Sitijenarnews.com Jakarta, Kamis 14 Agustus 2025 — Jakarta sore ini terasa sedikit lebih panas dari biasanya, bukan karena cuaca, melainkan karena ledakan berita dari Gedung Merah Putih. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar sehari sebelumnya, dan nama besar di sektor kehutanan langsung jadi sorotan: Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady.

Rabu malam (13/8), tim KPK bergerak serentak di empat kota. Di Jakarta, enam orang diamankan, termasuk Dicky yang saat itu tak menyangka malamnya akan berakhir dengan rompi oranye dan borgol di tangan. Bersama Dicky, turut dibekuk Raffles (Komisaris PT Inhutani V), Djunaidi (Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng), Arvin (staf PT PML), Joko (SB Grup), dan Sudirman (PT PML).
Di Bekasi, penangkapan dilakukan terhadap Aditya, staf perizinan SB Grup. Sementara di Depok, giliran Bakhrizal Bakri, mantan Direktur PT Inhutani, yang diamankan. Operasi terakhir di Bogor membawa Yuliana, eks Direktur PT Inhutani V, ke tangan penyidik.
Barang Bukti: Dari Uang Dolar Singapura hingga Mobil Mewah
Malam itu, bukan hanya orang yang dibawa. KPK juga menyita barang bukti yang bercerita banyak: uang tunai 189.000 dolar Singapura—sekitar Rp2,4 miliar—uang Rp8,5 juta, sebuah Jeep Rubicon mengilap di garasi rumah Dicky, dan Mitsubishi Pajero yang ditemukan di kediaman Aditya.
Jejak uang ini mengarah pada satu skema klasik tapi mematikan: suap perizinan kawasan hutan. Juli 2025, setelah urusan izin berjalan lancar, Dicky meminta hadiah spesial kepada Djunaidi—sebuah mobil baru. Djunaidi mengangguk tanpa ragu. Agustus 2025, mobil seharga Rp2,3 miliar itu diurus pembeliannya oleh Aditya. Pada saat hampir bersamaan, uang tunai dalam jumlah besar berpindah tangan di kantor PT Inhutani V.
“Transaksi mobil dan penyerahan uang berjalan paralel, dan itu jelas berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers malam ini.
Tiga Tersangka, Dua Peran:
KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Dicky, sang penerima, dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU yang sama.
Mereka akan menghuni Rumah Tahanan Cabang KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari pertama, mulai 14 Agustus hingga 1 September 2025.
Profil: Pejabat Golf yang Terjerembab
Dicky Yuana Rady bukan nama asing di dunia kehutanan. Lulusan Fakultas Kehutanan IPB 1993 ini menduduki kursi Direktur Utama PT Inhutani V sejak Maret 2021, setelah meniti karier sebagai Kepala Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2024 mencatat total kekayaannya Rp4,75 miliar, terdiri dari tanah di Bandung senilai Rp2 miliar, tanah dan bangunan di Bojonegoro Rp400 juta, bangunan di Semarang Rp7,5 juta, dua mobil senilai Rp430 juta, harta bergerak Rp415 juta, serta kas Rp1,5 miliar. Hobi utamanya: golf. Namun kini, stik golf itu harus disimpan sementara, tergantikan rutinitas di balik jeruji besi.
Pesan Keras dari KPK:
Kasus ini menambah daftar panjang korupsi di sektor sumber daya alam. KPK menegaskan akan membongkar jaringan yang bermain di balik pengurusan izin kawasan hutan. “Tidak ada ruang aman bagi pelaku korupsi. Kami akan kejar sampai ke ujung,” tutup Asep.

Dan malam ini, di balik tembok Gedung Merah Putih, Dicky Yuana Rady dan dua rekannya memulai hari pertama dari 20 hari masa penahanan, dengan kasus yang berpotensi membawanya pada hukuman yang jauh lebih lama.
(Redaksi/Tim Biro Siti Jenar Group Multimedia)