukum. Kritik diarahkan langsung kepada KPK yang dinilai hanya menyentuh permukaan persoalan, serta memperlihatkan ketimpangan hukum yang rawan dimaknai sebagai keberpihakan.

Skema Gratifikasi: Terstruktur, Sistematis, dan Menguntungkan Rekanan.

Dalam hasil penyidikan KPK yang telah dipublikasikan sebagian, Karna Suswandi disebut secara aktif meminta uang investasi sebesar 10% dari nilai proyek kepada rekanan-rekanan tertentu yang dijanjikan akan dimenangkan dalam lelang pekerjaan konstruksi. Sementara itu, Eko Prionggo Jati—selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)—ditugaskan mengatur dan mengondisikan proses pengadaan agar sesuai arahan Karna.

Setelah proyek cair, Eko Prionggo kembali menagih fee sebesar 7,5% dari nilai kontrak melalui bawahannya di Dinas PUPP. Berdasarkan catatan penyidik, nilai uang hasil gratifikasi yang terkumpul mencapai sedikitnya Rp5.575.000.000 untuk Karna dan Rp811.362.200 untuk Eko Prionggo, baik secara langsung maupun melalui perantara.

Skema tersebut berlangsung dalam kurun waktu proyek 2021 hingga 2024, dan melibatkan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang awalnya digantikan dari rencana penggunaan pinjaman Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)

Eko Febrianto: “Jika Pemberi Suap Tak Ditindak, Ini Bukan Penegakan Hukum!”

Baca juga:  Satreskrim Polresta Mojokerto mengungkap kasus prosititusi online yang dilakukan seorang pria yang menjual seorang perempuan untuk praktik seks threesome

Ketua Umum LSM SITI JENAR, Eko Febrianto, menyampaikan kritik keras terhadap KPK yang hingga kini hanya memproses dua pihak sebagai penerima suap tanpa menyentuh pemberi gratifikasi yang jelas-jelas disebut dalam konstruksi perkara.

“KPK telah memiliki bukti kuat, uangnya jelas mengalir dari mana, tapi mengapa rekanan pemberi suap belum juga ditetapkan tersangka? Kalau yang memberi tidak ditindak, maka hukum ini cacat dan diskriminatif,” ujarnya dalam wawancara dengan Sitijenarnews Group.

Eko mengingatkan bahwa sejak 2 Mei 2022, pihaknya telah mengadukan dugaan manipulasi proyek dan gratifikasi tersebut ke Gedung Merah Putih KPK. Laporan itu menyertakan dokumen pendukung, termasuk nama-nama perusahaan yang diduga menyetor fee untuk memenangkan proyek.

“Kasus ini bukan cuma soal dua orang. Ini jaringan. Karna minta fee, Eko eksekusi, rekanan bayar. Kalau rekanan tidak ditindak, saya khawatir penegakan hukum ini sedang ‘diseleksi’ berdasarkan kekuatan modal,” imbuhnya.

Eko juga menambahkan, jika KPK terus membiarkan para penyuap bebas, maka wajar jika muncul kecurigaan publik bahwa proses hukum ini sudah “dikondisikan”

Lukman Hakim, S.H.: “Hukum Jangan Tumpul ke Atas, Tegakkan dengan Setara”

Praktisi hukum senior Situbondo, Lukman Hakim, S.H., juga mengecam lambannya proses penindakan terhadap pemberi suap. Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, pemberi dan penerima suap memiliki konsekuensi pidana yang sama kuatnya.

“Jika Karna dan Eko ditahan karena menerima, maka rekanan yang memberi juga harus diproses. Ini bukan pilihan, tapi kewajiban hukum. Kalau pemberi dibiarkan, ini menandakan penegakan hukum yang tidak utuh dan sarat kepentingan,” tegas Lukman.

Ia menambahkan, pembiaran terhadap penyuap akan menjadi preseden buruk dan melemahkan efek jera terhadap praktik korupsi di sektor pemerintahan daerah.

Baca juga:  Update Info Terkini; Sore Ini KPK Geledah Apartemen Kempinski Residence Tempat Bendum PBNU Mardani H Maming

“Penegakan hukum tidak boleh selektif. Jika yang menyuap tidak ditindak, maka itu penghinaan terhadap keadilan. Publik melihat. Jangan permainkan kepercayaan rakyat,” tambahnya.

KPK Merespons: “Proses Masih Berjalan, Butuh Waktu dan Bukti Tambahan”

Menanggapi sorotan publik, Juru Bicara KPK, Budy Prasetyo, saat dikonfirmasi tim investigasi Sitijenarnews Group, menyampaikan bahwa penyidikan kasus masih berlangsung dan pihaknya tidak akan membiarkan satu pun pihak yang terlibat luput dari proses hukum.

“KPK masih memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti tambahan. Kami komitmen menyelesaikan kasus ini secara profesional, termasuk terhadap pihak pemberi gratifikasi jika bukti cukup,” kata Budy melalui sambungan WhatsApp.

Budy juga mengajak masyarakat untuk tetap mendukung kerja-kerja KPK dan memberikan ruang kepada penyidik untuk menyelesaikan perkara sesuai ketentuan hukum.

Namun demikian, pernyataan tersebut belum mampu meredam keresahan publik, sebab bukti aliran uang dan kronologi transaksi antara rekanan dan pejabat sudah terungkap secara terbuka. Banyak pihak menilai bahwa keterlambatan KPK dalam menindak para penyuap telah menciptakan celah kecurigaan serius.

Penutup: Hukum Tidak Boleh Berbelok di Tengah Jalan.

Lebih dari sekadar kasus korupsi proyek, perkara gratifikasi Karna Suswandi telah menjadi indikator penting sejauh mana independensi dan keberanian KPK dalam menghadapi jaringan korupsi yang melibatkan kekuatan uang. Jika hanya penerima suap yang ditindak, sementara penyuap masih bebas menjalankan aktivitas bisnisnya, maka penegakan hukum tidak hanya pincang, tapi juga kehilangan legitimasi.

“Kalau KPK tidak berani sentuh penyuap, lebih baik bebaskan Karna sekalian. Masak yang menerima dihukum, yang memberi tidak. Ini hukum apa?” tutup Eko Febrianto dengan nada kecewa.

Keterangan Fhoto: Ketua umum LSM SITI JENAR Eko Febrianto dan Lukman Hakim S.H

Kini publik menanti langkah konkret KPK, bukan sekadar komitmen normatif. Penegakan hukum yang adil, tegas, dan menyeluruh adalah harapan utama masyarakat—bukan sandiwara hukum yang dipertontonkan setengah hati.

Baca juga:  Info Terkini Malam Ini :Bupati Inhil Indra Mukhlis Adnan Ditetapkan Jadi Tersangka Korupsi oleh Kejaksaan

Redaksi Investigasi | Tim Pusat Sitijenarnews Group

error: